Indonesia Menuju Penyempurnaan Digitalisasi Bansos
Digitalisasi penyaluran bansos terus disempurnakan guna menopang pemulihan ekonomi. Sementara IMF memangkas pertumbuhan ekonomi RI dari 4,8 persen menjadi 4,3 persen.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penguatan infrastruktur sistem dan interkoneksi layanan pembayaran secara multikanal menjadi upaya Bank Indonesia mendukung digitalisasi transaksi bantuan sosial atau bansos. Optimalisasi penyaluran dana bansos ini perlu terus ditopang karena masih menjadi salah satu faktor penopang pemulihan ekonomi nasional.
Dalam diskusi virtual rangkaian Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2021, Rabu (7/4/2021), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, digitalisasi sistem pembayaran membantu mempercepat penyaluran bansos secara tepat sasaran.
”Dari sisi digitalisasi sistem pembayaran, BI akan memperkuat keterhubungan antarlayanan di semua kanal pembayaran, mulai dari pengalokasian dana, lalu disalurkan perbankan, hingga sampai ke penerima, dengan mudah, murah, aman, dan handal,” tuturnya.
Pada 2020, pemerintah telah menyalurkan bansos senilai Rp 206 triliun kepada masyarakat terdampak Covid-19 secara elektronik. Tahun ini, lanjut Perry, BI bersama Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga keuangan akan memastikan perluasan kanal penyaluran dana bansos untuk memudahkan masyarakat.
Jika sebelumnya dana bansos hanya bisa disalurkan memakai kartu anjungan tunai mandiri (ATM), kini saluran bansos diperluas. Dana bansos dapat diakses juga dengan cara pemindaian gawai penerima melalui sistem Standar Kode Respons Cepat Indonesia (Quick Response Code Indonesian Standard/QRIS).
”Kini, menerima bansos tidak hanya dengan layanan keuangan tanpa kantor (laku pandai), tetapi juga saluran lain. Kuncinya adalah sinergi. Sesuai instruksi Presiden, tentu BI mendukung melalui digitalisasi sistem pembayaran,” kata Perry.
Dana bansos dapat diakses juga dengan cara pemindaian gawai penerima melalui sistem Standar Kode Respons Cepat Indonesia.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menuturkan, penyaluran bansos digital yang sejak 2017 dilakukan terbatas oleh bank-bank milik negara akan diperluas sehingga penerima manfaat memiliki lebih banyak pilihan layanan.
”Penerima manfaat idealnya bisa memilih layanan keuangan sesuai dengan kebutuhannya dan ketersediannya di sekitar tempat tinggal sehingga proses pencairan bantuan dapat dilakukan dengan mudah,” ujarnya.
Untuk mewujudkan hal ini, lanjut Suharso, dibutuhkan sistem pembayaran inovatif agar bantuan sosial dapat dilaksanakan oleh berbagai layanan keuangan melalui bermacam instrumen transaksi. Teknologi digital perlu dikembangkan untuk mempermudah proses ekspansi bantuan sosial, terutama pada kondisi darurat dan kebencanaan.
”Proses transformasi digital bansos ditargetkan akan rampung pada 2024. Sejak tahun 2020, Bappenas telah memimpin proses koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk membangun peta jalan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, digitalisasi penyaluran bansos dapat memberikan kemudahan dalam distribusi dan memudahkan pemantauan penyaluran kepada penerima manfaat. Transformasi digital penyaluran bansos akan berorientasi pada optimalisasi penggunaan layanan keuangan digital dan kebutuhan penerima manfaat bansos.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara berpendapat, ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk mendorong digitalisasi bansos. Ketiga aspek tersebut adalah perbaikan regulasi, perbaikan tata kelola penyaluran melalui digitalisasi platform, dan perbaikan pengelolaan data dalam penyaluran bansos.
”Pemerintah tidak perlu membangun sistem baru untuk digitalisasi bansos, tetapi dapat bersinergi dengan mengoptimalkan infrastruktur setiap kementerian serta lembaga sehingga lebih efisien dan menghapus kesenjangan yang ada saat ini,” ujarnya.
Atasi ketimpangan
Tahun ini, penyaluran dana bansos masih akan menjadi ”kartu AS” dalam upaya pemulihan ekonomi Indonesia. Digitalisasi di berbagai sektor ekonomi juga terus ditingkatkan Pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan terkait guna semakin menggeliatkan ekonomi.
Upaya ini seiring dengan laporan Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk ”World Economic Outlook: Managing Divergent Recoveries” yang dirilis pada 6 April 2021. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 4,8 persen menjadi 4,3 persen. Keputusan ini berbanding terbalik dengan pandangan IMF atas pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan tumbuh 6 persen, naik dari proyeksi Januari 2021 sebesar 5,5 persen.
Dari sisi fiskal, IMF melihat Indonesia bakal menerapkan kebijakan perpajakan moderat dengan terus meningkatkan belanja sosial dan belanja modal secara jangka menengah.
Meskipun memangkas proyeksi untuk Indonesia, IMF meyakini perekonomian Tanah Air punya peluang untuk tumbuh seperti periode sebelum Covid-19. Hal ini dilandasi asumsi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Dari sisi fiskal, IMF melihat Indonesia bakal menerapkan kebijakan perpajakan moderat dengan terus meningkatkan belanja sosial dan belanja modal secara jangka menengah. Dari sisi moneter, IMF memperkirakan inflasi Indonesia akan terjaga sesuai target inflasi yang telah ditetapkan BI, yaitu 2-4 persen, sehingga penurunan suku bunga acuan akan turut mengungkit pemulihan ekonomi.
IMF juga memperingatkan bahwa ekspansi ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan tidak akan merata. Proses pemulihan ekonomi negara berkembang dan negara miskin diperkirakan akan lebih lambat sehingga ketimpangan ekonomi global akan meningkat. Setiap negara, termasuk Indonesia, perlu mengatasi potensi bertambahnya pengangguran dan kemiskinan.