Rencana pemerintah memberikan THR kepada menteri dan pimpinan tinggi lembaga dikritik oleh sebagian kalangan. Alokasi THR itu seyogianya dialokasikan ke pos-pos penanganan pandemi untuk kesejahteraan rakyat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan seluruh aparatur sipil negara dan pejabat negara akan menerima tunjangan hari raya Lebaran. Kebijakan ini berbeda dengan kebijakan pemerintah pada tahun lalu ketika pemberian THR dikecualikan bagi pejabat pimpinan tinggi. Pengamat kebijakan publik pun mengkritik rencana pemberian THR bagi pejabat pimpinan tinggi tersebut.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/4/2021), mengatakan, besaran THR tahun 2021 ini akan tetap sama seperti dalam aturan tahun sebelumnya. Adapun THR terdiri dari gaji pokok dan tunjangan yang melekat, seperti tunjangan istri/suami dan tunjangan jabatan, tanpa tunjangan kinerja.
Tahun ini, semua ASN, anggota TNI-Polri, termasuk mereka yang di posisi setara pejabat pimpinan tinggi, akan menerima THR.
Namun, lanjut Tjahjo, ada perbedaan dalam pemberian THR tahun ini. Tahun 2020, pejabat pimpinan tinggi tidak mendapatkan THR. Sedangkan tahun ini, semua ASN, anggota TNI-Polri, termasuk mereka yang di posisi setara pejabat pimpinan tinggi, akan menerima THR.
”Menteri, pejabat eselon I, kepala daerah dan wakilnya, anggota DPR, hakim, serta lainnya, tahun ini dapat (THR) semua,” ujar Tjahjo.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memastikan bahwa ia telah menandatangani Peraturan Pemerintah terkait THR Tahun 2021 kepada PNS, Prajurit TNI, Anggota Polri, Pegawai Non-PNS, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan, pada 28 April 2021. Dalam aturan tersebut, seluruh ASN ataupun anggota TNI-Polri serta pensiunan akan menerima THR kurang dari 10 hari sebelum Lebaran atau H-10. Selain itu, gaji ke-13 juga akan diberikan menjelang tahun ajaran baru sekolah.
Saat ditanyakan mengenai apa pertimbangan pemerintah akhirnya memberikan THR kepada pejabat pimpinan tinggi, menurut Tjahjo, hal tersebut lebih tepat ditanyakan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. ”Menteri Keuangan yang tahu,” ucapnya.
Di tengah situasi pandemi dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih defisit, kebijakan pemberian THR kepada pejabat pimpinan tinggi, bahkan pejabat negara setara menteri, tidak tepat.
Kebijakan tidak tepat
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, menilai, di tengah situasi pandemi dan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih defisit, kebijakan pemberian THR kepada pejabat pimpinan tinggi, bahkan pejabat negara setara menteri, tidak tepat. Gaji mereka setiap bulan, menurut dia, terbilang sudah tinggi.
”Saya pikir kalau pemerintah dalam kondisi seperti ini, THR untuk pimpinan tinggi itu enggak perlu, lha. Nah, masak yang gajinya tinggi begitu masih mau dapat (THR) juga,” ujar Roy.
Roy berpandangan, lebih baik pejabat pimpinan tinggi, pejabat negara, kepala daerah, hingga anggota DPR bersikap bahkan berlaku prihatin di tengah situasi bangsa saat ini. Alokasi THR itu dapat dialokasikan ke pos-pos penanganan pandemi untuk kesejahteraan rakyat, seperti tunjangan sosial ke masyarakat yang saat ini sangat membutuhkan.
”Jadi, khusus untuk pandemi, lebih prihatin, lha. Pemerintah lebih menunjukkan sikap prihatin, bahkan perilaku prihatin, dalam pengelolaan anggaran, terutama untuk pejabat tingginya, enggak perlu (THR). Menurut saya, kebijakannya bisa disamakan dengan tahun lalu,” kata Roy.