Produksi Tebu Diprediksi Naik 20 Persen, Pelonggaran Impor Gula Ancam Stabilitas Harga
Petani tebu di Jatim optimistis produksinya naik hingga 20 persen pada musim tebang tahun ini. Pelonggaran regulasi impor gula dikhawatirkan mengancam stabilitas harga gula petani.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI/AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Petani tebu di Jatim optimistis produksinya naik hingga 20 persen pada musim tebang tahun ini. Kenaikan itu akan berdampak pada peningkatan utilitas pabrik gula berbasis tebu dan lama masa giling. Pelonggaran regulasi impor gula dikhawatirkan mengancam stabilitas harga gula petani.
Petani tebu di Lumajang yang juga Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PTPN XI Satuki mengatakan, musim panen diprediksi mulai terjadi pada pertengahan Mei atau awal Juni. Berdasarkan pantauan pertumbuhan tanaman tebu saat ini, pihaknya optimistis hasil panen jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
”Di wilayah perkebunan Pabrik Gula Jatiroto, Lumajang, produktivitas tebu diprediksi bisa mencapai 1,2 juta ton per hektar, naik dari sebelumnya yang maksimal hanya 1 juta ton per ha. Pabrik gula diharapkan tidak terburu-buru memulai masa giling agar masa panen jatuh di musim kemarau sehingga rendemen gula tinggi,” ujar Satuki, Jumat (9/4/2021).
Dengan produktivitas tanaman yang lebih besar, disertai rendemen atau kadar gula yang tinggi, produksi gula kristal putih pabrik gula (PG) berbasis tebu dipastikan meningkat signifikan. Setidaknya, peningkatan produktivitas tanaman tebu berimplikasi menambah utilitas atau kapasitas terpakai PG. Masa operasional giling juga menjadi lebih lama.
Optimisme peningkatan produktivitas tebu juga disampaikan Ketua Pelaksana Harian APTRI PTPN XI Sunardi Edy Sukamto setelah melihat kondisi tanaman di Kabupaten Ngawi dan sekitarnya. Dia memprediksi produksi tebu mencapai 800 kuintal per ha, naik dari sebelumnya 600-700 kuintal per ha.
Meningkatnya produktivitas tanaman tebu disebabkan pertumbuhan yang optimal. Tanaman yang dibudidaya selama 14 bulan ini kebutuhan airnya relatif terpenuhi sepanjang tahun. Serangan hama dan penyakit juga minim. Tinggal menentukan masa panen yang tepat agar bisa diperoleh rendemen tinggi.
”Masa panen tebu idealnya ditentukan oleh Kementerian Pertanian berdasarkan hasil kajian ahli agar diperoleh tingkat kemasakan yang maksimal. Selama ini masa panen ditentukan berdasarkan kapan PG memulai masa giling,” kata Sunardi.
Sunardi mengatakan petani tidak ”alergi” dengan gula impor asalkan tepat peruntukannya, tepat waktu masuknya, dan tepat kuotanya, serta ketat pengawasannya. Impor gula mentah tidak boleh bersamaan dengan masa panen tebu petani. Peruntukannya harus jelas, yakni sebagai bahan baku produksi gula kristal rafinasi (GKR).
Kami berharap pupuk produksi Petrokimia Gresik dapat menjadi andalan untuk mendorong peningkatan produktivitas sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan petani tebu di Jatim sebagai sentra produksi gula nasional.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak juga optimistis, produksi gula pada musim giling 2021 di provinsi ini bisa naik 10-20 persen dari tahun lalu. Bahkan, sampai saat ini stok gula masih sebanyak 200.000 ton, yang 13.000 ton berada di pabrik gula dan selebihnya sudah di tangan pedagang.
Kuota impor ditetapkan berdasarkan kebutuhan riil serta diawasi ketat pemanfaatannya hingga rantai distribusinya. Hal itu untuk memastikan tidak ada rembesan gula rafinasi ke pasar gula konsumsi yang menyebabkan pasokan barang melimpah.
Sesuai hukum pasar, pasokan yang melimpah berpotensi menjatuhkan harga jual gula. Oleh karena itulah, pelonggaran regulasi impor gula mentah dan gula rafinasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 berpotensi mengancam stabilitas harga gula petani.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Jatim realisasi produksi gula kristal putih di Jatim 2020 sebanyak 941.000 ton. Produksi gula itu turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 1,046 juta ton. Meski turun, Jatim masih mengalami surplus produksi karena kebutuhan konsumsi masyarakat hanya 450.000 ton per tahun.
Pendampingan
PT Petrokimia Gresik, anggota holding Pupuk Indonesia, menggelar sosialisasi dan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) program Agro Solution bersama Pabrik Gula (PG) Gempolkrep di Desa Gunungsari, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Rabu (7/4).
Direktur Utama Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, kegiatan itu untuk meningkatkan produktivitas tebu di Jatim yang selama ini menduduki pertingkat tertinggi di Indonesia. ”Namun, faktanya, masih terdapat banyak kendala yang dialami oleh petani sehingga produktivitasnya cenderung menurun,” ujar Dwi Satriyo.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi tebu nasional tahun 2020 mencapai, 2.130.700 ton. Produksi tertinggi berasal dari Jatim, yakni 979.000 ton. Produktivitas tersebut dihasilkan dari perkebunan tebu seluas 420.700 ha, sedangkan di Jatim sendiri luas pertanaman tebu mencapai 182.400 ha.
Kendala itu antara lain terbatasnya pendampingan kepada petani, terbatasnya ketersediaan pupuk subsidi, harga pupuk nonsubsidi yang mahal, sulitnya akses ke lembaga keuangan, harga jual hasil panen yang cenderung turun saat panen raya, serta belum terlindunginya petani dari risiko gagal panen.
Menurut Dwi, program Agro Solution menjadi jawaban mengatasi kendala tersebut. Sebab, dalam program ini, Petrokimia Gresik bekerja sama dengan seluruh pemegang kepentingan di industri gula, memberikan pendampingan intensif kepada petani, menjamin pasokan, mutu, dan harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) serta memfasilitasi pemasaran hasil panen.
Petrokimia Gresik berperan sebagai penjamin penyediaan pupuk nonsubsidi kepada petani binaan PG Gempolkrep. Petani dikenalkan dan diedukasi tentang beragam jenis pupuk nonsubsidi produksi sehingga mereka bisa mendongkrak produktivitas dan kualitas tebu yang dibudidayakan.
Petrokimia Gresik memfasilitasi analisis uji tanah yang dilakukan petugas uji tanah mobile sehingga petani memperoleh rekomendasi pemupukan sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Perusahaan BUMN ini juga menyediakan pestisida untuk pengendalian hama penyakit tanaman melalui anak perusahaan, yakni Petrosida Gresik.
”Kami berharap pupuk produksi Petrokimia Gresik dapat menjadi andalan untuk mendorong peningkatan produktivitas sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan petani tebu di Jatim sebagai sentra produksi gula nasional,” ujar Dwi Satriyo.
Program Agro Solution bersama PG Gempolkrep ini bukan yang pertama dijalankan oleh Petrokimia Gresik. Sebelumnya, program tersebut menyasar petani jagung di Lombok Timur, petani padi di Bojonegoro, dan beberapa petani di Jabar dan Jateng.