Peletakan Batu Pertama Pembangunan 300 Rumah di Adonara
Pemerintah mulai melakukan peletakan batu pertama pembangunan 300 rumah bagi warga terdampak badai siklon tropis Seroja di Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Jumat (31/4/2021).
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Peletakan batu pertama menandai dimulainya pembangunan 300 rumah bagi warga terdampak badai siklon tropis Seroja di Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Rumah berukuran 6x6 meter persegi dengan luas per kapling 9x12 meter persegi itu dibangun di tiga kecamatan di Adonara.
Wakil Bupati Flores Timur Agus Payong Boli ketika melakukan peletakan batu pertama di Dusun Kwuko, Desa Oyang Barang, Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara, Flores Timur, Sabtu (1/5/2021), mengatakan, 300 rumah yang dibangun bagi warga terdampak badai Seroja itu terdapat di tiga lokasi. Dusun Kwuko sebanyak 50 unit; di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, sebanyak 200 unit, dan di Desa Nelelamadike, Kecamatan Ile Boleng, sebanyak 50 unit.
Pembangunan rumah itu diperuntukkan bagi korban banjir bandang dan tanah longsor, 3-4 April 2021, yang menjalani relokasi. Di kompleks itu juga dibangun fasilitas umum, seperti posyandu dan PAUD. ”Luas kapling 108 meter persegi bisa dimanfaatkan untuk industri rumahan dan pengembangan rumah,” kata Agus Boli.
Proyek pembangunan rumah dikerjakan PT Adi Karya dengan masa waktu kerja lima bulan. Ia berharap sebelum Natal 2021 atau akhir tahun 2021 rumah-rumah itu sudah bisa ditempati warga yang terdampak. Pihak Adi Karya telah menyatakan kesanggupan menyelesaikan pembangunan 300 rumah itu sesuai masa kontrak, yakni lima bulan.
Status tanah untuk 300 unit rumah sudah dibebaskan pemerintah. Tidak ada lagi persoalan hukum terkait status tanah itu. ”Pemda jamin soal ini. Masyarakat tinggal dengan aman. Jika ada yang mempersoalkan di kemudian hari, berhadapan dengan pemerintah,” kata Agus Boli.
Pembangunan rumah contoh tahan gempa ini melibatkan Politeknik Negeri Kupang. Rumah ini didesain sedemikian rupa sehingga mudah dipahami masyarakat, dengan menggunakan bahan lokal yang mudah didapatkan.
Jumlah korban meninggal di Pulau Adonara sebanyak 68 orang, satu orang dinyatakan hilang sampai hari ini. Sementara rumah rusak berat sebanyak 300 unit, rusak sedang 430 unit, dan rusak ringan 530 unit. Selama masa pembangunan bagi 300 rumah rusak berat, setiap kepala keluarga (KK) berhak mendapatkan dana Rp 500.000 per bulan selama lima bulan ke depan. Dana ini sebagai biaya tinggal selama di rumah anggota keluarga. Rumah rusak sedang mendapat Rp 25 juta per KK dan rusak ringan Rp 10 juta per KK.
Di Kupang, Direktur Direktorat Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Irfan Dwidya Prijambada bertemu Sekretaris Daerah (Sekda) NTT Ben Polo Maing. Pada kesempatan itu, Irfan mengatakan, pada Juli 2021 mahasiswa UGM akan melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di Pulau Sabu. KKN ini untuk membantu recovery kerusakan banguan fisik di Pulau Sabu Raijua akibat badai Seroja.
”Pembangunan rumah contoh tahan gempa ini melibatkan Politeknik Negeri Kupang. Rumah ini didesain sedemikian rupa sehingga mudah dipahami masyarakat, dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang mudah didapatkan. Pemilihan Kabupaten Sabu Raijua karena dampak kerusakan bangunan rumah di kabupaten kepulauan ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan kabupaten lain,” tutur Prof Irfan.
Selain rumah contoh yang murah, UGM juga akan memberi bantuan trauma healing bagi warga Sabu Raijua yang terdampak badai Seroja, terutama anak-anak. Trauma akibat terjangan badai Seroja, 3-5 April 2021, bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak-anak. Mereka perlu dibantu dengan terapi penyembuhan sehingga tidak mengalami gangguan kesehatan di masa depan.
Kehadiran tim UGM di NTT ingin menginisiasi perguruan tinggi di provinsi itu, khususnya perguruan tinggi di Kota Kupang, untuk bekerja sama membantu pemda dan masyarakat agar bisa keluar dari persoalan hidup akibat bencana badai Seroja. Keterlibatan perguruan tinggi dalam masa sulit seperti ini sangat dibutuhkan pemda dan masyarakat.
Ben Polo Maing mengapresiasi tim dari UGM yang siap membantu masyarakat NTT dari sisi pembangunan perumahan dan penyembuhan trauma. Tim ini telah mengunjungi Pulau Adonara di Kabupaten Flores Timur, Lembata, Alor, dan terakhir Sabu Raijua. Kunjungan tim UGM ini guna memastikan seberapa besar kerusakan dan kerugian yang dimbulkan akibat badai siklon tropis Seroja.
”Ini pengabdian dari sebuah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia secara tulus bagi masyarakat NTT. Tim ini juga bisa memberi pemahaman yang tepat bagi masyarakat dalam menghadapi sebuah bencana alam. Mudah-mudahan masyarakat bisa memahami mengapa muncul badai siklon dan cara mengantisipasinya serta bencana lain, seperti longsor dan banjir bandang, juga cara mengatasi itu,” tutur Polo Maing.
Ia berharap kehadiran mahasiswa UGM pada Juli 2021 di Sabu Raijua tidak hanya menyangkut pemulihan dan pembenahan konstruksi, tetapi juga menyangkut perilaku dan peringatan dini masyarakat dalam menghadapi bencana. Tentu bencana apa pun tidak dihadapkan, tetapi masyarakat perlu disiapkan untuk menghadapi kondisi terburuk sehingga bisa mengantisipasi secara dini agar bisa menghindari korban jiwa.
Penjabat Bupati Sabu Raijua Doris Rihi mengatakan, pihaknya sangat mengharapkan kehadiran kegiatan mahasiswa UGM di Sabu Raijua terealisasi. Kabupaten dengan dua pulau, yakni Sabu dan Raijua, yang dikelilingi Laut Sawu itu, butuh dukungan dari berbagai pihak.