Perekonomian Terus Membaik, Resesi Segera Berakhir
Pemerintah optimistis perekonomian Indonesia akan meninggalkan fase resesi pada triwulan II-2021, seiring semakin terkendalinya pandemi Covid-19 dan meningkatnya aktivitas masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski terus membaik, perekonomian Indonesia pada triwulan I-2021 diperkirakan masih berada pada fase resesi. Pemerintah optimistis perekonomian Indonesia akan meninggalkan fase resesi pada triwulan II-2021, seiring semakin terkendalinya pandemi Covid-19 dan meningkatnya aktivitas masyarakat.
Dalam Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021, yang disiarkan secara virtual, Selasa (4/5/2021), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2021 berkisar minus 0,6 persen sampai minus 0,9 persen. Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV-2020 yang minus 2,19.
Proyeksi tersebut berlandaskan laju konsumsi masyarakat yang masih rendah meski sudah ada peningkatan.
”Peningkatan belanja pemerintah dan kinerja ekspor menjadi palang untuk menahan pertumbuhan ekonomi agar tidak terkontraksi lebih dalam,” ujar Suharso.
Seiring dengan penanganan pandemi Covid-19 yang makin baik, perekonomian Indonesia diperkirakan mulai tumbuh positif pada triwulan II-2021. Suharso mengatakan, secara umum perkembangan penambahan kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mulai menunjukkan tren penurunan.
Berkaca dari China, lanjut Suharso, dalam satu tahun terakhir ekonomi negara tersebut tumbuh dengan sangat cepat karena keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan penyebaran Covid-19. Proses pemulihan ekonomi di China sudah terjadi sejak triwulan II-2020. Secara angka, pertumbuhan ekonomi China sudah melesat 18,3 persen secara tahunan pada triwulan I-2021.
Suharso pun memastikan bahwa pemerintah akan terus mempercepat target vaksinasi 181,5 juta penduduk untuk dapat mencapai target kekebalan kelompok (herd immunity). Ia pun meminta masyarakat tetap waspada dan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat sehingga kluster baru penyebaran Covid-19 dapat dikurangi.
”Dengan terkendalinya Covid-19, kepercayaan publik terhadap kondisi kesehatan akan meningkat sehingga akhirnya akan mendorong pemulihan ekonomi,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 akan berada pada kisaran minus 0,5 persen hingga minus 1 persen.
”Beberapa indikator yang mendukung prediksi tersebut adalah kinerja penjualan eceran yang masih terkontraksi pada triwulan I-2021. Di samping itu, inflasi inti yang mencerminkan penawaran dan permintaan juga masih tertekan hingga Maret 2021,” kata Faisal.
Selain itu, lanjutnya, konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi juga masih rendah.
Risiko mengintai
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, terdapat risiko dari sisi domestik dan global yang mengintai dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dalam negeri.
Dari sisi global, perubahan kebijakan moneter dan fiskal di negara maju yang perekonomiannya telah pulih akan memicu keluarnya dana asing dari pasar Indonesia sehingga berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Sementara dari sisi domestik, sektor industri masih harus menjaga protokol kesehatan agar pandemi Covid-19 tidak mengganggu stabilitas produksi. Selain itu, teknologi dan perubahan iklim pun dapat memengaruhi dinamika ekonomi dan keuangan negara.
”Sektor industri keuangan di dalam negeri juga harus terus dijaga karena masih dalam posisi untuk mendukung pemulihan,” kata Sri Mulyani.
Untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, Menteri Sri Mulyani pun menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah (pemda) diminta mempercepat penyerapan anggaran.
Proyeksi 2022
Dalam kesempatan tersebut, Suharso juga memaparkan sejumlah indikator utama yang menjadi sasaran pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022, yakni pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,4 persen-6 persen, tingkat pengangguran terbuka 5,5 persen-6,2 persen, dan tingkat kemiskinan 8,5-9,0 persen.
Rasio gini sebagai indikator ketimpangan ekonomi juga akan ditekan sampai 0,376-0,378. Di samping itu, Indeks Pembangunan Manusia ditargetkan mencapai 73,44-73,48 serta level nilai tukar petani 102-104 dan nilai tukar nelayan 102-105.