Kepemilikan investor asing pada SBN masih akan dipengaruhi faktor kasus positif Covid-19 dan upaya penanganan pemerintah terhadap pandemi. Penanganan yang baik menciptakan sentimen positif.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak awal tahun hingga akhir April 2021, investor asing terpantau masih mencatatkan penjualan bersih atau net sell terhadap instrumen surat berharga negara atau SBN. Untungnya, pergerakan stabil imbal hasil obligasi Amerika Serikat dalam beberapa waktu terakhir mulai memberi dampak positif terhadap pasar obligasi dalam negeri.
Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan, tingkat kepemilikan investor asing terhadap SBN Indonesia sejak awal Januari hingga akhir April 2021 masih mencatatkan net sell sebanyak Rp 8,2 triliun.
Pada periode Maret-April 2021, kepemilikan asing terhadap SBN mulai mencatatkan kenaikan mencapai Rp 9,93 triliun dari Rp 951,41 triliun pada Maret 2021 menjadi Rp 961,34 triliun pada April 2021.
Tertekannya SBN di awal tahun lebih dikarenakan faktor eksternal, yakni yieldUS Treasury, bukan disebabkan dari sisi internal.
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Nicodimus Anggi Kristiantoro, menilai penyebab kembali meningkatnya kepemilikan investor asing pada obligasi pemerintah adalah pergerakan imbal hasil US Treasury yang mulai stabil di bawah 1,6 persen.
”Hal ini sekaligus membuktikan bahwa tertekannya SBN di awal tahun lebih dikarenakan faktor eksternal, yakni yield US Treasury, bukan disebabkan dari sisi internal,” katanya saat dihubungi, Selasa (4/5/2021).
Nico menuturkan, peralihan aliran dana asing dari pasar negara berkembang (emerging market) menuju Amerika Serikat pada periode awal tahun dipengaruhi oleh tingginya kenaikan imbal hasil surat utang Pemerintah AS atau US Treasury.
Pada periode Februari hingga Maret 2021, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sempat naik sebanyak 34 basis poin (bps) dari 1,4 persen pada 26 Februari 2021 menjadi 1,74 persen dalam sebulan.
Pada periode yang sama, kenaikan imbal hasil juga sebenarnya diikuti oleh SBN tenor 10 tahun sebanyak 15 bps dari 6,77 persen pada 26 Februari 2021 menjadi 6,92 persen. ”Tapi, kenaikan imbal hasil SBN tenor 10 tahun tidak mampu membendung aliran modal asing keluar dari SBN saat itu,” ujar Nico.
Kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun juga diiringi dengan penurunan kepemilikan investor asing terhadap SBN pada periode Januari-Februari 2021, dari Rp 987,32 triliun menjadi Rp 971,4 triliun. Penurunan kembali terjadi pada bulan berikutnya sebelum kembali naik pada April 2021.
Masih dinamis
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto juga menyebutkan, kendati belakangan relatif stabil, pasar sebenarnya masih sangat dinamis, khususnya pasar global. Oleh karena itu, masih cukup sulit menebak akan seperti apa pergerakan pasar SBN Indonesia ke depan.
”Investor asing ini, kan, gampang sekali keluar-masuk di pasar kita. Jadi, ketika muncul ketidakpastian, pasar akan kembali goyah. Untungnya pasar dalam negeri ini cukup stabil sekalipun eksternalnya cukup volatile. Jadi, koreksi yang terjadi di pasar SBN tidak akan terlalu dalam,” imbuh Ramdhan.
Sementara itu, ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan, dinamika aliran modal asing di pasar SBN masih akan dipengaruhi juga oleh sentimen lonjakan kasus positif Covid-19 secara global yang kembali meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi.
Kekhawatiran tersebut, lanjut Josua, turut berdampak pada perekonomian AS. Menurut dia, hal ini membuat peluang investor asing kembali ke pasar AS masih terbuka sepanjang tahun ini sehingga dapat mengerek naik tingkat imbal hasil obligasi AS.
”Peluang kenaikan imbal hasil US Treasury memang masih terbuka, tetapi tidak akan sebesar pada periode Februari-Maret lalu,” katanya.
Di sisi lain, menurut dia, kondisi pasar SBN di dalam negeri juga bergantung pada sejumlah sentimen domestik, salah satunya upaya pengendalian penyebaran virus korona yang dilakukan Pemerintah Indonesia.
”Apabila pemerintah mampu mengerem angka penyebaran virus korona dengan lebih baik, pemulihan ekonomi di Indonesia akan berjalan lebih cepat dan optimal. Hal tersebut akan mendorong derasnya aliran dana pada pasar obligasi Pemerintah Indonesia,” ujarnya.