BI Siapkan Rp 152,14 Triliun untuk Kebutuhan Ramadhan-Lebaran 2021
Perputaran uang selama Ramadhan-Lebaran 2021 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Namun, ada perbedaan pola perputaran karena larangan mudik dan jumlah tabungan yang dipegang masyarakat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama Ramadhan-Lebaran 2021, Bank Indonesia menyiapkan uang kartal yang nilainya lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut mempertimbangkan meningkatnya pergerakan masyarakat yang berdampak pada perbaikan kondisi ekonomi nasional.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan, penarikan uang kartal dari perbankan pada Ramadhan-Lebaran 2021 sebesar Rp 152,14 triliun atau meningkat 39,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Sebanyak 90,07 persen di antaranya berupa pecahan besar, yakni Rp 50.000 dan Rp 100.000.
Meskipun demikian, jumlah kebutuhan tersebut belum kembali ke posisi pada Ramadhan-Lebaran 2019 yang sebesar Rp 192 triliun. Akibat pandemi Covid-19, penarikan uang kartal selama periode sama pada 2020 sebesar Rp 109,2 triliun.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim, Rabu (14/4/2021), mengatakan, di tengah tren pembayaran digital selama pandemi, masyarakat tetap berminat menyiapkan uang kartal lantaran tradisi yang sudah berlangsung selama Ramadhan-Lebaran. Kenaikan uang kartal pada Ramadhan-Lebaran tahun ini disebabkan oleh tingkat mobilitas masyarakat yang berpengaruh pada perbaikan perekonomian dan potensi percepatan realisasi bantuan sosial tunai.
”Namun, kami juga telah mempertimbangkan kebijakan larangan mudik,” ujarnya dalam telekonferensi pers BI di Jakarta.
Kenaikan uang kartal pada Ramadhan-Lebaran tahun ini disebabkan oleh tingkat mobilitas masyarakat yang berpengaruh pada perbaikan perekonomian dan potensi percepatan realisasi bantuan sosial tunai.
BI mencatat, dari total perkiraan penarikan uang kartal pada Ramadhan-Lebaran 2021, sebanyak 26 persen berada di wilayah kantor pusat BI yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebanyak 39 persen dari total itu di Pulau Jawa yang berada di luar area layanan kantor pusat BI.
Masyarakat dapat menukarkan uangnya melalui perbankan pada 12 April-11 Mei 2021. Ada 4.608 titik layanan penukaran uang yang bekerja sama dengan 107 bank. Jumlah titik layanan tersebut meningkat 23 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurut Marlison, BI tidak melayani penukaran uang masyarakat secara individu, melainkan melalui perbankan lantaran menghindari penumpukan orang yang berpotensi menjadi kluster penularan Covid-19. Berdasarkan tren sebelumnya, layanan penukaran uang kian ramai saat H-14 menjelang Idul Fitri.
Selain itu, BI juga mendorong penggunaan uang pecahan Rp 75.000 edisi HUT Kemerdekaan RI sebagai alat transaksi. Saat ini setiap satu nomor induk kependudukan dapat menukar uang dengan pecahan Rp 75.000 sebanyak 100 bilyet per hari.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, terdapat perbedaan pola perputaran uang pada periode Ramadhan-Lebaran 2021. Transfer (uang) sosial antarkerabat atau antarsaudara di daerah yang berbeda akan tetap berjalan. Namun, perputaran uang yang dibawa sepanjang mudik akan lebih rendah dibandingkan dengan 2019.
”Perputaran uang tersebut biasanya dibelanjakan di area istirahat serta di tujuan mudik untuk membeli makanan, minuman, dan kebutuhan lainnya,” tuturnya saat dihubungi, Rabu.
Transfer (uang) sosial antarkerabat atau antarsaudara di daerah yang berbeda akan tetap berjalan. Namun, perputaran uang yang dibawa sepanjang mudik akan lebih rendah dibandingkan dengan 2019.
Pada Ramadhan-Lebaran tahun ini, lanjutnya, konsumsi masyarakat berpenghasilan kelas menengah ke atas lebih menyokong peredaran uang lantaran masih ada tabungan untuk belanja kebutuhan primer dan sekunder, seperti makanan-minuman dan pakaian. Di sisi lain, konsumsi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah masih mengandalkan bantuan sosial.
Secara makro, dampak konsumsi selama Ramadhan-Lebaran pada perekonomian nasional salah satunya tecermin pada laju inflasi. ”Kalau inflasinya (dibandingkan periode sama tahun sebelumnya) berada di rentang 1,7-2 persen, belanja Ramadhan-Lebaran berdampak pada ekonomi. Tetapi, jika inflasi berada di bawah 1,5 persen, Ramadhan-Lebaran tidak ada efeknya,” katanya.
BI juga terus mendorong masyarakat untuk bertransaksi secara nontunai melalui perbankan digital (digital banking), uang elektronik, dan layanan Standar Kode Respons Cepat Indonesia (QR Code Indonesian Standard/QRIS). Salah satu manfaat transaksi nontunai ini adalah mengurangi peredaran uang palsu.
Marlison menyatakan, tren transaksi digital berpengaruh pada turunnya rasio uang palsu yang ditemukan di tengah masyarakat. Rasio temuan uang palsu sepanjang 2019 dan 2020 secara berturut-turut sebesar 9 lembar di setiap 1 juta lembar dan 5 lembar di setiap 1 juta lembar uang. Per triwulan-I 2021, rasionya 2 lembar di setiap 1 juta lembar uang.
Tren transaksi digital berpengaruh pada turunnya rasio uang palsu yang ditemukan di tengah masyarakat.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, tren transaksi tanpa tatap muka saat ini menjadi momentum donasi dan berbelanja produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan memanfaatkan QRIS. Kantor perwakilan BI di daerah tengah menggencarkannya.
”Contohnya, asosiasi pedagang pempek di Palembang telah memanfaatkan QRIS. Konsumen dapat membeli pempek secara daring dan membayarnya dengan QRIS,” katanya.
Tak hanya QRIS, lanjut Filianingsih, transaksi nontunai dengan kartu kredit juga dapat menjadi andalan selama Ramadhan-Lebaran. Transaksi kartu kredit dapat menjadi bantalan konsumsi.
Oleh sebab itu, BI menurunkan suku bunga maksimal kartu kredit yang semula 2,25 persen per bulan menjadi 2 persen per bulan. Denda keterlambatan pembayaran pun menurun dari 3 persen atau maksimal Rp 150.000 menjadi 1 persen atau maksimal Rp 100.000.