Indonesia Perlu ”Lari” Atasi Ketertinggalan di Budidaya Lobster
Kebijakan penghentian ekspor benih bening lobster perlu segera diikuti dengan penguatan budidaya lobster nasional. Strategi hulu-hilir perlu diterapkan karena Indonesia sudah jauh tertinggal dalam budidaya lobster.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah mengembangkan budidaya lobster membutuhkan percepatan dalam hal pembenahan produksi, logistik, hingga pemasaran. Selama ini keterbatasan teknologi, sumber daya manusia, dan akses pasar menghambat daya saing lobster nasional.
Pada 2021 pemerintah mulai mengembangkan konsep kampung budidaya lobster di Kabupaten Lombok Timur dan akan diperluas ke sentra lain. Dalam Rencana Aksi Budidaya Lobster 2020-2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan merencanakan hasil budidaya lobster tahun ini 2.369 ton, tahun 2022 naik menjadi 4.205 ton, tahun 2023 menjadi 4.965 ton, dan tahun 2024 menjadi 7.220 ton.
Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Nelayan Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Amin Abdullah, Selasa (20/4/2021), budidaya lobster menggeliat lagi sejak pemerintah menghentikan ekspor benih bening lobster November 2020. Pasokan benih lobster meningkat ke pembudidaya.
Namun, pembudidaya belum memperoleh informasi yang cukup terkait rencana pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Amin menambahkan, pengembangan budidaya lobster perlu ditopang kelembagaan pembudidaya, pencatatan, serta pemantauan kegiatan hulu-hilir.
Dengan demikian, kebutuhan benih, hasil produksi, jumlah keramba jaring apung, hingga permintaan pasar lobster hasil budidaya bisa dipetakan dan diketahui lebih jelas.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Dani Setiawan berpendapat, penguatan budidaya lobster di dalam negeri perlu ditopang pemberdayaan nelayan dan pembudidaya rakyat serta skema kemitraan usaha kecil dan besar yang saling menguntungkan. Dukungan infrastruktur, teknologi, permodalan, dan pemetaan pasar dalam dan luar negeri menjadi kunci dalam skenario penguatan budidaya pada jangka pendek dan menengah.
”Kita butuh percepatan dalam implementasi (kebijakan). Sehebat apa pun rencana dan kebijakan pemerintah, jika lemah dalam implementasi, sektor budidaya kita tetap akan jalan di tempat,” katanya.
Pemerintah diminta serius menutup potensi penyelundupan yang semakin besar.
Ia menyoroti celah ekspor ilegal benih lobster karena tingginya permintaan benih oleh Vietnam. Pemerintah diminta berupaya serius menutup potensi penyelundupan yang semakin besar.
”Jika pelarangan ekspor benih lobster dibuat dan tidak ada gangguan atas produksi di Vietnam, dapat diduga bahwa jalur-jalur ekspor ilegal benih lobster terus berlangsung. Hal ini akan percuma bagi keinginan pemerintah membesarkan budidaya di dalam negeri,” kata Dani.
Ekspor benih bening lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) pada 4 Mei 2020. Pemerintah tengah menyusun rancangan revisi terkait Permen KP No 12/2020, antara lain, dengan melarang kembali ekspor benih bening lobster.
Beberapa perubahan yang diatur dalam revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020, antara lain, tentang larangan penangkapan lobster muda dengan ukuran sampai 150 gram. Nelayan hanya diperbolehkan menangkap benih bening lobster dan lobster ukuran dewasa. Kategori ukuran dewasa untuk jenis lobster pasir adalah ukuran karapas lebih dari 6 sentimeter atau berat di atas 150 gram, sedangkan lobster mutiara berukuran karapas di atas 8 sentimeter atau berat di atas 200 gram.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, mengemukakan, revisi Permen KP No 12/2020 perlu sejalan dengan semangat membangun kemandirian usaha pembudidayaan benih lobster di dalam negeri. Meski demikian, penempatan usaha budidaya lobster tetap perlu mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan. Selain itu, pemerintah perlu serius mencegah penyelundupan benih lobster ke luar negeri, memberikan sanksi terhadap pelanggaran.