Pelaku Usaha Mikro Masih Kekurangan Informasi untuk Jangkau Bantuan Presiden
Pelaku usaha mikro membutuhkan Bantuan Presiden Produktif bagi Usaha Mikro agar roda ekonomi terus berputar.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro masih kekurangan informasi untuk menjangkau Bantuan Presiden Produktif bagi Usaha Mikro. Sementara bantuan ini juga hanya dapat dijangkau lewat pendaftaran secara daring dan belum semua pedagang memahami caranya. Padahal, mereka membutuhkan bantuan tersebut di tengah seretnya omzet akibat pandemi Covid-19.
Ningrum (58), pedagang kaki lima di Ragunan, Jakarta Selatan, sudah mendengar bahwa pemerintah telah menggulirkan dana Bantuan Presiden Produktif bagi Usaha Mikro (BPUM) dari selentingan sesama pedagang dan pengurus warga. Namun, sejak tahun lalu dia belum mengurusnya karena tidak tahu persyaratan dan prosedurnya. Terlebih pendaftaran harus dilakukan secara daring.
”Sebetulnya ada bantuan untuk pelaku usaha (BPUM), tetapi saya tidak mengerti cara mengurusnya. Saya juga bingung kalau daftar online,” kata Ningrum, Selasa (13/4/2021).
Sebetulnya ada bantuan untuk pelaku usaha (BPUM), tetapi saya tidak mengerti cara mengurusnya. Saya juga bingung kalau daftar online. (Ningrum)
Selama pandemi Covid-19 ini omzet yang diperoleh Ningrum seret. Dalam sehari pendapatan paling banyak Rp 100.000, berkurang drastis jika dibandingkan sebelum masa pandemi yang bisa mencapai Rp 500.000 per hari.
Ia berharap pengurus warga atau kelurahan bisa membantunya untuk mendaftar BPUM. Sebab, bantuan akan ia pergunakan untuk modal usaha.
Sejak Juli 2020, dana BPUM telah digulirkan pemerintah dengan sasaran penerima 12 juta pelaku usaha mikro. Setiap pelaku usaha mendapatkan bantuan Rp 2,4 juta untuk memperkuat usahanya.
Tahun 2021 bantuan itu kembali digulirkan. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 15,36 triliun dengan sasaran penerima 12,8 juta pelaku usaha mikro. Setiap pelaku usaha mikro akan menerima bantuan sebesar Rp 1,2 juta. Besaran bantuan kepada pelaku usaha berkurang karena keterbatasan anggaran (Kompas, 7/4/2021).
Thamie (33), pedagang makanan secara daring di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, juga baru berencana mendaftar BPUM. Ia terpancing ikut mendaftar setelah melihat salah satu temannya mendapatkan bantuan tersebut pada awal tahun ini.
Sebelumnya dia tidak mendaftarkan diri sebagai penerima bantuan karena mengira bantuan tersebut hanya untuk pelaku usaha yang memiliki lapak usaha secara fisik. Ternyata, pedagang daring seperti temannya juga bisa mendapatkan bantuan.
”Saya kurang cari tahu informasi. Besok atau lusa mau pergi ke kecamatan untuk minta formulir pendaftaran,” ucap Thamie.
Pendapatannya selama pandemi ini turun 50 persen karena pelanggannya juga terdampak pandemi Covid-19. Karena itu, dia membutuhkan suntikan dana dari bantuan tersebut sebagai tambahan modal usaha.
Dapat bantuan
Di sisi lain, ada juga pelaku usaha mikro yang kekurangan informasi terkait BPUM tetapi tetap memperoleh bantuan. Mereka bisa mendapatkan bantuan itu berkat informasi yang diberikan pengurus warga tempat mereka bermukim.
Yonatan (40), pedagang kaki lima di Tanah Abang, Jakarta Pusat, contohnya, baru mendaftar secara daring setelah mendapatkan informasi adanya BPUM dari pengurus warga dan kelurahan. Ia mengaku mendaftar secara daring pada Oktober 2020.
Yonatan mengaku tidak menemukan kendala berarti saat mendaftar karena ia cukup memahami cara mengoperasikan ponsel pintar. Saat itu ia hanya mengikuti seluruh instruksi pengisian yang ada di laman pendaftaran.
”Isi data diri, usaha, dan kirim bukti foto tempat usaha untuk identifikasi,” ujar Yonatan.
Beberapa pekan setelah mendaftar, Yonatan memperoleh pesan lewat Whatsapp bahwa pencairan bantuan berlangsung di Bank Rakyat Indonesia. Pencairan berlangsung November dan Desember 2020 dengan total bantuan Rp 2.400.000.
Namun, untuk tahun ini, Yonatan mengaku belum mendaftarkan diri kembali sebagai calon penerima BPUM. Ia masih akan mengecek kembali apakah masih diperbolehkan ikut mendaftar lagi atau tidak.
Ada pula Safari (43). Pedagang di Gelora, Jakarta Pusat, ini juga mendapatkan dana BPUM 2020 setelah dibantu pengurus warga mendaftarkan dirinya sebagai calon penerima bantuan. Ketika itu pengurus warga memintanya untuk melengkapi berkas bantuan untuk usaha mikro.
Tanpa bertanya lebih lanjut, dia menyerahkan fotokopi berbagai data diri, keterangan usaha dan lokasi. Setelah proses pendaftaran secara daring selesai, Safari menerima pesan di Whatsapp bahwa dia mendapatkan bantuan Rp 2,4 juta. Pencairan dilakukan di Bank Rakyat Indonesia.
”Saya hanya masukkan berkas yang diminta. Bersyukur saat itu dapat bantuan, untuk tambah modal usaha,” kata Safari.
Pada Februari lalu, Peneliti Senior SMERU Research Institute Asep Suryahadi menyebutkan bahwa program BPUM perlu dievaluasi dan dibenahi.
Dia menyoroti buruknya pendataan usaha mikro dan kecil yang menyebabkan penyaluran bantuan kurang maksimal. ”Program ini belum begitu berhasil menjangkau usaha mikro yang membutuhkan bantuan. Masih banyak yang belum tahu keberadaan program ini atau tidak terdata,” ujarnya (Kompas, 17/2/2021).
Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa memaksimalkan program ini dengan memperbaiki basis data dan sosialisasi ke pelaku UMKM. Program perlu diperluas, tak sekadar membagikan uang tunai untuk modal, tetapi juga program literasi digital agar pelaku UMKM bisa memperluas pasar ke ranah digital.