Pensiunan BUMN Adukan Restrukturisasi Dana Pensiun Jiwasraya ke Wantimpres
Skema restrukturisasi PT Jiwasraya (Persero) diadukan sejumlah perwakilan Forum Pensiunan BUMN RI Nasabah Jiwasraya kepada Dewan Pertimbangan Presiden. Sebab, skema itu dinilai merugikan.
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa perwakilan pensiunan pegawai badan usaha milik negara atau BUMN mengadukan skema restrukturisasi PT Jiwasraya (Persero) kepada Dewan Pertimbangan Presiden. Skema restrukturisasi tersebut terkait dana pensiun yang dinilai merugikan.
Dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang melibatkan petinggi BUMN itu serta pihak swasta. Badan Pemeriksa Keuangan menyebut kerugian negara berdasarkan penghitungan BPK itu mencapai Rp 16,81 triliun.
Ketua Forum Pensiunan BUMN RI Nasabah Jiwasraya Syahrul Tahir seusai pertemuan dengan Wantimpres, Selasa (20/4/2021), mengatakan, skema restrukturisasi yang diajukan Jiwasraya melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Sebab, setiap perusahaan yang mendaftarkan pengelolaan dana pensiun di Jiwasraya harus membayar top up. PT Sucofindo, misalnya, harus menambahkan Rp 720 miliar. Adapun PT Garuda Indonesia harus menambahkan Rp 1,8 triliun.
Kendati demikian, manfaat yang diterima nasabah, yakni pensiunan karyawan BUMN, dipotong 40 sampai 74 persen yang akan mulai diberlakukan pada akhir Mei 2021. Dicontohkan, dana pensiunan senilai Rp 972.500 akan menjadi Rp 278.324 setelah restrukturisasi.
”Pelanggaran ini kami tidak dapat terima dan ini kejadian pertama kali di Indonesia, bahkan mungkin di dunia. Pihak Jiwasraya melakukan restrukturisasi atau sebetulnya lebih tepat memotong hak para pensiunan,” ucap Syahrul.
Diharapkan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham Jiwasraya menghentikan pelanggaran yang dilakukan tersebut.
Anggota Wantimpres, Soekarwo, seusai pertemuan mengatakan, dana pensiun semestinya menjaga hidup para pensiunan. ”Kemudian, kurang pas di dalam restrukturisasi itu karena ada pemotongan yang terlalu tinggi,” ucapnya.
Soekarwo mengakui, di UU No 11 Tahun 1992 ataupun UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pensiunan semestinya mendapatkan privilese. Dia pun mengatakan akan melanjutkan aspirasi ini kepada Presiden Joko Widodo.