Dana menganggur korporasi meningkat tajam selama pandemi. Kondisi ini tecermin dari melonjaknya nilai simpanan pada kelompok rekening bank dengan nominal di atas Rp 5 miliar.
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
Lesunya permintaan barang dan jasa oleh konsumen selama pandemi Covid-19 membuat korporasi-korporasi selaku produsen mengurangi belanja modalnya (capital expenditure). Mereka menurunkan produksinya sehingga kapasitas terpasang tak terpakai maksimal.
Dengan kondisi ini, sudah barang tentu, korporasi juga akan mengerem rencana-rencana ekspansinya. Korporasi yang masih memiliki cadangan dana memilih mendiamkan uangnya ketimbang membelanjakannya untuk investasi.
Dampaknya, dana menganggur korporasi meningkat tajam selama pandemi. Kondisi ini tecermin dari melonjaknya nilai simpanan pada kelompok rekening bank dengan nominal di atas Rp 5 miliar, yang notabene dimiliki korporasi-korporasi skala menengah dan besar.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), total simpanan pada rekening dengan nominal simpanan di atas Rp 5 miliar per akhir Februari 2021 mencapai Rp 3.282,5 triliun, meningkat 13,2 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan simpanan kelompok rekening ini jauh lebih cepat ketimbang simpanan kelompok rekening lainnya.
Kondisi ini membuat porsi simpanan rekening dengan nominal di atas Rp 5 miliar terhadap total dana pihak ketiga (DPK) perbankan cenderung meningkat selama pandemi. Per Februari 2021, porsinya mencapai 48,8 persen, naik dibandingkan dengan periode sama tahun 2020 yang sebesar 47 persen.
Berdasarkan data historis, saat ekonomi melesu, porsi nilai simpanan rekening dengan nominal di atas 5 miliar memang cenderung meningkat. Sebaliknya, porsi nilai simpanan rekening-rekening dengan nominal yang lebih kecil cenderung turun.
Adapun saat perekonomian menggeliat, porsi simpanan rekening dengan nominal di atas Rp 5 miliar akan cenderung menurun dan sebaliknya porsi simpanan rekening dengan nonimal yang lebih kecil akan meningkat.
Perekonomian yang lesu juga membuat permintaan kredit oleh korporasi menurun drastis. Bahkan, dengan dana idle-nya, banyak korporasi yang kemudian melunasi cicilannya ke bank lebih cepat dari tenor yang diakadkan. Tujuannya agar korporasi bersangkutan tak perlu lagi menanggung beban bunga kredit sebagai upaya untuk menekan pengeluaran.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pelunasan kredit pada 2020 meningkat sekitar 60 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Nominal pelunasan kredit selama pandemi rata-rata Rp 200 triliun per bulan. Pelunasan kredit tertinggi terjadi pada April 2020 atau saat pembatasan sosial diterapkan pertama kali untuk meredam penyebaran Covid-19, dengan nominal hampir mencapai Rp 300 triliun.
Pelunasan kredit selama pandemi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan kredit baru yang disalurkan. Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa outstanding credit (total kredit dikurangi pelunasan) mengalami kontraksi secara tahunan sebesar minus 2,15 persen per Februari 2021.
Dorong permintaan
Sejumlah upaya telah dilakukan otoritas dan industri pada sektor keuangan untuk mendorong tingkat konsumsi masyarakat dan menggairahkan kembali bisnis korporasi. Di samping kebijakan makro berupa program restrukturisasi kredit oleh OJK dan injeksi likuiditas ke pasar oleh Bank Indonesia, sejumlah kebijakan mikro juga diberikan, seperti keringanan uang muka kredit properti dan kendaraan bermotor.
Perbankan juga terus menurunkan suku bunga kreditnya seiring penurunan suku bunga acuan BI7DRR Rate. Per Februari 2021, rata-rata suku bunga kredit investasi telah menyentuh level 8,77 persen, sementara bunga kredit modal kerja sebesar 9,17 persen.
Sejak BI7DRR diluncurkan sebagai suku bunga acuan pada Agustus 2016, hingga kini penurunan bunga kredit telah mencapai kisaran 253-277 basis poin, jauh lebih besar dibandingkan dengan total penurunan BI7DRR itu sendiri, yakni 150 basis poin.
Pertanyaannya, apakah berbagai relaksasi kebijakan dan insentif di sektor keuangan tersebut akan serta-merta mendorong tingkat konsumsi masyarakat dan bisnis korporasi? Tentu saja jawabannya akan sangat bergantung pada sejauh mana keberhasilan dalam penanganan Covid-19.
Apabila semua elemen bangsa ini tetap konsisten dan disiplin dalam menekan kasus positif Covid-19, konfiden masyarakat dan dunia usaha akan terus meningkat. Dampaknya, konsumsi masyarakat bakal naik dan bisnis korporasi pun kembali menggeliat.