Para petani tebu di Jawa Barat dan Jawa Timur optimistis hasil panen tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, mereka khawatir harga jual gula tertekan oleh banjir gula di pasaran.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri/Runik Sri Astuti
·4 menit baca
Para petani tebu dan pengelola pabrik gula di sejumlah daerah yakin produksi tebu tahun ini bakal lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, mereka khawatir harga jual dan penyerapan loyo karena pasar telah jenuh, terutama karena rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi.
Di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, luas tanam tebu meningkat. Menurut General Manager Unit Pabrik Gula Tersana Baru, Cirebon, Wisri Mustofa, luas area tebu untuk pabrik sekitar 4.500 hektar tahun ini, lebih luas dibandingkan dengan tahun lalu yang seluas 4.100 hektar. Selain dari Cirebon, sekitar 1.000 hektar lain berasal dari Brebes (Jawa Tengah) dan Kuningan (Jawa Barat).
”Tanaman tebu di Cirebon semakin banyak. Artinya, petani untung,” katanya, Jumat (9/4/2021). Selain itu, program Geray Manteb (Gerakan Ayo Menanam Tebu) dari PT PG Rajawali II diklaim meningkatkan luas area tebu. Lewat program ini, petani bisa mengakses kredit usaha rakyat, termasuk dana sewa lahan.
Wisri optimistis penambahan lahan tebu bisa memasok 3,5 juta kuintal tebu untuk digiling di PG Tersana Baru, akhir Mei 2021. Rendemen tahun ini ditargetkan 7,36 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 6,83 persen. Pihaknya juga telah memperbaiki sejumlah mesin pabrik dan memastikan rendemen ditetapkan sebelum giling, bukan di akhir periode.
Berbagai upaya itu diharapkan meningkatkan minat petani menanam tebu.
Mae Azhar (38), petani tebu di Sindanglaut, mengatakan, petani mulai semangat menanam tebu karena ada program pinjaman untuk sewa lahan dan perawatannya tak serumit komoditas lainnya. ”Tetapi, jangan sampai semangat petani jatuh karena impor gula. Saya yakin harga gula pasti jatuh kalau impor,” katanya.
Pemerintah menerbitkan izin impor 680.000 ton gula dalam bentuk gula mentah (raw sugar) dan gula kristal putih atau gula konsumsi 150.000 ton. Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan mengantisipasi lonjakan harga karena musim giling tebu setelah Idul Fitri (Kompas, 16/3/2021).
Pelonggaran impor gula mentah bagi industri berbasis tebu juga dikhawatirkan membuat pasar banjir gula. Jenuhnya pasar gula menekan harga gula petani dan membuat penyerapannya tersendat. Pada musim giling tahun lalu, sebagian gula petani masih menumpuk bahkan hingga Februari 2021. Padahal, gula biasanya habis terserap di akhir musim giling, yakni pada November tahun berjalan.
Jika situasi itu terjadi lagi, petani akan semakin terpuruk tahun ini. Sebab, kata Azhar, ongkos produksi tebu justru semakin meningkat. Mayoritas petani terpaksa menggunakan pupuk nonsubsidi karena mereka tidak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi. Ongkosnya pun naik dari sebelumnya Rp 3 juta per hektar menjadi Rp 7 juta per hektar. ”Harga gula di petani seharusnya Rp 12.500 per kilogram. Kalau Rp 11.000 ke bawah, petani pasti rugi. Apalagi, ada impor,” ujarnya.
Optimisme soal produksi juga disampaikan sejumlah petani di Jawa Timur. Petani tebu di salah satu sentra produksi gula nasional ini optimistis produksi tebu naik hingga 20 persen tahun ini. Kenaikan itu akan berdampak pada peningkatan utilitas pabrik gula berbasis tebu dan lama masa giling.
Petani tebu di Lumajang yang juga Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PTPN XI Satuki mengatakan, panen diprediksi mulai terjadi pada pertengahan Mei atau awal Juni 2021. Berdasarkan pantauan pertumbuhan tanaman tebu saat ini, pihaknya optimistis hasil panen jauh lebih baik daripada tahun sebelumnya.
Di wilayah perkebunan Pabrik Gula Jatiroto, Lumajang, misalnya, produktivitas tebu diprediksi bisa 1,2 juta ton per hektar, naik dari sebelumnya yang maksimal hanya 1 juta ton per ha.
Optimisme peningkatan produktivitas tebu juga disampaikan Ketua Pelaksana Harian APTRI PTPN XI Sunardi Edy Sukamto setelah melihat kondisi tanaman di Ngawi dan sekitarnya. Pertumbuhan tebu optimal karena kebutuhan airnya relatif terpenuhi. Serangan hama penyakit juga minim.
Menurut Sunardi, petani tidak ”alergi” dengan gula impor asalkan tepat peruntukannya, tepat waktu masuknya, dan tepat kuotanya, serta ketat pengawasannya. Impor gula mentah tak boleh bersamaan dengan masa panen tebu. Peruntukannya juga harus jelas, yakni sebagai bahan baku gula rafinasi untuk industri, serta tidak merembes ke pasar konsumsi.