Tren pemulihan harus dijaga jika ingin pemulihan berlanjut hingga triwulan II-2020 dan sesudahnya. Langkah perbaikan bisa kembali mundur jika terjadi lonjakan atau muncul gelombang baru kasus Covid-19.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan kondisi yang membaik di triwulan I-2021, kalangan pengusaha optimistis ekonomi Indonesia bisa tumbuh optimal di triwulan II-2021 dan sesudahnya. Namun, tren pemulihan ekonomi harus dijaga secara konsisten. Pengendalian Covid-19 tetap menjadi kunci untuk merawat pertumbuhan ekonomi.
Meski masih terkontraksi 0,74 persen, perekonomian Indonesia pada triwulan I-2021 menunjukkan tren perbaikan. Sejak menyentuh titik terendah pada triwulan II-2020, yakni tumbuh minus 5,32 persen, perekonomian Indonesia konsisten membaik di setiap triwulan sesudahnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, dengan laju pertumbuhan ekonomi seperti sekarang ini, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 diprediksi bisa optimal. Meski capaiannya tidak akan setinggi target pemerintah, yakni 7 persen, ia optimistis ekonomi mulai membaik.
Shinta menilai pertumbuhan triwulan II-2021 akan berada di kisaran 3 persen, mengingat perbandingannya dengan kinerja tahun lalu yang sangat rendah di triwulan II-2020. Selain itu, perekonomian di triwulan II-2021 juga akan banyak terbantu momentum konsumsi di bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri 2021.
Kebijakan meningkatkan likuiditas masyarakat lewat bantuan sosial dan tunjangan hari raya, serta insentif mendorong konsumsi kelas menengah lewat kebijakan pajak kendaraan bermotor, akan menggerakkan roda konsumsi pada triwulan II-2020.
Langkah perbaikan bisa kembali mundur jika terjadi lonjakan kasus Covid-19 atau kemunculan gelombang baru.
”Kuncinya, selama kontrol pandemi terus membaik, tren penyebaran (Covid-19) turun dan tidak ada gelombang kedua. Kalau itu teratasi, ditambah kinerja ekspor yang terus meningkat dan realisasi investasi lebih maksimal, kami optimistis pertumbuhan di triwulan II bisa optimal,” tutur Shinta.
Realisasi investasi yang lebih maksimal diharapkan bisa mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2021 menyebutkan, meski mulai ada tren penurunan jumlah pengangguran, masih ada 8,75 juta orang yang menganggur. Sebanyak 1,62 juta orang di antaranya menjadi penganggur karena kehilangan pekerjaan selama pandemi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, sampai triwulan I-2021, realisasi investasi mencapai Rp 219,7 triliun, atau 25,5 persen dari target nasional tahun 2021 senilai Rp 858,5 triliun. Investasi yang masuk sepanjang awal tahun itu telah menyerap tenaga kerja sebanyak 311.793 orang.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan, industri manufaktur (pengolahan) yang bersifat padat karya masih butuh waktu untuk pulih ke level sebelum pandemi. Industri manufaktur masih didominasi oleh perusahaan yang bergantung pada pasar domestik sehingga tren pertumbuhannya pun akan paralel dengan tren pemulihan konsumsi di pasar domestik.
”Jika ingin sektor manufaktur cepat pulih, harus digenjot dari sisi suplai, yaitu dengan meningkatkan suntikan likuiditas ke sektor manufaktur. Baik dari segi investasi, pinjaman modal kerja, serta memaksimalkan pasar ekspor yang permintaannya saat ini jauh lebih kuat daripada pasar dalam negeri,” tutur Shinta.
Jika ingin sektor manufaktur cepat pulih, harus digenjot dari sisi suplai, yaitu dengan meningkatkan suntikan likuiditas ke sektor manufaktur.
Akan tetapi, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menjaga dan mempercepat pemulihan. Shinta mengatakan, dari sisi pembiayaan, harus ada penurunan suku bunga pinjaman korporasi riil serta relaksasi persyaratan pinjaman bagi sektor-sektor yang sekarang masih terkontraksi.
Dari sisi ekspor, perlu fasilitasi pembiayaan ekspor serta bantuan penetrasi pasar di negara-negara tujuan ekspor potensial. Sementara itu, secara struktural, harus ada percepatan implementasi konkret Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peningkatan fasilitasi investasi.
Menurut anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Franky Sibarani, implementasi UU Cipta Kerja bisa membantu menjaga, bahkan mengakselerasi, pemulihan ekonomi secara konsisten sepanjang tahun.
Namun, itu semua tergantung pada kesiapan birokrasi dari pusat sampai daerah untuk menerapkan sistem perizinan terpadu (online single submission/OSS) yang akan memudahkan proses izin berusaha. Sistem OSS ditargetkan siap beroperasi mulai Juni 2021.
”Kesiapan birokrat dan pemahaman pelaku usaha kita terhadap sistem OSS dan UU Cipta Kerja akan membantu pemulihan. Ini memang menjadi taruhan besar ke depan. Kalau tidak siap, hanya akan berujung regulasi dan sistem,” kata Franky.
Kesiapan birokrat dan pemahaman pelaku usaha kita terhadap sistem OSS dan UU Cipta Kerja akan membantu pemulihan. Ini memang menjadi taruhan besar ke depan.
Franky juga berharap pemerintah memberi bantuan likuiditas, khusus untuk sektor usaha yang saat ini belum pulih. ”Misalnya, sektor pariwisata atau industri lain yang ekspornya masih kering. Mereka bisa lebih cepat pulih kalau diberi dukungan pembiayaan yang lebih murah dan restrukturisasi kredit yang meringankan,” katanya.
Shinta dan Franky kembali mengingatkan, strategi pemulihan itu tetap perlu dilakukan di atas pengendalian pandemi dan pengendalian stabilitas moneter yang baik. ”Kalau kontrol pandemi dan stabilitas nilai tukar tidak dijaga, semua program dan upaya yang sudah dilakukan tetap tidak akan memberi efek yang signifikan pada pemulihan ekonomi,” ujar Shinta.