Proyek Energi Terbarukan Menjanjikan bagi Pemulihan Ekonomi
Ekonomi global terpuruk akibat pandemi Covid-19 sejak 2020. Pemulihan ekonomi bisa dicapai lewat pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan energi terbarukan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek di bidang energi terbarukan di Indonesia cukup menjanjikan bagi pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19. Selain dapat menciptakan lapangan kerja baru, proyek energi terbarukan mendukung capaian target pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Namun, ketergantungan pada batubara diperkirakan masih tinggi dalam beberapa dekade mendatang.
Dalam telekonferensi pers, Senior Patner pada McKinsey & Company Indonesia Khoon Tee Tan mengatakan, proyek energi terbarukan di Indonesia punya peluang besar dalam hal penciptaan lapangan kerja baru. Hal ini sama dengan apa yang terjadi pada saat proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar fosil. Hanya, proyek energi terbarukan punya dampak ganda.
”Seperti halnya pembangunan PLTU, proyek energi terbarukan tentu akan menyerap tenaga kerja baru. Namun, dampak tambahan lainnya adalah proyek energi terbarukan mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca Pemerintah Indonesia,” kata Khoon Tee, Rabu (21/4/2021).
Proyek energi terbarukan tentu akan menyerap tenaga kerja baru. Dampak tambahan lainnya adalah proyek energi terbarukan mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Khoon Tee menambahkan, rencana pemerintah mengonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembangkit energi terbarukan pada lebih dari 2.000 lokasi di wilayah terpencil adalah sebuah rencana yang positif. Penciptaan lapangan kerja baru pada wilayah-wilayah tersebut sekaligus juga menciptakan pemerataan ekonomi di Indonesia. Namun, proyek energi terbarukan di Indonesia tidak akan menghilangkan ketergantungan terhadap batubara dalam waktu cepat.
”Saya perkirakan dalam kurun 10 tahun sampai 15 tahun ke depan batubara di Indonesia masih dominan sebagai sumber energi primer pembangkit listrik. Selain harganya masih paling murah dibanding sumber energi primer lain, terdapat beberapa proyek PLTU dalam masa konstruksi yang memiliki kontrak operasi setidaknya sampai 20 tahun ke depan,” kata Khoon Tee.
Thomas Hansmann, Patner pada McKinsey & Company Indonesia, menambahkan, proyek terkait energi terbarukan lain di Indonesia yang cukup menjanjikan bagi pemulihan ekonomi adalah industri manufaktur kendaraan listrik. Menurut dia, Indonesia berpeluang menjadi pemain terbesar industri manufaktur kendaraan listrik di kawasan ASEAN. Salah satu penyebab utamanya adalah kepemilikan sumber daya nikel yang melimpah di Indonesia.
Proyek terkait energi terbarukan lain di Indonesia yang cukup menjanjikan bagi pemulihan ekonomi adalah industri manufaktur kendaraan listrik.
”Indonesia punya potensi besar sebagai produsen kendaraan listrik sebanyak 2 juta unit per tahun dan produsen baterai kendaraan listrik sebesar 40 gigawatt pada 2030. Apalagi, Indonesia memiliki sumber daya nikel yang menjadi bahan baku utama baterai kendaraan listrik,” kata Thomas.
Agar tercipta pasar atau permintaan kendaraan listrik di dalam negeri, imbuh Thomas, Pemerintah Indonesia perlu memberikan insentif bagi industri kendaraan listrik ataupun bagi pembeli kendaraan listrik. Penciptaan iklim investasi yang menarik bagi investor global juga diperlukan. Indonesia adalah pasar yang besar di kawasan Asia untuk penjualan kendaraan listrik.
Dalam siaran pers, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan bahwa komitmen Indonesia meratifikasi Perjanjian Paris 2015 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akan dijadikan peluang sebagai penciptaan ekonomi baru lewat pemanfaatan energi bersih. Pihaknya bersama Dewan Energi Nasional (DEN) tengah merancang strategi untuk penyempurnaan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Dalam RUEN, peran energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional dinaikkan menjadi 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050. Sementara peran minyak bumi dan batubara dikurangi.
”Indonesia harus bisa mengambil peluang pada masa pandemi Covid-19 ini untuk masuk ke pembangunan ekonomi hijau (green economy) untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Strategi yang disusun harus bervisi jangka panjang dan pelaksanaannya konsisten,” kata Arifin.
Menurut Arifin, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang listrik dari energi terbarukan pada 2025 sebesar 24.000 megawatt atau lebih dari dua kali lipat kapasitas saat ini yang sebesar 10.400 megawatt. Selanjutnya, pada 2035 diharapkan ada penambahan kapasitas terpasang listrik energi terbarukan sebesar 38.000 megawatt dari kapasitas yang ada saat ini. Data pemerintah menunjukkan potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai lebih dari 410.000 megawatt.