Pemasaran UMKM yang menurun selama pandemi Covid-19 didorong untuk bangkit melalui terobosan pemasaran berbasis teknologi. UMKM perlu meningkatkan daya saing agar bisa bersaing dengan produk jenama luar negeri.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha kecil dan menengah bidang fashion atau mode didorong tumbuh agar bisa bersaing di pasar dalam dan luar negeri, serta menggerakkan roda perekonomian di masa pandemi Covid-19. Kebangkitan peritel lokal perlu didukung kolaborasi industri hulu-hilir dan pemasaran berbasis teknologi.
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah, Rabu (14/4/2021), mengemukakan, masa pandemi Covid-19 telah menghantam hulu-hilir sektor ritel. Sektor ritel tidak bisa berdagang secara luring dan normal, sedangkan tingkat kunjungan pusat belanja menurun.
Akan tetapi, proses bisnis tetap harus berjalan. Salah satu strategi menggerakkan pasar adalah pameran hibrida atau secara daring dan luring. Pameran hibrida ini akan membuka peluang produk-produk jenama Indonesia dipasarkan ke luar negeri. Pasar akan memilih produk yang berkualitas.
”Kita harus bangkitkan produk UMKM agar kelasnya sama dengan (produk) luar negeri. Kita tidak bisa memaksa orang membeli barang jika bahan tidak enak dipakai dan desain kurang menarik,” ujarnya dalam telekonferensi pers Inafashion Smesco Online Expo 2021 di Jakarta.
Salah satu strategi menggerakkan pasar adalah pameran hibrida atau secara daring dan luring. Pameran hibrida ini akan membuka peluang produk-produk jenama Indonesia dipasarkan ke luar negeri.
Pameran berkonsep hibrida, Inafashion Smesco Online Expo 2021, akan berlangsung pada 21-30 April 2021. Pameran yang diselenggarakan Hippindo bekerja sama dengan Smesco Indonesia itu akan melibatkan 200 UMKM meliputi pemasok dan peritel. Targetnya, pameran itu bisa dihadiri 50.000 pengunjung, baik luring maupun daring, melalui laman tradefair.inaproduct.com.
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, pandemi Covid-19 menuntut UMKM segera beradaptasi dan berinovasi untuk bertahan. Platform digital membantu UMKM untuk meneruskan usaha sehingga berkontribusi terhadap perekonomian.
Ekonomi digital Indonesia tergolong terbesar di Asia Tenggara dengan nilai transaksi diperkirakan 135 miliar dollar AS pada 2025 dan pertumbuhan transaksi rata-rata49 persen per tahun. Potensi besar itu harus dimanfaatkan pelaku UMKM dan industri kreatif dengan bergabung dalam platform digital dan mengikuti pameran virtual.
Survei Bank Indonesia pada 2020 menunjukkan, sebanyak 86 persen UMKM mengalami penurunan penjualan, 77 persen arus kas anjlok, 73 persen kesulitan bahan baku, dan 40 persen menutup usaha sementara waktu akibat pandemi Covid-19. Adapun survei Mckinsey 2020 menyebutkan, sebanyak 42 persen UMKM Indonesia menggunakan media sosial dengan platform digital untuk pemasaran selama pandemi, serta terjadi peningkatan 3,1 juta transaksi harian melalui media platform digital dan media sosial.
”Pasar fashion domestik dan ekspor diyakini akan meningkat terus seiring tren dan inovasi pelaku usaha fashion,” kata Hanung.
Direktur Utama Smesco Indonesia Leonard Theosabrata menyatakan, pameran hibrida menjadi salah satu platform dagang berbasis teknologi yang diharapkan menggerakkan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk dapat bersaing di pasar dalam dan luar negeri.
Amankan pasar
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan, pertumbuhan industri tekstil, kulit, dan alas kaki sebesar 15 persen pada 2019, tetapi didominasi oleh barang-barang impor. Pada 2020, industri tersebut menurun drastis akibat pandemi Covid-19 karena pembatasan sosial skala besar dan menurunnya operasional mal.
Untuk mendorong kembali pertumbuhan industri ritel secara daring dan luring, serta pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, diperlukan upaya mengamankan pasar dalam negeri terhadap arus produk-produk impor. Oleh karena itu, produk ritel buatan dalam negeri perlu diperkuat untuk membendung arus impor.
”Pemerintah seharusnya memang mengamankan pasar dalam negeri. Dalam rangka pemulihan ekonomi, serta penjaminan dan pengamanan pasar dalam negeri, kami sedang menjajaki kenaikan tarif bea masuk untuk produk impor fashion. Harapannya, ritel dalam negeri tumbuh dan mendongkrak industri dalam negeri,” kata Elis.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menilai, tren belanja masyarakat berubah selama pandemi Covid-19. Masyarakat cenderung tidak menunggu acara tertentu untuk belanja, melainkan belanja ketika barang dinilai cocok. Hal itu merupakan peluang bagi industri garmen untuk menggarap pasar Indonesia yang besar. Populasi penduduk Indonesia sebesar 280 juta orang selama ini juga dibidik oleh jenama luar negeri.
”Semua peluang harus digarap. Jangan sampai kehilangan momentum dan market besar ini dinikmati jenama-jenama luar negeri,” katanya.