Tingginya konsumsi BBM dalam negeri memaksa Pertamina untuk terus meningkatkan produksi minyak dan mencari sumber cadangan baru. Untuk itu, dibutuhkan penguatan belanja modal yang rasional.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) melipatgandakan belanja modal perusahaan tahun ini hingga 10,7 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 156,2 triliun dengan alokasi 46 persen untuk investasi sektor hulu. Belanja modal perusahaan itu lebih tinggi daripada realisasi tahun lalu yang hanya 4,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 50 triliun. Usaha untuk menaikkan produksi minyak dan gas bumi menjadi salah satu alasan belanja modal ditingkatkan.
Dalam keterangan pers, Selasa (13/4/2021), dari anggaran 10,7 miliar dollar AS tersebut, 46 persen atau hampir 5 miliar dollar AS di antaranya dialokasikan untuk investasi di sektor hulu, yaitu peningkatan produksi migas dan penemuan cadangan baru. Sebesar 36 persen atau 3,8 miliar dollar AS untuk investasi di kilang minyak dan petrokimia. Sisanya untuk pengembangan bisnis lain perusahaan, termasuk pengembangan energi terbarukan.
”Anggaran tersebut menunjukkan optimisme Pertamina yang tinggi untuk tetap tumbuh dan bangkit di tengah pandemi Covid-19. Optimisme tersebut dijalankan dengan melanjutkan proyek atau pengembangan bisnis yang telah ada sebelumnya,” ujar Senior Vice President Corporate Communication and Investor Relations Pertamina Agus Suprijanto.
Dari anggaran 10,7 miliar dollar AS tersebut, 46 persen atau hampir 5 miliar dollar AS adalah untuk investasi di sektor hulu, yaitu peningkatan produksi migas dan penemuan cadangan baru.
Belanja modal perusahaan tersebut, lanjut Agus, untuk mencapai target produksi migas Pertamina, baik dari lapangan yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Adapun target penambahan cadangan migas Pertamina diharapkan bisa menjadi 696 juta barel setara minyak atau hampir empat kali lipat dari cadangan tahun lalu. Pertamina juga telah menuntaskan survei seismik dua dimensi sepanjang 31.000 kilometer pada tahun lalu.
”Di sektor hilir, Pertamina menargetkan volume penjualan bahan bakar minyak naik 12 persen dari tahun lalu. Adapun untuk distribusi gas ditargetkan mencapai 392 miliar british thermal unit (BBTU), termasuk jaringan gas rumah tangga sebanyak 500.000 sambungan,” kata Agus.
Secara terpisah, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, melihat situasi hulu migas Indonesia saat ini, alokasi investasi sektor hulu Pertamina yang dominan sudah tepat. Apalagi, Pertamina mengelola dua blok besar dari kontraktor sebelumnya, yaitu Blok Mahakam di Kalimantan Timur dan Blok Rokan di Riau. Kedua blok tersebut sangat diandalkan dalam produksi gas dan minyak serta membutuhkan investasi yang besar.
Dalam lima tahun terakhir, produksi minyak mentah Indonesia terus menurun. Pada 2016, produksi minyak nasional mencapai 829.000 barel per hari dan merosot menjadi 707.000 barel per hari pada 2020.
”Untuk investasi kilang memang membutuhkan perhatian khusus. Pasalnya, dalam beberapa tahun ke depan, kapasitas kilang domestik perlu dinaikkan seiring dengan meningkatkan konsumsi BBM dalam negeri. Hal ini sudah sejalan dengan apa yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional,” ucap Komaidi.
Dalam lima tahun terakhir, produksi minyak mentah Indonesia terus menurun. Pada 2016, produksi minyak nasional mencapai 829.000 barel per hari dan merosot menjadi 707.000 barel per hari pada 2020. Tahun ini, pemerintah menargetkan angka produksi minyak 705.000 barel per hari. Padahal, konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta barel per hari sehingga kekurangannya harus diimpor.
Pipa gas
Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tetap berfokus pada pengembangan jaringan pipa gas di dalam negeri. Beberapa proyek infrastruktur jaringan pipa gas yang menjadi andalan perusahaan adalah pembangunan pipa minyak Blok Rokan di Riau sepanjang 367 kilometer. Proyek senilai Rp 2,1 triliun ini diharapkan dapat mengalirkan minyak sedikitnya 200.000 barel per hari dan beroperasi pada akhir tahun ini.
”Proyek infrastruktur lainnya yang berpotensi menjadi tulang punggung baru bagi pemanfaatan gas bumi adalah selesainya pembangunan pipa gas transmisi Gresik, Jawa Timur, ke Semarang di Jawa Tengah. Ruas ini ditargetkan dapat merealisasikan kepastian penyaluran pasokan gas bumi di Jawa Tengah. Jaringan pipa transmisi sepanjang 267 kilometer tersebut memiliki kapasitas pengaliran gas maksimal sekitar 400 juta standar kaki kubik per hari,” ujar Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.