Selamat Datang Era Pengamen E-Sawer
Zaman berganti, cara mengamen pun berubah. Di zaman serba digital seperti sekarang, para pengamen pun minta dibayar secara nontunai. Mereka bisa mengamen di jalanan atau sambil duduk manis rumah.
”Semudah itu cara ngamen zaman now!” Begitu kalimat penutup sebuah unggahan akun IG Andivox milik Andi Malewa, pendiri Institut Musik Jalanan yang menaungi sekitar 400 musisi jalanan alias pengamen di beberapa kota.
Akun itu secara lugas menjelaskan tata cara menyawer secara digital atau e-sawer lewat Gopay. Cukup pindai kode respons cepat (QR code), masukan nominal uang yang ingin disawer, dan beri konfirmasi. Sama persis saat kita membayar segelas cappuccino atau sepotong cake yang manis.
Andi Malewa menceritakan, Institut Musik Jalanan (IMJ) mulai berpikir memanfaatkan platform pembayaran elektronik sejak 2019. Ide ini muncul lantaran banyak pemerintah daerah yang melarang masyarakat memberikan uang kepada pengamen. ”Sebagian besar orang memang berpikir musisi jalanan itu pengemis.... Jadi, kami coba menerima sawer dalam bentuk nontunai,” kata Andi, Senin (19/4/2021), di Depok, Jawa Barat.
Tahun itu juga, lanjut Andi, IMJ bekerja sama dengan Gopay. Sekitar 400 anggota IMJ di Jakarta, Semarang, Bandung, dan Yogyakarta mendapat QR code dari Gopay sehingga mereka bisa menerima saweran secara elektronik. Salah satu di antaranya grup musik Nolkmkustik yang sebelum pandemi biasa mengamen di area Nol Kilometer di Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Sebelum tampil, mereka mencetak gambar QR code besar-besar untuk ditaruh di lima titik di dekat tempat mereka mengamen. Penonton tinggal memindai QR code itu dan memberi sawer secara elektronik.
Nolkmkustik juga menyiarkan penampilan mereka secara langsung lewat Instagram atau Youtube. Mereka tinggal meletakkan QR code di pojok layar atau di kolom komentar atau profil. Selain itu, mereka bubuhkan nomor rekening. ”Itu duit bisa jalan terus,” kata vokalis Nolkmkustik, Yudhistira alias Didit, Kamis (22/4/2021).
Penggunaan QR code semakin berkembang ke berbagai sektor sejak Bank Indonesia (BI) meluncurkan sistem pembayaran elektronik berbasis Standar Kode Respons Cepat Indonesia (QRIS) pada 1 Januari 2020. QRIS ini menyatukan QR code beragam layanan penggunaan uang elektronik, antara lain Ovo, Gopay, Linkaja, Dana, dan mobile banking.
Ada sembilan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran BI untuk mengimplementasikan QRIS agar menguatkan sisi penawaran dan permintaan pembayaran. Kelompok-kelompok itu terdiri dari pemerintah daerah, kuliner dan kriya khas daerah, pendidikan keagamaan, pasar tradisional, aparat penegak hukum, warung, perusahaan daerah, pendidikan umum, dan pariwisata, termasuk seniman.
Per 19 Maret 2021, jumlah merchant yang telah memanfaatkan QRIS mencapai 6,55 juta pelaku. Akhir tahun ini, BI menargetkan 12 juta merchant menggunakan QRIS. Posisi jumlah merchant tersebut setara dengan nilai transaksi Rp 1,11 triliun yang naik 80 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
”Agar transformasi digital semakin optimal, BI bermitra dengan lembaga keuangan. Tujuannya, menggenjot transaksi uang elektronik dan perbankan digital. Tahun ini, BI menargetkan transaksi kedua lini digital itu tumbuh 32 persen, masing-masing menjadi Rp 266 triliun dan Rp 32.200 triliun,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat peluncuran Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) secara virtual, awal April.
Pendapatan naik
Seiring dengan pemanfaatan sistem pembayaran digital, pendapatan para musisi yang mengadopsi e-sawer ini meningkat. Nolkmkustik, band jalanan yang punya banyak penggemar, bisa memperoleh uang Rp 1 juta-1,5 juta per hari dari sebelumnya Rp 800.000-an per hari. ”Itu bisa 50 persen tunai dan 50 persen nontunai,” ujar Didit.
Ketika pandemi melanda, mereka tidak bisa lagi tampil di Jalan Malioboro, tapi mereka tetap bisa konser secara streaming lewat media sosial. Berbagai cara mereka lakukan agar konser mereka sukses. Sebelum tampil, mereka janjian dengan penggemar mereka yang jumlahnya ribuan di Instagram dan Youtube. Dengan begitu, mereka merasa diundang dan diperhatikan walaupun lewat streaming.
Agar penonton terdorong memberi sawer, Nolkmkustik rajin menyebut nama-nama penonton yang muncul di kolom komentar. Selain itu, mereka menyanyikan lagu permintaan penonton. Cara ini mirip dengan yang dilakukan grup dangdut pantura di Indramayu atau Cirebon, Jawa Barat, saat tampil streaming.
Tahun lalu di sela-sela pandemi yang menyesakkan antara Mei-Juli 2020, mereka rajin tampil secara streaming. Setiap tampil, mereka bisa mengumpulkan sawer antara Rp 1 juta-2 juta. Sejak September 2020, mereka menjadi penampil dalam acara mingguan secara streaming di HeHa Sky View.
Tidak hanya Nolkmkustik yang pendapatannya membaik lewat sawer nontunai. Andi menceritakan, anggota IMJ rata-rata berpenghasilan Rp 75.000-Rp 150.000 per hari. Setelah memakai pembayaran elektronik penghasilan, mereka naik jadi Rp 300.000
”Kami pernah hitung (pembayaran elektronik) bisa menaikkan penghasilan (musisi jalanan) hingga 200-300 persen. Penonton itu kalau pakai uang tunai akan milih uang yang nominal paling kecil, tetapi kalau cashless mereka bisa kasih Rp 5.000 sampai Rp 20.000 karena tidak ada fisiknya,” tutur Andi.
Pada kondisi sulit seperti sekarang, ngamen dan sawer online menjadi hal yang paling masuk akal untuk dilakukan.
Terobosan ini menyelamatkan para musisi jalanan selama pandemi Covid-19. Mereka setidaknya masih bisa mengamen dari rumah. ”Pada kondisi sulit seperti sekarang, ngamen dan sawer online menjadi hal yang paling masuk akal untuk dilakukan,” tambah Andi yang bertahun-tahun menjadi pengamen jalanan.
Mengamen streaming dengan pembayaran secara elektronik, lanjut Andi, menjadi satu-satunya sumber pendapatan bagi musisi sejak Maret 2020 ketika pembatasan sosial diberlakukan. Pendapatan harian musisi memang turun drastis hinga hanya Rp 50.000. Namun, setidaknya mereka masih punya penghasilan.
Belakangan, para musisi sudah mulai bisa tampil secara fisik di ruang publik. Pendapatan mereka berangsur normal, baik dari apresiasi secara tunai maupun nontunai. Rata-rata penghasilan anggota IMJ sekarang mulai merangkak ke angka Rp 150.000 per hari. Pada akhir pekan bisa Rp 200.000.
Sejak awal 2021, IMJ bekerja sama dengan BI memanfaatkan QRIS yang juga bisa dipakai pengguna Gopay, Ovo, Dana, dan platform dompet digital lainnya. Sebagai proyek awal, pada 30 Maret 2021 sebanyak 110 musisi jalanan anggota IMJ di Yogyakarta bergabung menggunakan QRIS.
Mereka mengantre mengisi formulir pendaftaran dan mengikuti uji pentas di halaman belakang Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Mereka juga menjalani uji tampil di hadapan juri untuk memastikan bahwa mereka penampil profesional. Saat ini, mereka tinggal menunggu pembagian QR code QRIS.
Andi berharap, transaksi QRIS yang tercatat dalam buku tabungan membuat musisi jalanan bisa mengakses fasilitas perbankan lainnya. ”Sekarang saja ada rasa bangga memakai QRIS, karena mendapat pengakuan negara. Selama ini, musisi jalanan dipandang sebelah mata,” tambahnya.
Selamat datang di era pengamen e-sawer.... (DRA/DIM)