Tingkat konsumsi rumah tangga domestik akan membaik seiring dengan implementasi program pemulihan ekonomi nasional.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/Benny Dwi Koestanto
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Petugas kasir melayani pembayaran pengunjung dari balik sekat pembatas transparan di hipermarket di kawasan BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (27/3/2021). Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di sepanjang tahun 2021 akan mencapai 4,4 persen setelah tahun sebelumnnya terkontraksi 2,1 persen. Pemulihan ekonomi ini bergantung pada efektivitas program pengendalian Covid-19 dan kemampuan pemerintah memanfaatkan momentum kebangkitan pasar global.
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Indonesia akan kembali tumbuh positif tahun ini setelah tumbuh minus 2,07 persen pada 2020. Pemulihan ditditopang stimulus fiskal dalam program pemulihan ekonomi nasional.
Upaya pemerintah membuka kegiatan ekonomi secara bertahap mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB), perekonomian Indonesia akan tumbuh 4,5 persen pada 2021 dan menjadi 5 persen pada 2022.
ADB Country Director untuk Indonesia Winfried Wicklein dalam paparan secara dalam jaringan, Rabu (28/4/2021), menyampaikan, konsumsi rumah tangga domestik akan membaik seiring dengan implementasi program pemulihan ekonomi nasional.
Upaya penanggulangan pandemi yang dilakukan sejak tahun lalu dan berlanjut pada tahun ini akan mendorong pertumbuhan konsumsi domestik yang akan berimbas juga pada pemulihan sektor manufaktur. Pemulihan sektor manufaktur dan perdagangan akan memberikan dampak positif untuk pertumbuhan ekonomi domestik.
”Dengan pulihnya perdagangan, kebangkitan sektor manufaktur, dan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besar untuk 2021, ADB memperkirakan Indonesia akan kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi tahun ini,” kata Wicklein.
ADB menilai, Indonesia mampu melewati krisis akibat pandemi pada 2020 dengan baik akibat respons dan koordinasi yang kuat antar-pemangku kebijakan. Pengalaman dan pembelajaran dari tahun sebelumnya akan meringankan upaya pemerintah dalam mengimplementasikan program pemulihan ekonomi tahun ini.
Dengan pulihnya perdagangan, kebangkitan sektor manufaktur, dan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besar untuk 2021, ADB memperkirakan Indonesia akan kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Wicklein menambahkan, sejumlah sektor ekonomi akan kembali beroperasi seiring program vaksinasi Covid-19 yang berlanjut. Pembukaan berbagai sektor ekonomi secara bertahap juga akan berdampak pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
”Sejalan dengan pemulihan ekonomi dan pemulihan daya beli masyarakat, ADB memperkirakan inflasi akan meningkat menjadi 2,4 persen pada 2021 dan menjadi 2,8 persen pada 2022,” katanya.
Kendati konsumsi masyarakat diproyeksi pulih secara bertahap, penyaluran kredit perbankan diperkirakan masih akan tertekan. Itu karena ketidakpastian masih tinggi akibat sentimen investasi tahun ini yang masih lemah. Investasi diharapkan kembali meningkat tahun depan bersamaan dengan perbaikan prospek ekonomi.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan 0,8 persen produk domestik bruto (PDB) pada 2021, yang didorong peningkatan ekspor, terutama komoditas. Di sisi lain, masih ada beberapa risiko yang membayangi pemulihan ekonomi pada masa mendatang.
”Seiring kenaikan investasi pada tahun depan, volume barang modal impor yang lebih tinggi, seperti mesin dan peralatan, diperkirakan mendorong defisit transaksi berjalan Indonesia,” katanya.
Kompas/Priyombodo
Pengunjung berbelanja buah-buahan di hipermarket di kawasan BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (27/3/2021). Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di sepanjang tahun 2021 akan mencapai 4,4 persen setelah tahun sebelumnnya terkontraksi 2,1 persen. Pemulihan ekonomi ini bergantung pada efektivitas program pengendalian Covid-19 dan kemampuan pemerintah memanfaatkan momentum kebangkitan pasar global.
Kendati konsumsi masyarakat diproyeksi pulih secara bertahap, penyaluran kredit perbankan diperkirakan masih akan tertekan.
Di balik prospek positif ekonomi domestik, Wicklein mengingatkan, masih ada sejumlah risiko global yang akan menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Risiko itu, di antaranya, adalah kemunculan varian baru Covid-19, vaksinasi yang tidak merata, dan risiko pengetatan likuiditas global.
”Sementara di Indonesia, risiko yang akan menghambat pemulihan ekonomi adalah lonjakan kasus Covid-19 selama periode Ramadhan, keterlambatan laju vaksinasi, serta melemahnya pendapatan negara,” ujar Wicklein.
Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior ADB Economic Research and Regional Cooperation Department James Villafuerte memperkirakan pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terkontraksi akibat kenaikan kasus Covid-19 setiap pekan secara signifikan.
”Belum adanya penurunan jumlah kasus baru secara signifikan membuat kebijakan pembukaan sektor ekonomi belum optimal. Sejalan dengan hal ini, pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan negatif,” katanya.
Meski demikian, ia optimistis, seiring program vaksinasi oleh pemerintah, akan ada pembukaan ruang publik secara bertahap di kota-kota besar Indonesia. Hal ini akan sangat berpengaruh positif terhadap percepatan putaran roda perekonomian.
”Hal ini akan memperbaiki perekonomian dan meningkatkan permintaan masyarakat. Di samping itu, kinerja ekspor juga akan menopang perekonomian Indonesia seiring meningkatnya permintaan berbagai komoditas, seperti nikel dan baja,” ujarnya.
Pengaruh
Menanggapi proyeksi ADB tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia, Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean menilai, proyeksi ADB selaras dengan proyeksi CIMB Niaga yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021 terkontraksi negatif 0,5 persen.
Menurut Adrian, ada tiga hal yang akan sangat mempengaruhi laju perekonomian Indonesia. Ketiga hal itu adalah kecepatan implementasi program vaksinasi, stimulus dan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas industri, serta pengentasan hambatan di sisi regulasi.
”Kekhawatiran para pelaku pasar keuangan adalah situasi defisit pada neraca keuangan negara. Di satu sisi, utang negara semakin tinggi. Di sisi lain, pendapatan negara yang makin menurun,” kata Adrian.
Ketiga hal itu adalah kecepatan implementasi program vaksinasi, stimulus dan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas industri, serta pengentasan hambatan di sisi regulasi.
Dalam rilisnya, Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada menyampaikan, pertumbuhan mendapatkan momentum di negara berkembang Asia. ”Tetapi, wabah Covid-19 yang baru menjadi ancaman bagi pemulihan,” katanya.
ADB menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia tahun ini karena peluncuran vaksinasi Covid-19 dan kekuatan permintaan ekspor global. Namun, suplai vaksin dan penanganan pandemi Covid-19, berkaca pada pengalaman India yang kewalahan menghadapi gelombang baru pandemi, mengancam potensi pemulihan ekonomi Asia.
ADB memperkirakan, pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang Asia akan pulih menjadi 7,3 persen tahun ini, berbalik arah dari kontraksi 0,2 persen pada 2020. Proyeksi terbaru ADB juga memperbarui proyeksi pada Desember 2020, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia pada 2021 sebesar 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi Asia didukung pemulihan global yang sehat dan kemajuan awal pada vaksinasi Covid-19.
Akan tetapi, ADB mengingatkan kemungkinan proses pemulihan yang tidak merata di Asia karena sejumlah negara masih berjuang menahan virus dan varian barunya.
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 4,5-5,3 persen secara tahunan.