Pandemi dan Digitalisasi Dorong Transaksi Nontunai
Transaksi melalui anjungan tunai mandiri atau ATM semakin berkurang. Mereka beralih ke ”mobile banking” atau ”internet banking” yang bisa diakses dari genggaman.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mengubah perilaku finansial warga yang melek dunia digital. Salah satunya, transaksi melalui anjungan tunai mandiri atau ATM semakin berkurang. Mereka beralih ke mobile banking atau internet banking yang bisa diakses dari genggaman.
Anissa Dini (26), misalnya, sebelum wabah masih rutin mengunjungi ATM sedikitnya sekali dalam seminggu. Ketika mulai bekerja dari rumah karena pandemi, intensitas ke ATM berkurang. Selama sebulan, dia hanya dua kali ke ATM.
”Selama pandemi ini rasanya memang berkurang banget frekuensi mengambil uang tunai,” kata Nissa, Kamis (15/4/2021).
Selama bekerja dari rumah, Nissa lebih banyak bertransaksi nontunai (cashlees). Pesan makanan lewat aplikasi daring. Begitu juga beli pulsa dan untuk kebutuhan lain. ”Sekarang itu apa-apa pakai OVO, Gopay, Shopeepay,” katanya.
Sebagai nasabah Jenius Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN), Nissa merasa cukup terbantu dengan berbagai fitur di bank itu yang mendukung transaksi cashlees. Jenius punya fitur gratis transfer ke rekening lain, termasuk pengisian OVO dan Gopay. Di samping itu, fitur dream saver juga memungkinkannya untuk menabung sesuai kebutuhan.
Survei Jenius periode Februari-Maret 2021 merekam penurunan penggunaan ATM. Di awal pandemi, 45 persen dari 567 responden bertransaksi melalui ATM. Setahun pandemi berjalan, transaksi melalui ATM turun menjadi 25 persen.
Sebaliknya, transaksi melalui mobile banking justru meningkat dari 71 persen di awal pandemi menjadi 83 persen saat sekarang ini. Posisi berikutnya adalah transaksi melalui internet banking dengan raihan 34 persen dari total responden.
Menurut Digital Banking Businees Product Head BTPN Waasi B Sumintardja, perubahan perilaku finansial juga terasa di Jenius. Selama pandemi, terjadi pergeseran fitur yang sering digunakan.
”Sebelum pandemi, fitur yang sering digunakan itu tarik tunai. Sekarang, terjadi peningkatan pada fitur transfer dan top up dompet digital. Penggunaan fitur Jenius Pay juga banyak dilakukan untuk belanja di berbagai e-dagang,” ujarnya.
Untuk mendukung perubahan itu, Jenius meluncurkan kampanye #lakukandengancaramu. Fitur ini memiliki tiga pilar, yakni #adajenius, #carajenius, dan #barengjenius. #adajenius memungkinkan pengguna untuk membayar tagihan apa pun dalam satu aplikasi.
Melalui #carajenius, pengguna bisa mengatur pengeluaran melalui aplikasi laporan keuangan. Sementara #barengjenius mengajak pengguna dan nonpengguna untuk berkreasi bersama melalui berbagai diskusi menarik seputar finansial.
Pekerja hotel di Bali, Cornelia Napitupulu (26), hanya menaruh uang Rp 50.000 di dompet. Uang itu digunakan untuk biaya parkir, bensin, dan beli air minum. Sementara untuk kebutuhan lainnya, dia bertransaksi melalui mobile banking.
Secara psikologis, dia merasa ada perbedaan ketika memegang uang tunai. Uang tunai, menurut dia, lebih cepat habis. ”Uang Rp 100.000 kalau sudah dipecahin jadi cepat saja habisnya,” katanya.
Sementara itu, karyawan swasta di Jakarta, Monica (28), setiap ke ATM hanya menarik uang tunai Rp 150.000. Itu untuk keperluan seminggu. Uang tersebut digunakan untuk belanja di warung sekitar tempat indekos. Ini karena belum semua warung menerima transaksi nontunai.
Sedikitnya kebutuhan uang tunai bagi Monica tak lepas dari aktivitas finansialnya yang sudah banyak cashless. Ketika belanja di mal atau di toko daring, misalnya, bisa dibayar lewat gawai. ”Paling uang tunai buat beli buah atau iseng bikin sayur sendiri dengan membeli bahannya di tukang sayur dekat tempat tinggal,” ujarnya.
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, Hana (22), menambahkan, transaksi melalui mobile banking lebih mudah. Jika ada keperluan mendesak, mobile banking sangat membantu. Di samping itu, mengambil uang tunai di ATM di tengah pandemi bisa berisiko tertular virus korona.