Aplikasi Bela Meminimalkan Korupsi Sekaligus Angkat UKM
Pemerintah memperkenalkan aplikasi Belanja Langsung atau Bela. Selain untuk meminimalkan potensi korupsi, aplikasi ini juga dapat menjadi sarana memasarkan produk UKM.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diminta menggunakan aplikasi Belanja Langsung atau Bela dalam melakukan pengadaan langsung. Selain meminimalkan potensi korupsi, penggunaan aplikasi ini akan turut mendorong koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) yang berada di daerah-daerah.
”Kami punya program (aplikasi) Bela pengadaan. Kenapa membangun Bela? Karena selama ini proses pengadaan di bawah Rp 50 juta, Rp 200 juta, yang melalui pengadaan langsung, datanya tidak tersedia. Pengadaan yang tidak tercatat itu umumnya untuk operasional, ATK (alat tulis kantor), makan, transportasi, minum, yang nilainya kecil-kecil, tetapi jumlahnya banyak,” tutur Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto.
Kami punya program (aplikasi) Bela pengadaan. Kenapa membangun Bela? Karena selama ini proses pengadaan di bawah Rp 50 juta, Rp 200 juta, yang melalui pengadaan langsung, datanya tidak tersedia.
Hal itu diungkapkan Roni dalam webinar ”Perluasan Pemanfaatan Aplikasi Bela (Belanja Langsung) pada Pemerintah Daerah” yang diselenggarakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Jumat (7/5/2021).
Roni mengatakan, dasar dari pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam perpres tersebut, kementerian/lembaga dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran pengadaan barang/jasa untuk usaha mikro dan kecil.
Sebagai gambaran, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional 2021 sebesar Rp 2.332 triliun, pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP) mencapai Rp 1.214,1 triliun atau 52 persen. Sementara pengadaan non-PBJP sebesar Rp 1.118,2 triliun atau 48 persen.
”Kalau ini kita jalankan dengan baik dan tidak ada kebocoran yang disinyalir mencapai 30 persen, maka Indonesia akan cepat menjadi makmur,” ujar Roni.
Menjaga etika
Meski demikian, lanjut Roni, apa pun sistem yang dibuat tidak akan berguna jika sedari awal memang terdapat niat untuk mengakali sistem. Oleh karena itu, dia berharap para pejabat di bidang pengadaan agar memegang teguh prinsip pengadaan dan etika pengadaan.
Hingga saat ini, terdapat 12 mitra laman pemasaran yang sudah tergabung dalam aplikasi Bela pengadaan. Sementara jumlah transaksi yang tercatat hingga 6 Mei 2021 baru mencapai 790 transaksi dengan nilai Rp 509 juta. Menurut Roni, masih tampak keengganan untuk menggunakan aplikasi tersebut. Untuk itu, dia berharap dukungan dari seluruh kepala daerah.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi/Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan mengatakan, Stranas PK menargetkan 34 provinsi akan mengimplementasikan sistem pengadaan elektronik untuk pengadaan langsung pada akhir 2022. Untuk itu, pihaknya akan membantu pendampingan teknis bagi kepala daerah untuk mengimplementasikannya.
Seiring dengan itu, lanjut Pahala, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di daerah diminta mengidentifikasi UKM yang siap masuk ke sistem pengadaan elektronik, termasuk yang selama ini menyuplai kebutuhan pemda. Setelah itu, Dinas Komunikasi dan Informatika memasukkan UMK tersebut ke laman pemasaran yang ada di bawah aplikasi Bela.
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di daerah diminta mengidentifikasi UKM yang siap masuk ke sistem pengadaan elektronik, termasuk yang selama ini menyuplai kebutuhan pemda.
”Dengan demikian, tujuan dari pengadaan yang transparan dapat tercapai dan pada saat yang sama kewajiban mengalokasikan 40 persen anggaran untuk UKM dapat tercapai,” kata Pahala.
Untuk pembayaran, lanjut Pahala, kepala daerah diharapkan mendorong bank pembangunan daerahnya bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menggunakan kartu kredit. Dengan demikian, pembayaran atas transaksi langsung tersebut tidak dilakukan dengan transfer, tetapi secara kredit.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, salah satu penyebab korupsi adalah gagal dan lemahnya suatu sistem. Maka, aplikasi Bela tersebut diharapkan dapat membantu menjauhkan aparatur negara dari praktik korupsi.
”Karena transaksi jauh dari hubungan fisik dan transaksi keuangan dilakukan secara elektronik,” kata Firli.
Namun, sistem yang baik tidak akan berjalan jika tidak diiringi dengan itikad dan semangat untuk mewujudkannya. Firli pun berharap agar para gubernur, para kepala daerah, pejabat pembuat komitmen, pejabat pengadaan, dan rekanan agar patuh dan mengikuti ketentuan yang berlaku serta memanfaatkan aplikasi Bela.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan, terdapat beberapa hambatan dalam penyerapan produk koperasi dan UKM. Pertama adalah kualitas produk yang belum memenuhi standar.
Berikutnya adalah pihak UKM belum menguasai aplikasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebaliknya, aparatur pemerintah dan pemda juga perlu mendapatkan sosialisasi terus-menerus agar melakukan belanja langsung kepada UKM.
”Kami ingin menekankan pentingnya kepala daerah memerintahkan kepala dinasnya untuk mendata potensi UKM-nya dan membantu mereka masuk ke sistem pengadaan. Dan gubernur juga harus membantu mengoordinasi para bupati untuk melakukan hal yang sama,” ujar Teten.