Dampak Perdagangan Jasa Signifikan pada Industri Nasional
Dengan Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa atau AFAS, Indonesia dapat mengekspor dan mengimpor jasa di lingkup ASEAN. Perdagangan jasa tersebut berpotensi berdampak positif pada daya saing ekonomi nasional.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kontribusi sektor jasa mendominasi rantai produksi dan distribusi produk manufaktur. Oleh sebab itu, pemanfaatan Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa atau AFAS oleh pelaku industri dapat berdampak signifikan pada penguatan produk manufaktur Indonesia.
Pada 3 Februari 2021, DPR RI telah menyetujui ratifikasi AFAS melalui Peraturan Presiden. AFAS meminta setiap negara anggota ASEAN membuka akses pasar minimal 100 subsektor jasa dari 155 subsektor secara keseluruhan.
Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Iskandar Panjaitan memaparkan, berdasarkan data yang dia himpun, rata-rata kontribusi proses manufaktur pada nilai ekonomi suatu produk berkisar 20 persen. Sebanyak 80 persen lainnya berasal dari sektor jasa, baik sebelum maupun sesudah proses produksi.
“Misalnya, jasa desain, penelitian dan pengembangan, logistik, keuangan, pemasaran, dan distribusi,” ujarnya saat sosialisasi yang diadakan secara daring dan temu fisik, Senin (12/4/2021).
Indonesia masih tertinggal dalam perjanjian perdagangan jasa yang saat ini berjumlah 10 perjanjian.
Sayangnya, dia menilai, Indonesia masih tertinggal dalam perjanjian perdagangan jasa yang saat ini berjumlah 10 perjanjian. Dia menyebutkan, Vietnam, Malaysia, dan Thailand memiliki perjanjian perdagangan jasa lebih dari Indonesia, baik dari segi jumlah maupun kualitas.
Padahal, analisis kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman (SWOT) yang dirujuk Kementerian Perdagangan menunjukkan, Indonesia berada di kuadran pertama dalam pemanfaatan AFAS. Kuadran pertama berarti Indonesia memiliki kekuatan dari dalam negeri sekaligus kesempatan di kancah ASEAN maupun global. Oleh sebab itu, Indonesia mesti mengambil langkah agresif.
Perdagangan jasa dapat berupa pasokan lintas batas, contohnya konsultasi kesehatan jarak jauh (telemedicine) serta konsumsi ke luar negeri atau consumption abroad seperti pariwisata. Ada pula yang berbentuk kehadiran komersial, misalnya rumah sakit asing beroperasi di Indonesia, serta pergerakan sumber daya manusia atau SDM (movement of natural persons), seperti seorang dokter asing bekerja di Indonesia.
Iskandar berharap, AFAS mampu mendorong jasa sebagai salah satu sektor unggulan ekspor. Terdapat sejumlah peluang yang dapat dioptimalkan, seperti jasa konstruksi ke Thailand, jasa kesehatan ke Vietnam, jasa distribusi ke Malaysia, serta jasa profesi seperti audit keuangan, rekayasa, dan arsitektur ke Singapura.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai, AFAS dapat membantu Indonesia pulih bersama ASEAN dari pandemi Covid-19. Dia menitikberatkan, Indonesia mesti dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian SDM melalui pemanfaatan AFAS.
Secara spesifik, dia mengharapkan, AFAS mesti sejalan dengan cita-cita industrialisasi Indonesia. “Dengan demikian, pendidikannya mesti selaras. Dalam hal ini, sistem vokasi juga mesti diperkuat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan, perdagangan jasa dapat berdampak signifikan pada perkembangan ekonomi digital nasional karena telekomunikasi menjadi salah satu sektor yang akses pasarnya dibuka dalam AFAS.
Oleh sebab itu, dia berharap pelaku usaha dapat mengoptimalkan AFAS agar dapat menikmati manfaatnya bagi kelangsungan bisnis.
Pembukaan akses pasar melalui AFAS Paket Kesepuluh berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar 30,05 juta dollar AS. Pembukaan pasar jasa dalam bentuk kelonggaran pada partisipasi ekuitas asing (foreiqn equity participation/FEP) berpeluang menaikkan investment stock sebesar 0,03 persen.