Tak Punya Insinerator Besar, Pemusnahan Jahe Impor Bertahap
Pemusnahan jahe impor yang tidak menenuhi persyaratan perkarantinaan terus berlanjut. Pemusnahan secara bertahap ditempuh karena karantina pertanian tak memiliki insinerator berkapasitas besar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemusnahan jahe impor yang tidak menenuhi persyaratan perkarantinaan terus berlanjut. Kali ini, sembilan kontainer jahe dimusnahkan di fasilitas milik Semen Indonesia di Kabupaten Tuban. Pemusnahan secara bertahap ditempuh karena karantina pertanian tak memiliki insinerator berkapasitas besar.
Berdasarkan data Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian, hingga saat ini total 11 kontainer jahe impor yang telah dimusnahkan di Jatim saja. Dari jumlah tersebut, dua kontainer dimusnahkan di fasilitas insinerator milik perusahaan swasta yang berlokasi di Kabupaten Mojokerto, pekan lalu.
Adapun sembilan kontainer jahe impor dimusnahkan di insinerator atau alat pembakaran bersuhu tinggi milik PT Semen Indonesia yang berlokasi di Tuban. Total 11 kontainer jahe impor ini memiliki berat 289,644 ton. Jahe tersebut berasal dari India dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
”Sampai saat ini Barantan belum memiliki fasilitas alat pembakar bersuhu tinggi atau insinerator berkapasitas besar. Oleh karena itulah pemusnahan dilakukan di tempat lain dan secara bertahap,” ujar Sekretaris Barantan Wisnu Haryana saat memantau pemusnahan jahe impor di Tuban, Rabu (7/4/2021).
Wisnu mengatakan, seluruh jahe impor yang dimusnahkan itu kondisinya kotor, bertanah, dan mengandung nematoda berjenis Aphelenchoides fragrarie. Nematoda merupakan mikroorganisme parasit yang hidup dan berkembang di tanah. Adapun jenis Aphelenchoides fragrarie merupakan nematoda yang menyerang umbi dan daun sehingga dikenal juga dengan sebutan hawar daun.
Kondisi itu tidak sesuai dengan deklarasi karantina negara asal yang tertera pada Phytosanitary Certificate yang menyatakan komoditas sehat dan aman. Selain itu, penyakit yang dibawa jahe impor mengancam kelestarian sumber daya pertanian, terutama jahe lokal, jika sampai tersebar keluar.
Sampai saat ini Barantan belum memiliki fasilitas alat pembakar bersuhu tinggi atau insinerator berkapasitas besar. Oleh karena itu pemusnahan dilakukan di tempat lain dan secara bertahap. (Wisnu Haryana)
Dengan kondisi seperti itu, jahe impor tidak memenuhi peraturan internasional, yakni ISPM 20 dan ISPM 40. Importasi itu juga tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No 25/2020 tentang 166 jenis Organisme Pengganggu Tanaman yang terbawa melalui tanah.
Penolakan
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi menambahkan, sebelumnya pihaknya telah melakukan tindakan penolakan terhadap jahe impor asal India dan Myanmar karena tidak memenuhi syarat perkarantinaan. Tindakan pemusnahan merupakan keputusan terakhir untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati di Tanah Air.
Mengacu pada undang-undang tentang karantina, apabila pemilik barang tidak dapat mengeluarkan komoditas impor yang ditolak sesuai batas waktu yang ditentukan, otoritas karantina setempat bisa melakukan pemusnahan. Adapun biaya pemusnahan itu ditanggung oleh pemilik barang.
Musyaffak Fauzi mengatakan, berdasarkan data karantina pertanian, jahe impor itu dimiliki oleh PT Indopak Trading, PT Mahan Indo Global, dan PT Putra Jaya Abadi. Proses pemusnahan jahe impor di fasilitas insinerator milik PT Semen Indonesia menurut rencana dilakukan bertahap karena terbatasnya kapasitas yang tersedia. Rata-rata setiap hari dimusnahkan dua kontainer jahe.
”Pemusnahan dengan cara dibakar ini sudah sesuai melalui kajian dan hasil analisis risiko. Barantan berkomitmen mengimplementasikan ketentuan perkarantinaan sesuai perundangan yang berlaku,” kata Musyaffak Fauzi.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memberikan arahan agar komitmen menjalankan ketentuan undang-undang perkarantinaan hewan dan tumbuhan tidak mengendur. Penegakan aturan itu didasarkan pada asas kedaulatan, keadilan, perlindungan, keamanan nasional, keilmuan, dan keperluan.
Selain itu, pengimplementasian peraturan perkarantinaan juga didasarkan pada asas meminimalkan dampak, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan menjaga kelestarian lingkungan serta perlindungan terhadap sumber daya alam Indonesia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Barantan memusnahkan jahe impor yang masuk ke Indonesia melalui berbagai pintu masuk, seperti Jakarta dan Surabaya. Alasannya, jahe tersebut dalam kondisi kotor, bertanah, dan mengandung hama serta penyakit pengganggu tanaman.
Sebelum itu, 108 ton jahe impor asal Vietnam dan Myanmar yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, juga dimusnahkan dengan cara dibakar atau dimasukkan pada alat pembakaran bersuhu tinggi. Pemusnahan harus dilakukan dengan cepat agar potensi hama dan penyakit tidak sampai menyebar keluar sehingga mengontaminasi tanaman jahe lokal atau komoditas pertanian lainnya.
Apabila hama dan penyakit itu sampai tersebar, Indonesia akan mengalami kerugian besar. Sebagai gambaran, produksi jahe nasional sangat potensial dengan nilai mencapai Rp 3,4 triliun per tahun. Itu baru dari sisi produksi, belum biaya untuk mengeliminasi kontaminan dan pemulihan lingkungan yang memerlukan waktu bertahun-tahun.