Meski Tak Jadi ”Co-sponsor”, RI Dukung Penghapusan Paten Covid-19
TRIPS Waiver merupakan bentuk tanggung jawab sosial global. RI turut mendukung. Proposal itu juga bisa menjadi sarana meningkatkan kerja sama penyediaan, jaminan akses, dan produksi massal vaksin, termasuk di Indonesia.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia berkomitmen mendukung proposal TRIPS Waiver yang diusung India dan Afrika Selatan dalam rangka mendapatkan akses vaksin Covid-19 yang adil dan merata meskipun Indonesia tidak menjadi co-sponsor. Proposal tersebut juga akan menguntungkan Indonesia karena produksi sejumlah vaksin Covid-19 nantinya bisa dilakukan di Tanah Air.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono, Jumat (7/5/2021), mengatakan, Indonesia sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) akan mendukung proposal Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver. Kendati sebenarnya ada sedikit fleksibilitas untuk vaksin dan obat-obatan dalam Perjanjian TRIPS WTO saat terjadi kondisi darurat, TRIPS Waiver tetap diperlukan.
Alasannya, proposal tersebut bisa berfungsi sebagai pembuka jalan bagi WTO agar bisa berperan lebih untuk membantu menangani pandemi. Proposol ini sangat dibutuhkan lantaran masih banyak persoalan terkait ketersediaan vaksin dan obat-obat pendukung penanganan Covid-19 di berbagai negara, khususnya negara berkembang.
”Selain itu, TRIPS Waiver juga bisa berfungsi sebagai bentuk solidaritas atau tanggung jawab sosial global (global social responsibility). Proposal itu juga bisa menjadi sarana peningkatan kerja sama dalam penyediaan, jaminan akses, dan produksi massal vaksin, termasuk di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
TRIPS Waiver juga bisa berfungsi sebagai bentuk solidaritas atau tanggung jawab sosial global. Proposal itu juga bisa menjadi sarana peningkatan kerja sama dalam penyediaan, jaminan akses, dan produksi massal vaksin, termasuk di Indonesia.
Dalam proses negosiasi, lanjut Djatmiko, RI akan turut mendorong proposal TRIPS Waiver agar menjadi kesepakatan bersama di WTO. Apalagi permohonan pengabaian ini bersifat sementara, ada batasan waktunya. Artinya, jika Covid-19 sudah tertangani dengan baik, kebijakan itu akan kembali seperti semula.
”Indonesia berkomitmen mendukung proposal tersebut, tetapi tidak sebagai co-sponsor. Kami masih menunggu dan mencermatinya. Kita lihat saja nanti setelah India dan Afrika Selatan menyerahkan revisi proposal dan dalam pembahasan selanjutnya,” katanya.
Perjanjian TRIPS merupakan perjanjian yang menetapkan standar minimal untuk regulasi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) di negara-negara anggota WTO. Perjanjian yang awalnya diusulkan Amerika Serikat (AS) pada 1994 dan ditentang India ini mulai berlaku sejak 1995. Perjanjian ini mengikat bagi seluruh anggota WTO.
Di tengah situasi darurat Covid-19 dan mendesaknya akses vaksin dan obat-obatan untuk penanganan penyakit yang disebabkan virus korona baru itu, India bersama Afrika Selatan mengusulkan proposal TRIPS Waiver bernomor IP/C/W/669.Add.3 pada Oktober 2020. Proposal bertajuk ”Waiver from Certain Provisions of The TRIPs Agreement for The Prevention, Containment, dan Treatment of Covid-19” ini mendapatkan dukungan dari negara-negara berkembang.
Proposal tersebut menekankan permintaan pengabaian ketentuan tertentu, seperti HAKI atau paten, rahasia dagang, dan desain industri yang sebelumnya diatur dalam Perjanjian TRIPS. Tujuannya adalah mempercepat penanganan, pencegahan, dan pengobatan Covid-19.
Menyusul perubahan AS yang pada akhirnya turut mendukung proposal tersebut pada Rabu (5/5/2021), India dan Afrika Selatan tengah merevisi proposal ini. WTO meminta revisi ini diserahkan pada paruh kedua Mei 2021.
Sementara dalam pertemuan Dewan Umum (GC) WTO pada 5-6 Mei 2021, TRIPS Waiver menjadi salah satu agenda pembahasan. Pembahasan dilakukan dalam forum Dewan TRIPS WTO. Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala kembali menekankan pentingnya mengatasi akses yang tidak merata atau adil terhadap vaksin Covid-19. Ia menyebut ketidakadilan akses ini sebagai ”masalah moral dan ekonomi di zaman kita”.
Lantaran masih banyak pro dan kontra dan sembari menunggu revisi proposal, Okonjo-Iweala memutuskan menggelar pertemuan terbuka bagi semua anggota WTO untuk membahasnya dalam forum Dewan TRIPS WTO pada awal Juni 2021.
Sejumlah kalangan di Indonesia juga menyambut baik keputusan AS yang akhirnya mendukung pengabaian hak paten sementara vaksin Covid-19. Mereka juga meminta Pemerintah RI menjadi co-sponsor proposal tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan, dukungan AS menjadi sinyal positif terhadap perjuangan masyarakat global atas proposal TRIPS Waiver untuk mengatasi ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan lain yang dibutuhkan selama penanganan pandemi Covid-19. Dukungan ini diharapkan juga diikuti oleh negara-negara anggota WTO lain yang menolak proposal itu.
Dukungan AS ini juga dibarengi dengan revisi proposal tersebut oleh India dan Afrika Selatan untuk disampaikan dalam pertemuan lanjutan WTO. Dalam proses negosiasi selanjutnya, AS dan negara-negara pendukung proposal itu diharapkan dapat mempertahankan teks perundingan yang benar-benar mencerminkan tujuan utamanya, yaitu menangani pandemi Covid-19 sesegera mungkin.
Dalam perundingan nanti, lanjut Rachmi, perlu dicermati klausul-klausul yang bisa menghambat efektivitas TRIPS Waiver, terutama yang mencakup pengabaian hak paten. Perundingan juga diharapkan tidak lama atau berkepanjangan agar proposal itu bisa segera diterapkan.
”Perlu diingat, the devils is in details dan tukar guling kepentingan akan kental mewarnai keberhasilan proses negosiasi. Lobi lebih kuat dari industri farmasi pasti akan terjadi,” katanya.
Dalam perundingan nanti, perlu dicermati klausul-klausul yang bisa menghambat efektivitas TRIPS Waiver, terutama yang mencakup pengabaian hak paten. Perundingan juga diharapkan tidak lama atau berkepanjangan agar proposal itu bisa segera diterapkan.
Peneliti Third World Network, Lutfiyah Hanim, sependapat agar proses negosiasi dikawal ketat. Pemerintah Indonesia juga perlu berperan lebih aktif lagi dalam negosiasi itu dengan menjadi co-sponsor proposal TRIPS Waiver, bukan hanya sekadar mendukung.
”Kami berharap Indonesia bisa bekerja sama dengan negara-negara pengusul proposal untuk bersama-sama bekerja cepat menelurkan dokumen pengabaian TRIPS. Poin penting pengabaian itu mencakup paten, serta rahasia dagang dan HAKI lain vaksin, obat-obatan perawatan, diagnostik dan produk medis yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19,” ujarnya.