Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan I-2021 Terjaga
Stabilitas sistem keuangan pada triwulan I-2021 ditopang oleh kebijakan kontrasiklus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan terus memperbaiki langkah dan kebijakan guna menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi Covid-19. Reformasi struktural juga dilakukan agar terbangun fondasi ekonomi yang kuat sekaligus mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.
Dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) II Tahun 2021 secara virtual, Senin (3/5/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stabilitas sistem keuangan pada triwulan I-2021 ditopang oleh kebijakan kontrasiklus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
”Arah kebijakan fiskal tahun 2021 masih fokus pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Sri Mulyani.
Peran sentral APBN dalam mendorong pemulihan ekonomi tecermin dari realisasi belanja negara pada triwulan I-2021 yang tercatat Rp 523 triliun, tumbuh 15,61 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh kenaikan belanja barang untuk pelaksanaan vaksinasi dan bantuan pelaku usaha, akselerasi belanja modal untuk infrastruktur dasar dan infrastruktur konektivitas, serta bantuan sosial untuk mendukung daya beli masyarakat.
APBN menjadi sumber pendanaan dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021 yang dianggarkan Rp 699,43 triliun, meningkat sekitar 20 persen dibandingkan dengan 2020.
”Program ini meliputi penanganan pandemi Covid-19, mendukung masyarakat lewat bantuan sosial, dan dukungan terhadap UMKM dan dunia usaha, serta program-program sektoral strategis,” kata Sri Mulyani.
Fokus utama PEN tahun ini, lanjut Sri Mulyani, tetap pada penanganan kesehatan, termasuk untuk mendukung program vaksinasi dan insentif tenaga kesehatan.
Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 bisa tumbuh sekitar 7 persen secara tahunan seiring dengan momentum perbaikan kegiatan ekonomi.
”Kita akan terus melaksanakan APBN untuk mendukung pemulihan ekonomi dan bekerja sama dengan otoritas, yakni Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam mengawal pemulihan ekonomi tahun ini dan ke depan,” kata Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, kebijakan moneter akan diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak dinamika global, salah satunya kenaikan imbal hasil obligasi yang diterbitkan Pemerintah AS atau US Treasury.
”BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan intervensi di pasar spot, DNDF (domestic non-deliverable forwards), dan pembelian SBN (surat berharga negara) dari pasar sekunder,” ujarnya.
Perry menegaskan komitmen bank sentral dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional, salah satunya dilakukan melalui kebijakan menurunkan suku bunga acuan secara agresif hingga kini berada pada 3,5 persen atau terendah sepanjang sejarah.
Sementara dari sisi kebijakan makroprudensial, BI juga mempertahankan kebijakan akomodatif. Misalnya, dengan memperkuat rasio intermediasi perbankan (RIM), melonggarkan loan to value (LTV) untuk kredit properti dan uang muka 0 persen untuk kredit kendaraan bermotor.
”BI juga mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan melalui transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK),” kata Perry.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa berharap penurunan tingkat bunga penjaminan bagi perbankan yang dilakukan oleh LPS diharapkan dapat mendorong kredit tumbuh lebih tinggi pada tahun ini.
LPS memutuskan untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah pada bank umum sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen dan untuk simpanan valas pada bank umum sebesar 25 bps pada Februari 2021 menjadi 0,75 persen. Sedangkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) turun 25 bps menjadi 6,75 persen.
”Kebijakan ini ditujukan guna tetap menjaga kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan sekaligus bertujuan mendorong penurunan biaya dana perbankan sehingga suku bunga kredit menjadi turun untuk mendorong pertumbuhan kredit,” ujar Purbaya
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, rasio prudential sektor jasa keuangan masih terjaga dengan baik dalam kondisi yang stabil. Bahkan, ia menyebut ada tanda-tanda perbaikan yang lebih terlihat dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Likuiditas sektor jasa keuangan juga disebut Wimboh terjaga dengan baik. Hal itu tecermin dari rasio alat likuid (AL) terhadap non-coredeposit (NCD) dan alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) perbankan pada Maret 2021 masing-masing 162,69 persen dan 35,17 persen.
Sementara hingga triwulan I-2021, DPK masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi, yaitu 9,5 persen secara tahunan dan penyaluran kredit perbankan masih dalam tren kontraksi negatif 3,77 persen. ”Penyaluran kredit sebenarnya telah mulai tumbuh. Kontraksi kredit disebabkan penyaluran kredit pada triwulan I-2020 sangat tinggi,” ujarnya.