Para nasabah Jiwasraya menanti komitmen manajemen dan pemerintah dalam menyelesaikan program penyelamatan polis. Manajemen menyatakan, program restrukturisasi telah berjalan dan akan terus dipercepat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suara nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terbelah antara yang menerima dan yang menolak restrukturisasi polis. Penolak restrukturisasi menilai skema yang ditawarkan perusahaan merugikan nasabah. Sementara penerima restrukturisasi tetap mengharapkan komitmen manajemen dalam mengupayakan penyelesaian kasus gagal bayar.
Jiwasraya menawarkan skema pembayaran penuh melalui restrukturisasi polis dengan nilai tunai yang sudah memperhitungkan nilai bunga yang tercatat hingga 31 Desember 2020 sebelum polis dimigrasi ke anak usaha Indonesia Financial Group (IFG), PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
Adapun jadwal proses restrukturisasi Jiwasraya telah dimulai pada Desember 2020. Keseluruhan pemindahan polis dari Jiwasraya ke IFG Life akan dilakukan hingga Oktober 2021.
Saat dikonfirmasi, Rabu (14/4/2021), nasabah produk bancassurance Jiwasraya, Ivander, mengatakan, nasabah membutuhkan komitmen yang tegas dari manajemen Jiwasraya dan pemerintah dalam upaya menyelesaikan program penyelamatan polis.
Saya berharap program restrukturisasi ini dapat menyelesaikan masalah nasabah dengan skema yang tepat. Komitmen (manajemen) akan membawa kepercayaan masyarakat di industri asuransi.
”Meskipun program restrukturisasi hal yang berat bagi nasabah, saya berharap program restrukturisasi ini dapat menyelesaikan masalah nasabah dengan skema yang tepat. Komitmen akan membawa kepercayaan masyarakat di industri asuransi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Forum Nasabah Korban Jiwasraya (FNKJ) Ana Rustiana menolak program restrukturisasi. Sebab, upaya membantu penyelesaian kasus gagal bayar Jiwasraya bukanlah kewajiban nasabah. Selain itu, ia juga menilai opsi restrukturisasi yang diberikan Jiwasraya merugikan nasabah. ”FKNJ telah mengajukan petisi penolakan restrukturisasi. Kami akan terus berupaya agar opsi restrukturisasi dibatalkan,” kata Ana.
Untuk menyelamatkan pemegang polis Jiwasraya, pemerintah menyiapkan dana senilai Rp 26,7 triliun yang berasal dari penyertaan modal negara (PMN) Rp 22 triliun ditambah Rp 4,7 triliun dari fund raising IFG selaku induk holding asuransi.
Sementara itu, hingga Desember 2020, ekuitas negatif Jiwasraya menembus Rp 38,5 triliun. Hal ini membuat dana PMN dan fund raising tidak dapat memenuhi kebutuhan pengembalian dana pemegang polis. Pada program restrukturisasi akan ada penyesuaian manfaat kepada pemegang polis yang mencapai 40 persen.
Sebelumnya, melalui keterangan resmi, Koordinator Juru Bicara Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, R Mahelan Prabantarikso, mengatakan, program restrukturisasi telah berjalan dan akan terus dipercepat.
”Jika tak ada halangan, kami optimistis proses migrasi polis dari Jiwasraya ke IFG Life bisa dilakukan pada 31 Mei 2021 atau bertepatan dengan batas akhir dari waktu yang ditargetkan terkait pelaksanaan program restrukturisasi,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, ia juga meminta maaf karena program tersebut belum bisa memuaskan semua pihak. Oleh karena itu, ia meminta pemegang polis mau mengikutinya karena program ini telah diputuskan bersama dan dinilai menjadi solusi terbaik untuk menghindari kerugian yang lebih besar ke depannya.
Program restrukturisasi polis merupakan program yang diinisiasi oleh pemerintah, yaitu Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan selaku pemegang saham Jiwasraya, guna menyelesaikan sengkarut masalah yang terjadi pada perusahaan selama satu dekade terakhir.
Sekretaris Perusahaan IFG Oktarina D Sistha mengatakan, upaya migrasi polis Jiwasraya bisa dilakukan maksimal mulai Juni 2021, seiring dengan izin operasional yang telah didapat IFG Life dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu (7/4/2021).
Manajemen IFG Life telah menyiapkan sejumlah strategi bisnis. Selain melanjutkan pemberian manfaat polis Jiwasraya yang telah direstrukturisasi, IFG Life juga akan membidik pasar asuransi jiwa, kesehatan, dan pengelolaan dana pensiun di Indonesia.
Pengaduan
Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Agus Fajri Zam mengatakan, pengaduan masyarakat kepada otoritas terhadap industri asuransi didominasi ketidaksesuaian penjualan, terutama terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi (PAYDI) atau unit-linked.
”Secara umum, industri asuransi itu ada di peringkat kedua soal jumlah pengaduan, yang pertama perbankan. Namun, perbankan itu variasinya banyak, sedangkan kalau asuransi saya lihat yang jadi masalah itu-itu saja,” ujar Agus.
Sejak tahun lalu, pengaduan terkait produk asuransi yang dikaitkan investasi meningkat.
Sejak tahun lalu pengaduan terkait PAYDI meningkat. Sepanjang 2020, pengaduan sebanyak 593 layanan konsumen. Adapun selama Januari-Maret 2021, jumlah pengaduan konsumen ke OJK terkait PAYDI sebanyak 273 layanan. Jumlah ini meningkat drastis jika dibandingkan dengan pengaduan terkait PAYDI pada periode 2019 yang hanya 360 layanan.
”Permasalahan dari pengaduan terbagi empat, terbanyak soal ketidaksesuaian penjualan, ada keberatan turunnya nilai investasi, permintaan pengembalian premi yang sudah dibayarkan secara penuh, dan kesulitan klaim,” kata Agus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Togar Pasaribu mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir total nilai klaim yang sudah dibayarkan industri asuransi jiwa sebesar Rp 638,15 triliun.
Pada 2016, klaim yang dibayar industri asuransi jiwa Rp 95,21 triliun, kemudian pada 2017 meningkat menjadi Rp 120,72 triliun, 2018 sebesar Rp 121,35 triliun, 2019 sebesar Rp 149,77 triliun, dan pada 2020 sebesar Rp 151,10 triliun.