Masalah pada masa transisi alih kelola Blok Rokan dari Chevron ke Pertamina mesti dituntaskan. Jika tak kunjung tuntas, dikhawatirkan dapat mengganggu produksi minyak mentah di blok tersebut.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alih kelola Blok Rokan di Riau dari PT Chevron Pacific Indonesia kepada PT Pertamina (Persero) masih menyisakan masalah pasokan listrik. Dengan angka produksi minyak mentah sebanyak 160.000 barel per hari, Blok Rokan memerlukan pasokan listrik hingga 400 megawatt dan uap sebanyak 335.000 barel standar per hari.
Masalah tersebut dikhawatirkan memengaruhi produksi minyak saat blok itu dikelola Pertamina.
Menurut Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman, pasokan listrik di Blok Rokan menjadi tulang punggung operasi produksi di blok tersebut. Selama ini, pasokan listrik dan uap dikelola PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) yang menjalin kontrak dengan Chevron. Perusahaan tersebut mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dengan kapasitas 300 megawatt.
”SKK Migas tahu bahwa pembangkit tersebut ditenderkan (dijual kepada penawar tertinggi). Kami juga sudah berdiskusi (dengan pihak Chevron) bahwa pengelola listrik yang paling andal di Indonesia hanya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Kita tunggu saja jalan keluarnya,” kata Fatar dalam webinar ”Pengamanan Aset Negara dan Keberlanjutan Pasokan Listrik di Blok Rokan”, Kamis (8/4/2021).
Dalam skema cost recovery, biaya yang dikeluarkan kontraktor, termasuk untuk pembelian aset operasi, akan diganti oleh negara sehingga aset tersebut menjadi milik negara seiring dengan habisnya masa kontrak kontraktor hulu migas.
PLTGU di Blok Rokan tersebut menjadi polemik, mengenai statusnya sebagai aset negara atau bukan aset negara, dalam skema kontrak kerja sama berdasar biaya produksi yang dipulihkan (cost recovery). Dalam skema cost recovery, biaya yang dikeluarkan kontraktor, termasuk untuk pembelian aset operasi, akan diganti negara sehingga aset tersebut menjadi milik negara seiring dengan masa kontrak kontraktor hulu migas yang berakhir. Namun, kontrak antara MCTN dan Chevron dianggap bukan dari perjanjian skema cost recovery.
”Proses pengambilalihan pembangkit ini jangan sampai mengganggu produksi minyak Blok Rokan. Prosesnya harus dilakukan dengan cara elegan. Kita tunggu saja jalan keluarnya,” ujar Fatar.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis pada PT Pertamina Hulu Energi John Simamora mengatakan, pihaknya sudah sepakat menyerahkan pasokan listrik di Blok Rokan kepada PLN. Namun, apabila PLN belum siap memasok listrik sampai batas penyerahan alih kelola Blok Rokan kepada Pertamina, opsi lain adalah memperpanjang kontrak pasokan listrik dengan MCTN.
”Kami akan mengutamakan keberlangsungan produksi di Blok Rokan. Tentu kita akan perpanjang kontrak pasokan listrik sembari menunggu PLN siap sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan listrik di Blok Rokan,” ujar John.
Sebelumnya, Pertamina dan PLN telah menandatangani surat perjanjian jual beli tenaga listrik dan uap pada Februari 2021. Sesuai perjanjian tersebut, layanan pasokan listrik PLN ke Blok Rokan terbagi menjadi dua, yaitu masa transisi selama tiga tahun dari Agustus 2021 sampai Agustus 2024 dan layanan permanen mulai 8 Agustus 2024 dengan menghubungkan sistem kelistrikan Blok Rokan dengan sistem kelistrikan wilayah Sumatera.
”Pada masa transisi tersebut, PLN akan mengelola pembangkit listrik yang sudah ada di Blok Rokan untuk melistriki seluruh wilayah kerja blok tersebut,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi lewat keterangan resmi.
PLN sangat siap untuk memenuhi kebutuhan listrik Blok Rokan mengingat pada sistem kelistrikan Sumatera terdapat cadangan daya sebesar 2.800 megawatt.
Dari sisi pasokan, lanjut Agung, PLN sangat siap untuk memenuhi kebutuhan listrik Blok Rokan mengingat pada sistem kelistrikan Sumatera terdapat cadangan daya sebesar 2.800 megawatt. Untuk kecukupan pasokan uap, PLN siap membangun steam generator yang andal. Kesiapan tersebut akan memberikan jaminan pasokan listrik tanpa pemadaman untuk operasional Blok Rokan.
Blok Rokan dikelola Chevron sejak 1971 dan kontraknya berakhir pada 8 Agustus 2021. Dengan demikian, Pertamina mulai mengelola Blok Rokan secara penuh pada 9 Agustus mendatang. Sampai dengan 2019, secara akumulasi, minyak mentah yang diproduksikan dari blok tersebut sudah mencapai 12 miliar barel. Produksi Blok Rokan pernah mencapai puncaknya, yakni 1,2 juta barel per hari pada 1980-an, tetapi produksinya terus menyusut.