Pasar Terapung di Kalsel Mulai Terapkan Pembayaran Digital
Digitalisasi pembayaran mulai diterapkan pada pedagang Pasar Terapung Lok Baintan di Kalimantan Selatan. Dengan sistem itu, transaksi di pasar terapung menjadi lebih mudah, aman, dan sejalan dengan protokol kesehatan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pedagang di Pasar Terapung Lok Baintan, Kalimantan Selatan, mulai menggunakan sistem pembayaran digital. Dengan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS, transaksi perdagangan di pasar terapung diharapkan lebih mudah dan aman serta sejalan dengan protokol kesehatan.
Bank Indonesia bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dan layanan keuangan digital LinkAja melakukan akuisisi QRIS serta memfasilitasi pembukaan akses layanan perbankan kepada 150 pedagang Pasar Terapung Lok Baintan. Pencanangan digitalisasi pembayaran pada pedagang pasar terapung dilakukan di Banjarmasin, Jumat (9/4/2021).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Amanlison Sembiring mengatakan, pihaknya mendorong perluasan inklusi keuangan dan akseptasi pembayaran digital masyarakat di sektor pariwisata melalui pemanfaatan QRIS. Hal itu dilakukan menggandeng Dinas Pariwisata Provinsi Kalsel, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarmasin.
”Digitalisasi pembayaran dapat memberikan kemudahan bertransaksi sekaligus mendukung protokol kesehatan. Harapannya, promosi citra wisata domestik yang aman dan nyaman dapat semakin ditingkatkan, terutama dari sisi kemudahan dan kenyamanan pembayaran,” katanya.
Menurut Amanlison, masih terdapat potensi yang cukup besar untuk perluasan inklusi keuangan di wilayah Kalsel. Tidak hanya pada sektor pariwisata, tetapi juga sektor perekonomian lainnya. Sampai Maret 2021, baru 71.774 pelaku UMKM di Kalsel yang menggunakan atau terdaftar menjadi penjual atau merchant QRIS. Padahal, jumlah UMKM di Kalsel mencapai 461.000,
”Diperlukan kolaborasi dan sinergi untuk mencapai tujuan tercapainya 12 juta merchant QRIS secara nasional pada 2021 serta mendukung program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan Gerakan Bangga Berwisata di Indonesia,” ujarnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi yang hadir secara virtual mengapresiasi sinergi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan di Kalsel. Sinergi dan kolaborasi itu memegang peranan sangat penting dalam rangka perluasan inklusi keuangan.
”Di tengah kondisi pandemi Covid-19, penggunaan QRIS terus disosialisasikan mengingat mekanismenya yang sangat gampang dan memenuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” katanya.
Menurut Rosmaya, Bank Indonesia menargetkan ada 12 juta merchant QRIS di Indonesia pada 2021. Saat ini, jumlahnya baru 6.460.571 merchant QRIS. Dari jumlah tersebut, 85 persen di antaranya adalah merchant mikro dan kecil sehingga penggunaan QRIS betul-betul menyasar semua kalangan masyarakat.
Kebangkitan pariwisata pada masa adaptasi kebiasaan baru pun turut menjadi perhatian Bank Indonesia. Karena itu, penggunaan QRIS juga diimplementasikan di sektor pariwisata. ”Sebagai wisata budaya yang harus dilestarikan, kami meyakini digitalisasi pembayaran di Pasar Terapung Lok Baintan akan mendukung keberlanjutan aktivitas wisata maupun perdagangan,” tuturnya.
Ke depannya, kata Rosmaya, masih perlu perluasan pemahaman atau juga kebiasaan menyangkut digitalisasi pembayaran pada seluruh masyarakat di Kalimantan. ”Kegiatan kali ini diharapkan dapat mengangkat kembali wisata sungai Kalsel ke tingkat nasional. Apalagi, dengan didukung digitalisasi pembayaran semua menjadi mudah dan menyenangkan,” katanya.
Digitalisasi pariwisata
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno dalam sambutan secara virtual menyampaikan apresiasinya terhadap kebijakan BI dalam mendorong implementasi QRIS di sektor pariwisata. Hal itu sejalan dengan protokol kesehatan CHSE atau Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan) di sektor pariwisata.
Menurut Sandiaga, penggunaan QRIS mendorong masyarakat bertransaksi di kawasan wisata tanpa perlu melakukan kontak fisik dan tanpa uang tunai. Saat ini, QRIS sudah mulai terlihat digunakan di berbagai destinasi wisata, tak terkecuali di Kalsel. ”Penggunaan QRIS di pasar terapung dapat menjadi tonggak digitalisasi pariwisata di Kalsel,” ujarnya.
Sandiaga berharap masyarakat lebih memahami inovasi pembayaran tanpa kontak dan tanpa uang tunai di kawasan wisata sehingga tidak perlu khawatir untuk berwisata dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. ”Kami juga mendorong agar pengelola destinasi wisata segera menerapkan QRIS sebagai salah satu cara pembayaran yang higienis, cepat, aman, dan handal,” katanya.
Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal ZA bertekad terus melakukan sosialisasi pembayaran nontunai atau digitalisasi pembayaran bukan hanya di sektor pariwisata, tetapi juga di sektor lain. Adanya transaksi nontunai bisa mengurangi hambatan dalam transaksi konvensial atau tunai pada masa pandemi Covid-19.
”Digitalisasi pembayaran pada para pedagang Pasar Terapung Lok Baintan merupakan ide yang bagus sekali. Tentu saja ini tidak akan berhenti di lokasi pasar terapung saja, tetapi harus terus disosialisasikan agar transaksi keuangan di desa, pasar tradisional, ataupun angkutan umum bisa juga dilaksanakan secara nontunai,” katanya.
Arbainah, pedagang Pasar Terapung Lok Baintan, menyatakan siap menggunakan QRIS dalam berjualan karena pernah menjumpai wisatawan yang bingung mau berbelanja akibat kehabisan uang tunai. ”Kalau sudah pakai QRIS, bayarnya jadi lebih mudah dan cukup lewat handphone,” kata pedagang yang sudah 10 tahun berjualan itu.