Konferensi Internasional untuk Meyakinkan Pasar Wisata MICE
Berbagai upaya dilakukan untuk menggairahkan kembali wisata MICE di Tanah Air. Salah satunya lewat konferensi internasional kerja sama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan harian ”Kompas”.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan harian Kompas akan menyelenggarakan konferensi internasional di lima destinasi superprioritas, yakni Borobudur, Toba, Mandalika, Likupang, dan Labuan Bajo. Konferensi internasional secara hibrida itu diharapkan bisa memberikan rasa percaya diri kepada pelaku wisata dan membangkitkan kembali kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE, khususnya di lima destinasi tersebut.
Hal itu disampaikan Direktur Wisata Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran (MICE) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Masruroh dalam konferensi pers secara daring, Rabu (28/4/2021).
Baca juga : Kemenparekraf Sosialisasikan Panduan CHSE untuk Sektor MICE
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo dan Direktur Bisnis Harian Kompas Lukminto Wibobo.
Masruroh mengatakan, dampak pandemi Covid-19 terhadap wisata MICE di Indonesia memang sangat luar biasa. Itu terlihat dari pembatalan atau penundaan hampir semua kegiatan sepanjang 2020. Tantangan saat ini adalah bagaimana meningkatkan atau mengembalikan kepercayaan pasar untuk kembali mengadakan kegiatan MICE di Indonesia.
Oleh karena itu, konferensi internasional bertajuk ”International Conference on Local Wonders, Economy, and People” tersebut diharapkan bisa berkontribusi efektif untuk menunjukkan kepada pasar, baik nasional maupun internasional, bahwa wisata MICE telah siap di lima destinasi.
Pelibatan ekonomi kreatif lokal diharapkan bisa menstimulus ekonomi daerah. (Masruroh)
Konferensi internasional itu menurut rencana diselenggarakan mulai Juni hingga November 2021. Dimulai dari Borobudur di Jawa Tengah, Toba di Sumatera Utara, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Likupang di Sulawesi Utara, hingga Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Baca juga : Skema Hibrida Menjadi Terobosan Industri MICE
Konferensi akan dilakukan secara hibrida, yakni dengan sistem luring dan daring. Akan hadir narasumber kredibel, baik nasional maupun internasional, yang akan membahas topik-topik secara mendalam dengan berbagai perspektif sehingga menghasilkan informasi yang kredibel dan berimbang dari berbagai sisi.
Selain itu, dalam konferensi dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat itu, akan ada ekshibisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal. ”Pelibatan ekonomi kreatif lokal diharapkan bisa menstimulus ekonomi daerah,” kata Masruroh.
Masruroh menambahkan, untuk memperkenalkan lima destinasi prioritas, juga akan diadakan kompetisi blog yang mengajak masyarakat untuk lebih banyak mengulas tentang lima destinasi tersebut. Pemenang akan mendapat kesempatan berkunjung ke lima destinasi itu.
Menurut Masruroh, Kompas bersama Kemenparekraf telah mempersiapkan konferensi internasional ini sejak akhir tahun 2020. Kemudian, pada 2021, mengidentifikasi tema-tema yang sebaiknya bisa diambil dari lima destinasi superprioritas.
Baca juga : Lima Destinasi Superprioritas Siap Gairahkan Kembali Wisata MICE
”Tema-tema itu sedang dibicarakan intensif dengan pemangku kepentingan di daerah masing-masing. Mengapa demikian, karena kami ingin agar konferensi internasional ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat,” kata Masruroh.
Adi Prinantyo menambahkan, konferensi internasional ini sebagai bagian dari upaya mencari model ideal pariwisata di tengah pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir. Model itu kemudian diharapkan bisa menjadi acuan bagi pelaku kepariwisataan secara luas, juga masyarakat.
Menurut Adi, pandemi telah memukul semua sisi kehidupan manusia, salah satunya dunia pariwisata yang sangat mengandalkan mobilitas dan interaksi manusia.
”Pencegahan penularan Covid-19 celakanya membuat publik mengurangi bepergian, menjaga jarak, dan di rumah saja. Itu menjadi antitesis dari pariwisata yang mengharapkan mobilitas warga,” kata Adi.
Baca juga : Penyelenggaraan MICE Masih Terkendala
Mengutip data Badan Pusat Statistik, tambah Adi, secara kumulatif dari Januari hingga September 2020, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 3,56 juta kunjungan. Jumlah itu turun 70,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019, yakni 12,10 juta kunjungan.
Menurut Adi, seiring bergulirnya waktu, sudah ada geliat kebangkitan pariwisata di sejumlah kawasan.
”Dari pantauan Kompas, akhir 2020, misalnya, wisatawan melewatkan malam tahun baru di hotel-hotel, tentu dengan syarat hotel itu menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kondisi itu tidak terkecuali juga terjadi di lima destinasi superprioritas,” tutur Adi.
Oleh karena itu, konferensi internasional ini menjadi muara perwujudan untuk menjembatani kepentingan penanganan pandemi Covid-19 dengan kepentingan geliat ekonomi di sana.
Baca juga : Wisata MICE Berpotensi Menunjang Pariwisata Bali
Menurut Adi, Kompas pada 2020 telah menjalankan beberapa event nasional secara hibrida, di antaranya Kompas CEO Forum dan Elite Run Borobudur Marathon.
”Berpijak dari dua kegiatan itu, dalam konferensi internasional ini bersama Kemenparekraf, Kompas berupaya optimal menjalankannya di lima destinasi superprioritas,” katanya.
Pengembangan destinasi superprioritas
Masruroh mengatakan, sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024, lima destinasi superprioritas menjadi prioritas dalam pengembangan destinasi, sumber daya manusia, termasuk sektor ekonomi kreatifnya.
Pencegahan penularan Covid-19 celakanya membuat publik mengurangi bepergian, menjaga jarak, dan di rumah saja. Itu menjadi antitesis dari pariwisata yang mengharapkan mobilitas warga. (Adi Prinantyo)
Menurut Masruroh, wisata MICE selama ini banyak dilaksanakan di kota-kota yang sudah mapan (established). Kota-kota itu siap dari sisi akses, misalnya penerbangan langsung, juga venue. Hal itu menjadi tantangan yang harus dipenuhi lima destinasi superprioritas. Namun, karena pandemi, tantangan itu justru membuka kesempatan baru.
Baca juga : Sertifikasi Kebersihan dan Kesehatan Hidupkan Wisata MICE
”Dari berbagai survei diketahui orang akan lebih banyak memilih pertemuan atau perjalanan insentif di tempat-tempat terbuka. Ini tentu keuntungan lima destinasi superprioritas sebagai destinasi MICE,” kata Masruroh.
Kemenparekraf juga melihat lima destinasi superprioritas sudah siap dari penerapan protokol kesehatan serta dukungan berbagai pihak, baik asosiasi pelaku usaha pariwisata maupun pemerintah daerah.
Pada 2021, Kemenparekraf telah melakukan sosialisasi dan simulasi penerapan panduan kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) di lima destinasi.
”Dengan demikian, event MICE tetap bisa dilaksanakan tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang masih harus diutamakan,” kata Masruroh.
Baca juga : Prioritaskan Kenyamanan Wisatawan dan Kemudahan Pelaku Wisata Terapkan Protokol Kesehatan
Berdasarkan catatan Kompas, para pelaku pariwisata juga pemerintah daerah di lima destinasi superprioritas menyatakan siap melaksanakan MICE dengan disiplin pada konsep CHSE.
Di Labuan Bajo, misalnya, menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusa Tenggara Timur Wayan Darmawa, Labuan Bajo merupakan hub pariwisata dan lokasi potensial untuk pariwisata MICE ke depan. Bukan sebagai alternatif, melainkan pilihan utama MICE.
Oleh karena itu, menurut Wayan, pihaknya terus mendorong percepatan sertifikasi CHSE untuk usaha jasa pariwisata. Saat ini baru terdapat 40 sertifikat di NTT, termasuk di Labuan Bajo. Selain itu, pihaknya juga sedang mendorong vaksinasi Covid-19 untuk pelaku pariwisata.
General Manager The Jayakarta Suites Labuan Bajo Reynes Sahadoen mengatakan, dengan adanya sertifikat CHSE, pihaknya semakin percaya diri dalam pelayanan. ”Kami sudah mulai kegiatan MICE sejak tiga bulan terakhir 2020. Tetapi, itu dari pemerintah pusat. Bagi kami, MICE sangat penting. Apalagi, 70 persen pendapatan hotel dari itu,” kata Reynes (Kompas, 23/3/2021).
Baca juga : Memulihkan Sektor Pariwisata
Di Toba, General Manager Hotel JTS Samosir Janter Sidabutar mengatakan, pihaknya sudah mendapat sertifikat CHSE. Namun, saat ini wisata MICE yang mereka layani baru pertemuan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir.
Menurut Janter, penerapan CHSE menjadi napas industri hotel di tengah pandemi. ”Biaya penerapan CHSE tidak murah, tetapi itu harus kami lakukan agar bisa bertahan di tengah pandemi,” katanya (Kompas, 16/2/2021).