Lagi, Tak Ada ”THR” bagi Penyedia Jasa ”Open Trip”
Larangan mudik turut berdampak bagi para penyedia jasa open trip wisata di daerah. Pesanan yang biasanya membeludak pada periode libur Ramadhan terancam tak mereka dapatkan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Larangan mudik turut berdampak bagi para penyedia jasa open trip wisata di daerah. Pesanan yang biasanya membeludak pada periode libur Ramadhan terancam tak mereka dapatkan. Seperti halnya tahun lalu, sepertinya mereka harus kembali merelakan ”THR” tahun ini.
Dari awal Ramadhan hingga Jumat (16/4/2021) pagi, Ghufron (33), penyedia jasa open trip ke Taman Nasional (TN) Karimunjawa di Jepara, Jawa Tengah, sudah menerima setidaknya sepuluh panggilan telepon dari pelanggannya. Namun, kesepuluh penelepon tersebut hanya menanyakan kemungkinan mereka berwisata ke TN Karimunjawa pada periode libur Lebaran.
”Ada yang dari Bandung, Tasikmalaya, Jakarta, sama Surabaya. Mereka masih ragu datang. Takut tidak bisa masuk ke Jepara,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Belum ada satu pun dari penelepon tersebut yang memesan jasa open trip Ghufron. Selain karena ada larangan mudik, pengurangan masa cuti bersama Lebaran bagi para pekerja dituding menjadi penyebabnya. Kondisi ini mirip dengan yang dia rasakan pada tahun lalu.
Sebelum pandemi, Ghufron mengaku kerap kebanjiran pesanan open trip pada periode libur Lebaran. Pesanan biasanya datang setelah H+1 Lebaran hingga 3-4 pekan setelah Lebaran.
Pada periode itu, Ghufron bisa berangkat dua kali dalam satu satu pekan ke TN Karimunjawa. Hal itu mengingat Ghufron hanya menyediakan paket wisata untuk tiga hari dua malam dan empat hari tiga malam. Sebagai informasi, untuk sampai ke Kepulauan Karimunjawa, wisatawan harus menyeberang menggunakan kapal feri dengan durasi waktu berkisar 4-5 jam.
”Satu kali perjalanan bisa bawa 34 orang dari beberapa rombongan. Mereka biasanya pesan sebelum puasa, karena kalau telat hotel-hotel pasti penuh,” katanya.
Semenjak TN Karimunjawa dibuka kembali pada November 2020, geliat wisata di sana mulai tumbuh, meski belum normal. Perlahan-lahan Ghufron sudah melayani beberapa rombongan wisata. Dia berharap, Ramadhan tahun ini menjadi puncak kebangkitan tersebut. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.
”Padahal, kami mau mencoba bangkit, tapi kenyataannya malah kembali merangkak. Bahkan, banyak pelaku wisata yang menyerah dan beralih berjualan ikan, berjualan daring, dan kerja di perusahaan,” ujarnya.
Ghufron berharap ada kabar baik setelah perayaan Lebaran tahun ini untuk mendorong kembali aktivitas pariwisata di Karimunjawa. Dia juga berharap ada kebijakan dari pihak pelabuhan untuk mengganti syarat tes antigen untuk menyeberang ke TN Karimunjawa dengan Tes GeNose.
”Selama ini banyak yang keberatan datang ke Karimunjawa karena syarat antigen terlalu mahal. Mungkin dengan diganti syarat tes GeNose akan lebih banyak yang datang,” katanya.
Hal yang sama dialami oleh Agus (37), penyedia jasa tur jeep lava Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta. Kendati wisatawan lokal masih berpotensi datang ke kawasan wisata Merapi saat periode larangan mudik, dia enggan berharap banyak.
”Selama ini andalan kami wisatawan luar kota. Kalau wisatawan lokal sepertinya sudah sering tur lava Merapi pakai mobil jeep kami. Yang luar kota seperti Jakarta atau Surabaya masih sekadar nanya-nanya,” kata anggota Komunitas Jeep Merapi ”Taman Kaliurang” ini.
Hingga kini, belum ada satu pun wisatawan yang memesan jasanya untuk periode libur Lebaran tahun ini. Padahal, sebelum pandemi, komunitasnya kerap kewalahan melayani permintaan. Sebanyak 23 jip yang ada di komunitasnya hampir pasti ludes terpesan.
”Satu jip bisa melayani 3-4 kali tur lava dalam sehari sejak sunrise. Mereka pesan sejak awal-awal Ramadhan seperti sekarang,” ungkapnya.
Naiknya status Gunung Merapi juga turut menjadi penyebabnya selain larangan mudik. Padahal, menurut Agus, aktivitas tur jip di kawasan Gunung Merapi masih relatif aman karena dilakukan pada radius aman, yakni lebih dari 5 kilometer dari puncak.
”Ramadhan tahun lalu sama sekali tidak ada permintaan. Kami baru ada aktivitas lagi November 2020. Kebetulan Desember 2020 Merapi mulai meningkat aktivitasnya. Wisatawan turun lagi," ungkapnya.
Bahkan Agus berani mengklaim wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Merapi masih di bawah 50 persen dari hari normal. Hal ini dia simpulkan dari intensitas jip yang beroperasi setiap pekannya.
Sadar sektor pariwisata sulit untuk diandalkan, banyak anggota Komunitas Jeep Merapi Taman Kaliurang yang akhirnya banting stir ke bidang lain. Dari 23 anggota komunitas ini, tujuh di antaranya sudah menjadi karyawan kantoran.
”Bahkan, di komunitas lain banyak yang sudah menjual jipnya. Sebelumnya pendapatan dari sini bisa menjadi penopang keluarga mereka,” tambah Agus.
THR lenyap
Menurut Wisnu (40), penyedia jasa open trip wisata Bromo, kelebihan pendapatan dari ramainya wisatawan saat libur Ramadhan dianggap sebagai THR. Tahun ini dia sudah memasrahkan THR tersebut lenyap, seperti halnya tahun lalu.
”Dari awal pandemi sampai sekarang masih belum banyak wisatawan. Apalagi saat ada larangan mudik kayak gini. Kalau sebelum pandemi, ramainya wisatawan Ramadhan bisa kita nikmati sebagai THR,” ujar pria yang juga melayani open trip ke tempat wisata lain di Jawa Timur.
Wisnu juga tidak dapat berharap banyak pada wisatawan lokal. Sebab, wisatawan lokal biasanya cenderung memilih berwisata menggunakan kendaraan pribadi ketimbang memakai jasa open trip.
Untuk periode libur Lebaran tahun ini, Wisnu belum mendapatkan satupun pesanan. Hal ini membuatnya memilih untuk berhenti sementara membuka open trip dan beralih berjualan buah-buahan hasil kebunnya di Kota Batu, Jawa Timur.