Pasar modal syariah berkembang setiap tahun. Saham syariah juga relatif punya ketahanan yang kuat terhadap sentimen negatif akibat pandemi Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor instrumen saham syariah membukukan aktivitas transaksi yang tinggi di masa pandemi Covid-19. Beberapa indikator menunjukkan saham syariah punya ketahanan kuat terhadap hantaman sentimen negatif yang muncul akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor syariah aktif pada Februari 2020 sebanyak 8.652 investor. Pada Februari 2021 jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 17.117 investor. Adapun nilai transaksinya melonjak dari Rp 470 miliar pada Februari 2020 menjadi Rp 2,5 triliun pada Februari 2021.
Dalam pelatihan pasar modal syariah ”Satu Dekade Kebangkitan Pasar Modal Syariah” secara virtual, Rabu (7/4/2021), Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh menyampaikan, pandemi Covid-19 memicu kenaikan sejumlah indikator pada instrumen saham syariah.
”Kita lihat dari banyak sisi, mulai dari jumlah saham syariah, kapitalisasi pasar, volume transaksi, frekuensi transaksi, jumlah investor syariah, hingga nilai transaksi, menunjukkan ketahanan yang signifikan,” ujarnya.
Kita lihat dari banyak sisi mulai dari jumlah saham syariah, kapitalisasi pasar, volume transaksi, frekuensi transaksi, jumlah investor syariah, hingga nilai transaksi menunjukkan ketahanan yang signifikan. (Irwan Abdalloh)
Ketahanan tersebut terefleksi pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada periode 2 Maret 2020 hingga 31 Maret 2021, ISSI naik 13,9 persen, sedangkan IHSG naik 11,6 persen.
Irwan mengatakan, aktivitas transaksi investor syariah juga tumbuh lebih tinggi pada masa pandemi. Hal ini dilihat dari sisi pertumbuhan nilai transaksi investor syariah dan pertumbuhan investor syariah aktif.
Jumlah investor saham syariah tumbuh 647 persen sejak 2016. Kini, 91.703 investor merupakan pengguna Sharia Online Trading System (SOTS). Rata-rata pertumbuhan per tahunnya 65 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan, meski ada pertumbuhan signifikan, jumlah investor saham syariah baru sekitar 4,5 persen dari total investor di pasar modal. Otoritas bursa akan menjaga momentum pertumbuhan investor agar jumlah investor saham syariah bisa mencapai 10 persen dari total investor.
”Kami optimistis terhadap perkembangan pasar modal syariah, mengingat potensi Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,” ujarnya.
Hasan mencatat, kontribusi pasar modal Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih cukup terbatas. Pada 2020, total kapitalisasi saham syariah, termasuk reksa dana syariah dan sukuk, Rp 4.597 triliun. Angka ini berkontribusi 29 persen terhadap PDB.
”Saat ini masih banyak ruang bagi pasar modal syariah untuk tumbuh. Tentu masih berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut,” ujar Hasan.
Indeks syariah
BEI berencana meluncurkan indeks syariah baru. Indeks itu akan berisi 17 saham syariah BUMN yang sudah terseleksi, baik dari sisi kapitalisasi pasar maupun likuiditasnya. Di samping itu, saham yang terpilih juga sudah tersaring dari sisi kewajaran transaksi dan kinerja fundamental.
”Kami sudah menyepakati baru-baru ini dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). BEI bersama MES dalam waktu dekat akan meluncurkan satu indeks saham syariah baru dinamakan IDX MES BUMN17,” kata Hasan.
Kehadiran indeks ini akan melengkapi tiga indeks syariah lain yang sudah ada di bursa, yakni ISSI, Jakarta Islamic Index (JII), dan Jakarta Islamic Index 70 (JII70).
BEI berharap indeks ini dapat disambut baik para pengelola dana, seperti manajer investasi dan investor, sehingga dapat dijadikan alternatif investasi syariah.