Indonesia perlu memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi sejumlah negara untuk meningkatkan ekspor. Presiden Joko Widodo meminta sektor otomotif berkontribusi terhadap peningkatan ekspor dan pemulihan ekonomi domestik.
Oleh
M Paschalia Judith J, C anto saptowalyono, FX Laksana AS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai ekspor dan impor Indonesia sepanjang triwulan-I 2021 membuahkan surplus neraca perdagangan yang nilainya lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan Januari-Maret 2020. Bahkan, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2021 melejit dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi dalam rentang waktu 9-10 tahun terakhir.
Meskipun demikian, kinerja tersebut berpotensi tak bersifat jangka panjang jika Indonesia tidak memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi negara mitra dagang dan hilirisasi industri.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan pada triwulan-I 2021 surplus 5,52 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Surplus pada periode sama pada 2019 dan 2020 masing-masing senilai 50 juta dollar AS dan 2,59 juta dollar AS. Surplus tersebut terbentuk dari nilai total ekspor yang sebesar 48,9 miliar dollar AS atau meningkat 17,11 persen dibandingkan dengan periode sama 2020 dan nilai total impor yang sebesar 43,38 miliar dollar AS atau naik 10,76 persen.
Pada Maret 2021, nilai total ekspor Indonesia 18,35 miliar dollar AS atau melonjak 20,31 persen dibandingkan dengan Februari 2021. Nilai impor juga meroket 26,55 persen dari posisi bulan lalu menjadi 16,79 miliar dollar AS. Surplus neraca perdagangan pada Maret 2021 sebesar 1,57 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suhariyanto, Kamis (15/4/2021), mengatakan, ekspor industri pengolahan berkontribusi terhadap ekspor Indonesia. Nilainya pada triwulan I-2021 sebesar 38,95 miliar dollar AS sepanjang triwulan-I 2021 dan melesat 18,06 persen. Impor bahan baku/penolong juga tumbuh 10,16 persen menjadi 32,8 miliar dollar AS dan barang modal meningkat 11,47 persen menjadi 6,53 miliar dollar AS.
Kenaikan ekspor dan impor tersebut menunjukkan geliat aktivitas industri nasional. ”Kinerja ini berpotensi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan-I 2021. Impor barang modal juga akan berdampak pada komponen investasi,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Kinerja ini berpotensi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan-I 2021. Impor barang modal juga akan berdampak pada komponen investasi.
Menurut Suhariyanto, kenaikan ekspor pada triwulan-I 2021 turut dipengaruhi oleh kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit dan batubara. Depresiasi rupiah pada Maret 2020 juga membuat harga komoditas Indonesia lebih kompetitif.
”Selain itu, permintaan dari dunia memengaruhi pergerakan harga dan kinerja ekspor Indonesia pada Maret 2021. Harapannya, pertumbuhan yang tinggi ini berlanjut,” tuturnya.
Negara-negara penopang ekspor Indonesia pada Maret 2021 adalah China, India, AS, Jepang, dan Singapura. Secara berturut-turut, nilai ekspor ke negara-negara tersebut masing-masing sebesar 774,6 juta dollar AS, 519,5 juta dollar AS, 212,6 juta dollar AS, 177,7 juta dollar AS, dan 132 juta dollar AS.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, surplus tersebut tidak bersifat jangka panjang dan tak berkelanjutan. Apabila harga komoditas turun, surplus neraca perdagangan Indonesia berpotensi turun bahkan defisit.
Saat ini perekonomian negara-negara mitra dagang Indonesia, seperti China dan AS, tengah pulih sehingga permintaan terhadap komoditas meningkat, termasuk dari Indonesia. ”Namun, kenaikan harga komoditas dapat mencapai titik jenuhnya. Saya memperkirakan, kinerja ekspor Indonesia sepanjang 2021 lebih baik dibandingkan dengan 2020, tetapi surplusnya menyempit,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Faisal, selain menangkap peluang pemulihan ekonomi sejumlah negara tujuan ekspor, pemerintah mesti menggarap hilirisasi di dalam negeri, seperti di sektor pertambangan dan perkebunan yang selain nikel dan minyak kelapa sawit, untuk dikuatkan dalam rantai manufaktur.
Selain itu, Indonesia juga harus bisa mengoptimalkan perjanjian perdagangan yang sudah diterapkan, khususnya merealisasikan alih teknologi antarnegara dan investasi. Dengan demikian, nilai tambah industri nasional menguat karena disokong teknologi tinggi.
Untuk menjaga kinerja perdagangan Indonesia, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, Indonesia mesti bekerja keras, semakin agresif, dan produktif dalam memanfaatkan momentum yang ada di pasar internasional.
”Dengan demikian, perdagangan bisa diandalkan menjadi motor percepatan pemulihan ekonomi dari sisi kinerja sektor-sektor yang berorientasi pada ekspor dan kemampuan dalam meringankan beban defisit anggaran,” ujarnya.
Shinta menekankan, kinerja impor Indonesia masih dibayangi ketidakpastian karena bergantung pada pemulihan konsumsi masyarakat. Pelaku industri khawatir, konsumsi setelah Ramadhan-Lebaran 2021 akan melambat. Bahkan, terdapat potensi kontraksi konsumsi akibat penciptaan lapangan kerja yang belum optimal sehingga belum bisa menyokong pemulihan daya beli masyarakat.
Industri otomotif
Sementara itu, dalam pembukaan pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis, Presiden Joko Widodo berharap agar industri otomotif nasional segera bangkit untuk menggeliatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan menopang ekspor. IIMS Hybrid ini akan berlangsung pada 15-25 April 2021 di JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Presiden mengatakan, pemerintah telah melonggarkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) guna memicu permintaan pasar. Sejauh ini tingkat pembelian masyarakat terhadap produk otomotif sudah 190 persen.
”Artinya, masyarakat harus inden dahulu untuk membeli kendaraan yang diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif sudah mulai bangkit kembali,” kata Presiden.
Dari sisi suplai, lanjut Presiden, pelaku industri bersama dengan seluruh rantai pasok domestik diharapkan segera bergerak kembali. Industri otomotif merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional. Banyak pelaku usaha terlibat di dalamnya, mulai dari hulu sampai hilir, termasuk usaha kecil dan menengah.
Untuk itu, kebangkitan industri otomotif perlu dipercepat. Selain untuk meningkatkan nilai tambah industri otomotif bagi perekonomian nasional, orientasi paling penting adalah penyerapan tenaga kerja lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Presiden juga berharap pelaku industri otomotif meningkatkan kapasitas produksi dengan meningkatkan pemakaian kandungan lokal. Sejalan dengan itu, pelaku industri otomotif juga diminta tidak sekadar berorientasi pasar domestik, tetapi juga ekspor.
Presiden juga berharap pelaku industri otomotif meningkatkan kapasitas produksi dengan meningkatkan pemakaian kandungan lokal. Sejalan dengan itu, pelaku industri otomotif juga diminta tidak sekadar berorientasi pasar domestik, tetapi juga ekspor.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, permintaan pembelian kendaraan bermotor meningkat setelah ada relaksasi PPnBM. Saat ke Tokyo, Jepang, beberapa waktu lalu, Kementerian Perindustrian juga meminta kepada seluruh produsen agar bersiap di sisi pasokan agar tidak terjadi kesenjangan dengan permintaan.
Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan, permintaan mobil, terutama model-model yang mendapat insentif PPnBM, belakangan ini meningkat di pasar. Ia mencontohkan, pada Maret 2021, surat pemesanan kendaraan (SPK) meningkat di atas 100 persen. Bahkan, ada model tertentu peningkatannya di atas 200 persen.