Untuk mendongkrak tren konsumsi masyarakat selama Ramadhan, pemerintah menggodok rencana pemberian subsidi ongkos kirim. Namun, subsidi ongkir diharapkan tidak diberikan untuk lapak yang menjual produk impor.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mendongkrak tren konsumsi masyarakat selama Ramadhan, pemerintah menggodok rencana pemberian subsidi ongkos kirim pada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2021. Skema subsidi tersebut harus dipastikan tepat guna untuk menggerakkan belanja produk lokal, alih-alih konsumsi produk impor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (23/4/2021), mengatakan, pemerintah saat ini masih menggodok skema terkait program subsidi ongkos kirim (ongkir) belanja daring itu. Kebijakan itu dibuat untuk menggenjot permintaan dan belanja masyarakat secara daring selama Ramadhan tahun ini.
”Kami sudah bicarakan dengan para platform e-dagang, skemanya sedang disiapkan, dengan mempertimbangkan usulan dari industri retail dan pengelola pasar atau mal,” kata Airlangga dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Pemerintah saat ini masih menggodok skema terkait program subsidi ongkos kirim (ongkir) belanja daring itu. Kebijakan itu dibuat untuk menggenjot permintaan dan belanja masyarakat secara daring selama Ramadhan tahun ini.
Airlangga belum dapat memastikan seperti apa arah kebijakan tersebut. Namun, menurut dia, demi akuntabilitas, kemungkinan besar ada beberapa platform yang akan menanggung sendiri ongkirnya tanpa subsidi dari pemerintah.
”Kami akan lihat mana ongkir yang ditanggung pemerintah, mana yang ditanggung platform. Kami akan umumkan kepada publik langkah-langkah apa yang nanti dilakukan,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menuturkan, finalisasi kebijakan subsidi ongkir untuk mendongkrak pembelian dan menggerakkan usaha ekonomi kreatif akan dirampungkan dua pekan sebelum Lebaran. Kebijakan itu dibuat sebagai kompensasi atas ditiadakannya mudik Lebaran tahun ini.
Keberadaan ongkir selama ini dianggap sebagai beban untuk sektor ekonomi kreatif. Sebab, kerap kali, tarif ongkir bisa lebih mahal daripada harga produk yang dibeli. ”Untuk mendorong permintaan atas produk-produk ekonomi kreatif, pemerintah pun akan membantu dengan memberikan bantuan subsidi ongkir,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, pemerintah harus memastikan skema subsidi itu tepat guna untuk menggerakkan belanja produk lokal, bukan justru meningkatkan konsumsi produk impor. Pemerintah, dengan bekerja sama dengan platform e-dagang, harus mengidentifikasi produk lokal yang dapat dikenakan skema subsidi ongkir.
Subsidi ongkir jangan diberikan untuk lapak yang menjual produk impor. ”Harus bisa diidentifikasi dari sekarang agar tepat sasaran dan tepat guna. Platform pasti mempunyai daftar identitas, mana yang produknya dari industri lokal, mana yang bukan,” katanya.
Subsidi ongkir jangan diberikan untuk lapak yang menjual produk impor. Harus bisa diidentifikasi dari sekarang agar tepat sasaran dan tepat guna.
Tauhid menambahkan, subsidi ini memang ditujukan untuk menyasar belanja masyarakat kelompok menengah-atas, yang selama ini belanjanya tertahan akibat pandemi. Kendati demikian, dampaknya tidak akan terlalu signifikan untuk menggerakkan konsumsi rumah tangga, karena nilai belanjanya yang tidak terlalu besar.
Sementara itu, Airlangga mengatakan, pemerintah memang tengah berusaha untuk menggenjot tingkat konsumsi masyarakat di bulan Ramadhan. Per Maret 2021, tanda-tandanya mulai menunjukkan perbaikan. Belanja juga diperkirakan lebih menguat pada triwulan II-2021.
Bank Indonesia mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat dari level 84 pada Januari 2021 menjadi 85,8 pada Februari 2021 dan 93,4 pada Maret 2021. Indeks Penjualan Ritel (RSI) pada Maret 2021 juga mulai memasuki zona hijau, yaitu pada level 182,3. Pada Januari dan Februari 2021, RSI berada di zona merah, masing-masing pada level 182 dan 177,1.
Menurut Airlangga, berdasarkan Big Data Bank yang menganalisis tingkat belanja nasional dari akumulasi semua nasabah bank yang berbelanja via saluran electronic data capture (kartu debit dan kartu kredit/EDC), ATM, akun virtual, dan kartu uang elektronik, pertumbuhan belanja pada April 2021 naik sebanyak 32,48 persen.
Pemerintah juga mendorong pembayaran tunjangan hari raya (THR) secara utuh pada Lebaran tahun ini untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Menurut Airlangga, pembayaran THR diharapkan bisa mengungkit 1 persen produk domestik bruto.
”Total pembayaran THR dari sektor tenaga kerja (swasta) ataupun aparatur sipil negara, TNI, dan Polri bisa mendekati Rp 150 triliun atau 1 persen dari dana yang akan beredar di publik pada triwulan II-2021,” kata Airlangga.