Jaga Persaingan Sehat, Penetapan Tarif Sewa Kamar Hotel Perlu Diawasi
Untuk menjaga persaingan sehat di industri perhotelan, pemerintah perlu mengawasi penetapan tarif sewa kamar.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan okupansi kamar hotel menyebabkan pengusaha berkompetisi menawarkan tarif rendah untuk menarik wisatawan. Untuk menjaga agar persaingan tetap sehat, pemerintah mesti ikut mengawasi.
Corporate Director of Marketing TAUZIA Hotels Irene Janti saat dihubungi, Selasa (4/5/2021), di Jakarta mengatakan, penurunan harga sewa kamar hotel dilakukan pihaknya secara wajar. Tujuannya agar mutu layanan hotel di seluruh jaringan tetap terjaga.
”Kami menawarkan promosi diskon harga sewa kamar yang bersifat jangka pendek, bukan terus-terusan sepanjang tahun,” ujarnya.
Irene menyampaikan, untuk seluruh jaringan hotel di berbagai kota, perusahaan tetap meminta selalu ada konsultasi penetapan harga sewa. Pengelola hotel di seluruh jaringan diharapkan tetap menjaga keseimbangan kas dan pemenuhan hak karyawan.
Menurut dia, kompetisi menurunkan harga sewa kamar tergantung daerah tempat hotel berdiri. Tingkat kedalaman perang harga pun tergantung daerah bersangkutan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus ikut menjaga agar persaingan tetap sehat.
”Pasar hotel di Jakarta, Bekasi, Bogor, ataupun Bali bisa sangat berbeda. Tingkat harga sewa juga tergantung permintaan pasar di daerah bersangkutan,” kata Irene.
Corporate Regional Manager Omega Hotel Management (OHM) Lukmanul Hakim, secara terpisah, mengatakan, manajemen OHM tidak memungkiri pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah berimbas ke harga sewa kamar per malam.
Semua hotel yang dikelola OHM, mulai dari brand Grand Cordela Hotel, Cordela Hotel, Cordela Inn, Cordex, hingga Alfa Resort, kerap menawarkan promo harga sewa. Dia mengklaim, setiap promo harga yang ditawarkan masih dalam batas kewajaran.
”Tidak semua unit hotel terkena imbas pembatasan kegiatan karena pandemi Covid-19. Cordela Hotel yang berada di Yogyakarta paling terdampak karena kotanya pun sepi,” ujarnya.
Lukmanul menambahkan, harapan OHM ke pemerintah adalah percepatan pemberian vaksinasi Covid-19, khususnya kepada seluruh karyawan hotel. Masyarakat umum juga mesti segera mendapat vaksinasi.
”Tujuannya agar menggairahkan kembali pariwisata, khususnya pariwisata domestik. Kami juga berharap pemerintah punya program kebijakan lain untuk membantu meningkatkan okupansi hotel,” katanya.
Resort Manager Honai Resort Ubud, Gianyar, Bali, I Gusti Ngurah Agus Adi Putra mengatakan, Bali amat bergantung pada kunjungan wisatawan mancanegara ataupun domestik.
Di tengah sepinya kunjungan wisatawan akibat pembatasan sosial, pemeliharaan hotel tetap terus berjalan. Oleh karena itu, mau tidak mau, pemilik hotel, termasuk hotel berskala kecil, masih menyisakan karyawan untuk membantu pemeliharaan.
”Maka, satu-satunya strategi untuk bertahan sekarang adalah banting harga. Ada yang menurunkan harga sampai 80 persen dari harga normal demi meraih pasar seadanya,” ujarnya.
Kamar hotel berskala besar dengan fasilitas mewah bisa dijual dengan diskon besar. Akibatnya, hotel kecil, seperti rumah singgah (homestay), juga harus menurunkan harga sewa. Sebagai gambaran, harga sewa homestay sebelum pandemi Covid-19 berkisar Rp 250.000-Rp 500.000, lalu saat ini, dengan rentang harga sama, konsumen bisa menyewa hotel berskala besar.
Para pengelola hotel kecil di Bali akhirnya memilih menawarkan tinggal lebih lama (long stay). Mereka berusaha mengincar warga luar Bali.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, okupansi kamar tinggal 34 persen atau turun 20 persen poin dibandingkan dengan rata-rata tahun 2019. Tingkat okupansi di bawah 40 persen memberatkan pengusaha karena bisa berdampak ke tarif sewa kamar yang harus diturunkan menjadi 30-40 persen. Pelaku industri perhotelan sekarang mematok harga bawah sehingga bisa bertahan untuk menutup biaya operasional (Kompas, 4/5/2021).
Persaingan sehat
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurohman, secara terpisah berpendapat, pemerintah perlu terlibat untuk menjaga persaingan sehat. Tujuannya agar fenomena banting harga sewa kamar tidak mematikan pelaku usaha berskala kecil.
”Pemerintah dapat memberikan insentif perpajakan kepada mereka. Pemerintah bisa pula membantu mereka mengakses sertifikasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan,” katanya.
Sejalan dengan pemberian kemudahan itu, menurut Rizal, pemerintah mesti semakin aktif menekan penyebaran kasus positif Covid-19. Dengan demikian, pemulihan aktivitas usaha lekas terjadi.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Fadjar Hutomo mengatakan, selama pandemi Covid-19, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan ketentuan relaksasi perpajakan.
Misalnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Coronavirus Disease 2019. Contoh lainnya, penundaan angsuran pokok dan pemberian subsidi bunga untuk kredit usaha mikro dan kecil melalui bank perkreditan rakyat, kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan, serta kredit usaha rakyat.