Panen Raya di Karawang, Harga Gabah Diharapkan Tinggi
Memasuki panen raya, sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, berharap harga gabah tak turun hingga akhir tahun. Mereka meminta pemerintah pusat memperhatikan kesejahteraan petani dengan meningkatkan harga jual gabah .
Oleh
MELATI MEWANGI
·5 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Memasuki panen raya, sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, berharap harga gabah tidak turun hingga akhir tahun. Mereka meminta pemerintah pusat memperhatikan kesejahteraan petani dengan meningkatkan harga jual gabah dan perbaikan infrastruktur.
Ketua Kelompok Tani Mekarsari II Desa Pasirmulya, Kecamatan Majalaya, Saepudin, Kamis (6/5/2021), mengatakan, pada panen Februari 2021, harga jual gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 3.800 per kilogram. Harga ini lebih rendah daripada harga pembelian gabah yang ditetapkan oleh pemerintah (HPP), yakni Rp 4.200 per kg.
Akhir April lalu, harga jual panenan kelompoknya berkisar Rp 4.300-Rp 4.500 per kg. Meski ada peningkatan, dia berharap harga jual bisa lebih tinggi. Saat ini anggota kelompoknya memasuki tahap pengolahan lahan. Dia berharap harga jual bisa lebih tinggi dari HPP.
”Jangan sampai harga jatuh di bawah standar. Semoga kesejahteraan para petani bisa lebih diperhatikan. Kami sangat bergantung dari panenan ini,” ucapnya.
Besaran ongkos produksi yang dikeluarkan sekitar Rp 12 juta per hektar (ha). Adapun produktivitas minimal 7 ton per ha. Jika harga jual GKP Rp 3.800 per kg, total penjualan gabah Rp 26.600.000. Setelah dikurangi ongkos produksi, petani mengantongi Rp 14,6 juta.
Jumlah tersebut belum dikurangi biaya sewa sawah dan ongkos buruh harian yang mencapai Rp 3,9 juta. Belum lagi ditambah biaya tambahan untuk mengatasi hama dan sewa pompa pada saat tanam di musim kemarau, yakni sekitar Rp 1 juta.
Selama tiga bulan atau 115 hari, petani mendapatkan keuntungan bersih lebih kurang Rp 10 juta per hektar. ”Keuntungan yang didapat petani memang tidak besar kalau harga jual di bawah standar. Kami berharap pemerintah bisa menaikkan HPP,” kata Saepudin.
Keuntungan yang didapat petani memang tidak besar kalau harga jual di bawah standar. Kami berharap pemerintah bisa menaikkan HPP.
Ketua Kelompok Tani Tirta Berkah Desa Ciranggon Asep Saepudin mengatakan, pada panen musim lalu, harga jual GKP di tingkat petani Rp 4.500 per kg. Sebelumnya, pernah ada hasil panen anggota kelompoknya yang laku terjual di bawah standar HPP. Harga jual yang fluktuatif ini kerap kali terjadi saat musim hujan atau memasuki panen raya.
Berbagai persoalan bertubi-tubi menghinggapi sejumlah petani. Pada pertengahan tahun lalu, sebagian kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi karena stok habis atau langka saat masa pemupukan. Mereka harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk nonsubsidi hingga dua kali lipat, yakni Rp 2 juta.
Menurut dia, sebaiknya kebijakan pupuk bersubsidi dihapuskan dan dialihkan untuk peningkatan HPP menjadi Rp 5.000 per kg. Sebab, ketersediaan pupuk bersubsidi tak bisa menjamin akan meningkatkan produktivitas panen. Padahal, ongkos produksi yang dikeluarkan sama atau jauh lebih besar apabila pupuk bersubsidi langka.
”Anggaran pupuk bersubsidi sebaiknya dialihkan ke harga gabah saja, ya. Kalau jatah pupuk dikurangi, bagaimana mau swasembada beras. Ongkos produksi semakin tinggi, tapi harga jual bisa turun,” kata Asep.
Program pemberdayaan
Wakil Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Karawang Ijam Sujana sebelumnya menyarankan agar pemerintah fokus meningkatkan pemberdayaan untuk para petani. Misalnya, kemudahan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dan menaikkan harga standar GKP. Selama bertahun-tahun, para petani terus diuji dengan berbagai kebijakan dan masalah klasik yang tak pernah ada habisnya.
”Mungkin biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengimpor beras lebih murah ketimbang untuk memberdayakan para petani. Padahal, jika sektor pertanian diperkuat melalui pelatihan untuk anak muda dan akses permodalan, bisa membuat produktivitas kian meningkat,” kata Ijam, akhir Maret 2021.
Ijam juga meminta agar pemerintah mengupayakan perbaikan sarana irigasi. Tak sedikit saluran irigasi dan tanggul yang jebol sehingga berdampak pada pengairan ke sawah petani yang terlambat (kering) atau justru sebaliknya (kebanjiran).
Regenerasi petani juga masih terbatas. Berdasarkan hasil survei pertanian antarsensus tahun 2018 oleh Badan Pusat Statistik, mayoritas petani utama berada pada usia 45-54 tahun, yakni sebanyak 7,8 juta orang atau 44 persen.
Selanjutnya diikuti usia 35-44 tahun (6,6 juta petani), usia 25-34 tahun (2,9 juta petani), dan usia di bawah 25 tahun (273.000 petani). Sementara Dinas Pertanian Karawang mencatat, jumlah kelompok petani muda hanya sekitar 17 kelompok, sementara kelompok dewasa mencapai 2.230 kelompok.
Penyerapan
Tahun ini, Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang menargetkan penyerapan beras atau gabah sebanyak 47.000 ton. General Manager Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang Yanto Nurdiyanto mengatakan, pihaknya telah menyerap 9.197 ton gabah setara beras per 5 Mei 2021. Jumlah ini meningkat dibandingkan pertengahan Maret, yakni 750 ton.
Yanto memperkirakan penyerapan dalam jumlah lebih besar terjadi pada bulan April-Mei dan Agustus-September. Bulan tersebut merupakan puncak masa panen di Karawang. Stok beras yang tersedia di gudang sebanyak 32.400 ton dari total kapasitas 104.000 ton.
Pembelian gabah dari petani oleh Bulog mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020. Harga pembelian GKP dengan kadar air paling tinggi 25 persen sebesar Rp 4.200 per kg di tingkat petani. Adapun harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam negeri dengan kadar air paling tinggi 14 persen dan kadar kotoran paling tinggi 3 persen sebesar Rp 5.250 per kilogram (kg) di penggilingan atau Rp 5.300 per kg di gudang Bulog.
Sementara harga beras dengan kadar air paling tinggi 14 persen, butir patah paling tinggi 20 persen, kadar menir paling tinggi 2 persen, dan derajat sosoh paling sedikit 95 persen sebesar Rp 8.300 per kg sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020.
Menurut Yanto, kekuatan beras yang disimpan sangat tergantung dari kualitas beras yang masuk ke gudang. Jika kadar air di bawah 14 persen, beras akan lebih tahan simpan. ”Produk masuk ke Bulog sudah harus sesuai standar karena langsung disimpan,” kata Yanto.