Perlu Cara Luar Biasa untuk Capai Target 1 Juta Barel Per Hari
Produksi minyak mentah nasional terus merosot di tengah konsumsi BBM yang terus naik. Target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 akan mustahil dicapai apabila tidak ada terobosan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlu cara yang luar biasa untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030. Selain menggalakkan eksplorasi di dalam negeri, diperlukan insentif fiskal yang menarik untuk mendongkrak investasi hulu minyak dan gas bumi Indonesia. Daya tarik investasi hulu minyak dan gas bumi Indonesia masih di bawah rata-rata global.
Demikian yang mengemuka dalam webinar ”Bending the Production Curve and Transitioning to New Energy Landscape”, Sabtu (10/4/2021), yang diselenggarakan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI).
Hadir sebagai narasumber Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip, serta Ketua IATMI John Hisar Simamora.
Menurut Julius, dari total konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, sekitar 55 persen diperoleh dari impor. Di masa mendatang, konsumsi BBM nasional diperkirakan akan terus meningkat sehingga dibutuhkan peningkatan produksi minyak di dalam negeri. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030.
”Banyak yang bertanya apakah target tersebut mungkin dicapai atau hanya sekadar mimpi? Menurut saya, diperlukan cara yang luar biasa untuk mencapai target-target tersebut. Tidak cukup dengan cara-cara yang biasa,” ujar Julius.
Dari total konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, sekitar 55 persen diperoleh dari impor.
Cara luar biasa tersebut, imbuh Julian, dapat ditempuh dengan memasifkan semua program kerja untuk mencapai hasil maksimal, mempercepat proses kerja dan memperkuat kolaborasi, serta meningkatkan efisiensi operasi. Kemudian, pemberian insentif fiskal yang menarik juga tak bisa diabaikan.
Ia mencontohkan, negara tetangga, seperti Malaysia, yang tidak menerapkan signature bonus dan bagi hasil kontraktor yang mencapai 80 persen.
”Diakui bahwa indeks daya saing investasi industri hulu migas Indonesia masih di bawah rata-rata global, yaitu di angka 2,4. Sementara rata-rata global ada di angka 3,3. Pandemi Covid-19 juga turut menyebabkan investasi hulu migas terhambat,” kata Julius.
Sementara itu, menurut Tutuka, target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 bisa dicapai apabila semua kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas di Indonesia bergerak dengan ambisius dan bekerja dengan cara luar biasa. Target tersebut terbilang berat di tengah konsumsi BBM yang terus meningkat. Meski target bisa dicapai, hal itu belum cukup memenuhi kebutuhan konsumsi BBM nasional yang saat ini sebanyak 1,6 juta barel per hari.
”Bagaimana dengan gas bumi? Kondisinya masih lebih baik (ketimbang minyak). Saat ini, produksi gas kita masih cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik dan gas masih menjadi komoditas ekspor. Tantangannya adalah bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan gas di dalam negeri di tengah infrastruktur yang terbatas,” ujarnya.
Diakui bahwa indeks daya saing investasi industri hulu migas Indonesia masih di bawah rata-rata global, yaitu di angka 2,4. Sementara rata-rata global ada di angka 3,3.
Budiman mengemukakan, bagi Pertamina, pencapaian target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 sangat penting. Pertamina akan berkontribusi untuk mencapai target tersebut.
Beberapa cara yang akan dilakukan Pertamina adalah mencegah penurunan produksi pada lapangan minyak yang sudah ada dan mengoptimalkan pencarian sumber cadangan minyak yang baru. Selain itu, Pertamina juga akan mengoptimalkan penerapan teknologi, seperti metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR).
”Perlu usaha keras untuk menekan biaya produksi, khususnya pada lapangan-lapangan minyak yang sudah berusia tua. Penurunan biaya produksi diperlukan untuk mendukung investasi baru dalam usaha meningkatkan produksi minyak,” ujar Budiman.
Dalam lima tahun terakhir, produksi minyak mentah Indonesia terus menurun. Pada 2016, produksi minyak nasional mencapai 829.000 barel per hari dan merosot menjadi 707.000 barel per hari pada 2020. Tiadanya penemuan sumber cadangan baru dan usia lapangan minyak yang sudah tua menjadi penyebab angka produksi terus menurun.
Dari sisi investasi hulu migas, realisasi investasi pada 2020 tercatat 12,1 miliar dollar AS atau lebih rendah dari realisasi di 2019 lalu yang sebesar 12,9 miliar dollar AS. Tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi investasi hulu migas 17,6 miliar dollar AS.