Pemerataan pembangunan ekonomi perlu terus didorong melalui konektivitas antarwilayah. Konektivitas dapat mendorong distribusi barang dan jasa serta menggerakkan ekonomi wilayah.
Oleh
Brigita Maria Lukita
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konektivitas antardaerah diyakini mampu menekan angka ketimpangan ekonomi daerah-daerah di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah perlu berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan memperhatikan keunggulan wilayah.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengemukakan, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam upaya pemerataan pembangunan ekonomi, antara lain kondisi geografis berupa negara kepulauan. Sebaran penduduk antarwilayah hingga kini belum merata dan perekonomian masih terpusat di Jawa.
Dari Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Indonesia per September 2020 sebesar 270,2 juta jiwa. Sebanyak 56,2 persen penduduk terkonsentrasi di Jawa meski luas Jawa hanya 6,74 persen dari luas wilayah Indonesia. Sementara jumlah penduduk di Maluku dan Papua 3,17 persen dari total penduduk meski luas wilayah mencapai 26 persen dari luas Indonesia.
Pembangunan yang belum merata dan ketimpangan ekonomi antarwilayah juga tecermin dari struktur produk domestik bruto (PDB). Pusat-pusat ekonomi masih terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia. Tahun 2020, kontribusi Pulau Jawa terhadap PDB sebesar 58,75 persen, Sumatera 21,36 persen, sedangkan Maluku dan Papua 2,3 persen. Dampak dari kesenjangan itu adalah pertumbuhan angka kemiskinan, dengan persentase kemiskinan di Papua mencapai 26,8 persen.
”Masih terjadi ketimpangan yang sangat dalam antarprovinsi dan antarwilayah kota dan desa di Indonesia,” kata Suhariyanto dalam peluncuran Data Tabel Inter Regional Input Output (IRIO) 2016, yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik, akhir pekan lalu.
Suhariyanto menilai, data IRIO dapat berkontribusi untuk merekam interaksi ekonomi wilayah, pola penyediaan dan permintaan barang dan jasa, serta sumber pertumbuhan baru antarwilayah yang diperlukan dalam perumusan kebijakan pembangunan berbasis kewilayahan dan pemerataan ekonomi Indonesia.
Data IRIO tahun 2016 yang diluncurkan BPS menampilkan klasifikasi 52 industri di setiap provinsi serta menggambarkan interaksi antarindustri dan antarprovinsi, matriks perdagangan antarwilayah, serta struktur ketergantungan antarsektor dan antarwilayah. Total input dan output yang tercipta pada perekonomian Indonesia pada tahun 2016 tercatat mencapai Rp 23.704,8 triliun.
Konektivitas
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati mengatakan, data IRIO 2016 memperlihatkan bahwa transaksi perdagangan di dalam pulau lebih besar daripada transaksi antarpulau. Produk barang dan jasa yang dihasilkan dari setiap pulau lebih banyak digunakan di pulau tersebut. Ketimpangan distribusi antarpulau perlu disikapi dengan kebijakan pembangunan infrastruktur antarwilayah.
”Sebagian transaksi dilakukan dalam pulau sehingga penting mendorong konektivitas untuk mempercepat transaksi antarpulau dan pemerataan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang menghubungkan antarpulau perlu lebih ditingkatkan,” kata Soelistyowati.
Dicontohkan, transaksi barang dan jasa yang dihasilkan (output) Sumatera mencapai Rp 4.792,48 triliun, dengan rincian sejumlah Rp 3.706 triliun digunakan untuk wilayah Sumatera, Rp 437,36 triliun dikirim ke Jawa, dan Rp 588,4 triliun diekspor.
Sementara Pulau Jawa dengan nilai output barang dan jasa mencapai Rp 14.625 triliun, sekitar 78 persen digunakan sendiri dan selebihnya dikirim ke daerah lain serta untuk ekspor. Ia menambahkan, struktur ekonomi juga kemungkinan akan bergeser sebagai dampak pandemi Covid-19.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menuturkan, hilirisasi sektor-sektor bernilai tambah dan keberagaman sumber daya di setiap wilayah akan menciptakan pola keterkaitan antardaerah, dengan kebijakan suatu provinsi berdampak pada kegiatan ekonomi provinsi lain. Oleh karena itu, diperlukan pemetaan kegiatan ekonomi di setiap daerah, barang jasa, dan permintaannya. IRIO diharapkan menopang kebutuhan data dan informasi tersebut, dan data secara regional itu dapat dimutakhirkan setiap lima tahun.
Saat ini, Sumatera, Jawa, dan Bali memegang kontribusi 81,5 persen terhadap perekonomian Indonesia, sedangkan kawasan timur yang terdiri dari Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan Papua hanya 18,5 persen.
Hilirisasi sektor-sektor bernilai tambah dan keberagaman sumber daya di setiap wilayah akan menciptakan pola keterkaitan antardaerah.
Pada tahun 2040, Indonesia menargetkan terbebas dari kemiskinan akut, diikuti pemerataan pembangunan daerah dengan peran perekonomian di wilayah timur Indonesia di atas 25 persen. Tahun 2045, Indonesia bercita-cita menjadi negara ke-5 terbesar dunia dalam produk domestik bruto, serta keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
”Perencanaan pembangunan 2020-2024 menjadi basis (pencapaian target) tersebut. Pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Indonesia harus didorong lebih tinggi dibandingkan kawasan barat,” katanya.