Menuju Industri 4.0, Tak Harus Mahal, Tak Mesti Canggih
Langkah awal menuju Industri 4.0 bisa dimulai dengan memanfaatkan teknologi tepat guna menopang kemudahan dan meningkatkan nilai tambah proses produksi. Langkah awal diharapkan memantik ke teknologi yang lebih kompleks.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Suasana pembukaan pameran pengalaman belajar dengan tema "Merdeka Belajar" oleh siswa kelas XII SMA Kanisius di Jakarta, Senin (20/1/2020). Lewat kegiatan ini, para siswa diharapkan dapat membagikan hasil penelitian mereka ke masyarakat luas, menghasilkan perubahan nyata, dan mampu membangun komitmen diri menjadi pemimpin yang visioner dalam memecahkan persoalan zaman pada era Revolusi Industri 4.0.
Teknologi sederhana dengan biaya terjangkau menjadi senjata menuju Revolusi Industri 4.0 oleh sejumlah pemain agribisnis di Tanah Air. Kecanggihan teknologi bukan prioritas. Mereka mencari teknologi yang menopang kemudahan, penyederhanaan, dan nilai tambah proses produksi.
Menurut Plant Manager PT Amerta Indah Otsuka, Wheny Utoyo, tiap perusahaan memiliki keunikan dan kebutuhan masing-masing dalam menerapkan teknologi Industri 4.0. ”Kami berupaya mencari teknologi yang mudah, sederhana dalam implementasinya, serta murah untuk menopang revolusi industri,” katanya pada Prakoferensi Hannover Messe 2021 bertema ”Agro-based Industry Journey to Industry 4.0” yang digelar secara daring, Selasa (6/4/2021).
Kehadiran teknologi membantu perusahaan memangkas biaya selama pandemi Covid-19. Dia mencontohkan, perawatan dan perbaikan mesin pabrik memanfaatkan aplikasi asistensi jarak jauh (remote assistance application) yang dipantau langsung oleh teknisi dari luar negeri. Mekanisme ini jauh lebih hemat ongkos jika dibandingkan dengan mendatangkan teknisi tersebut.
Manufacturing Group Head M1 & M4 PT Mayora Indah Tbk Nurdin Lesmana menceritakan, terkait penerapan teknologi Industri 4.0, perusahaan memilih menambah alat dibandingkan menggantinya. Dia menggambarkan, di pabrik terdapat sekitar 10 alat pengukur aliran gas (gas flowmeter) yang bersifat analog. Apabila menggantinya dengan alat yang bersifat digital, harganya berkisar Rp 80 juta per unit. Perusahaan memilih menambahkan alat pengonversi untuk mengakomodasi kebutuhan digital tersebut. Harganya pun lebih murah.
Saat ini, tingkat transformasi teknologi PT Mayora Indah Tbk telah mencapai 30 persen. Perusahaan menargetkan telah menerapkan pabrik cerdas (smart factory) pada 2024. Guna mencapainya, optimalisasi analisis mahadata menjadi strategi yang diterapkan tahun depan.
Pribadi konsumen
Teknologi Industri 4.0 dapat membantu perusahaan menyentuh kebutuhan konsumen secara lebih pribadi. ”Kami ingin membangun personalisasi pada setiap konsumen. Konsumen dapat membeli furnitur yang unik sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Dalam hal ini, kami membutuhkan big data. Dengan demikian, pelayanan kepada konsumen dapat lebih baik,” ujar Head of Information System PT Vivere Multi Kreasi Donny Fernando dalam kesempatan yang sama.
Cita-cita itu hadir dalam laman www.idemu.com. Pembeli dapat memilih desain furnitur sesuai keinginannya melalui teknologi realitas virtual (VR) dan mengatur janji temu dengan petugas yang akan mengukur ruangan. Proses produksi berkisar enam minggu.
Kedatangan petugas ke hunian merupakan langkah penting yang dibutuhkan agar ukuran furnitur sesuai dengan ruangan yang tersedia. Ukuran furnitur yang tidak sesuai dengan ruangan kerap menjadi masalah bagi konsumen. Donny berpendapat, revolusi Industri 4.0 mulai dari manusia dan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.
HERYUNANTO
Ilustrasi
SDM bernilai
Sumber daya manusia (SDM) industri tidak tergantikan oleh teknologi revolusi Industri 4.0. Wheny menceritakan, tenaga administrasi di pabrik beralih menjadi analis data. Data berperan penting karena dapat mempengaruhi keputusan bisnis dan strategi pengelolaan biaya perusahaan. ”SDM justru memiliki kemampuan yang bernilai tambah. Kami tidak mengurangi orang, tetapi memberi ruang untuk berkontribusi lebih besar,” katanya.
Tak hanya petugas administrasi, tugas pemantau lapangan juga beralih. Sebelumnya, pemantau membutuhkan waktu 12 jam untuk mengelilingi pabrik tiga kali dalam hari. Kini, dia cukup berkeliling satu kali lalu memantau dari kokpit dan meninjau data yang diperoleh. Waktu yang dihabiskan sekitar 6 jam.
Sementara itu, Donny mengatakan, perusahaannya mengalihkan SDM yang sebelumnya bertugas memasukkan data secara manual. Pekerja-pekerja itu kini telah bertransformasi dan berhadapan dengan pengembangan back-end.
Untuk memulai penerapan Industri 4.0, Nurdin mengatakan, perusahaan perlu mempelajari wujud dan manfaat beragam teknologi yang ditawarkan. Setelah itu, perusahaan mesti menengok ke proses industri dan bisnis yang telah berjalan, lalu meninjau peluang implementasi teknologi. Dia menggarisbawahi, teknologi yang dipilih mesti tepat guna.
Peluang itu selanjutnya dijadikan proyek percontohan. Dia menceritakan, perusahaan pada beberapa tahun lalu memilih sistem kualitas produksi sebagai proyek percontohan.
KOMPAS/Lasti Kurnia
Aktivitas perniagaan di pusat garmen dan pakaian jadi Pasar Tanah Abang yang tak hanya melayani pasar lokal, tetapi juga mancanegara, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Kementerian Perindustrian mencatat industri tekstil dan pakaian jadi menunjukkan kinerja yang signifikan tahun 2019 dan memasukkannya sebagai satu dari lima sektor manufaktur prioritas untuk masuk ke era Industri 4.0 bersasarkan Peta Jalan ”Making Indonesia 4.0”.
Menurut Wheny, langkah awal dalam implementasi revolusi Industri 4.0 mesti berupa proyek kecil secara internal yang keberhasilannya mampu memantik penerapan di segmen yang lebih besar. Perusahaan juga perlu melihat ruang-ruang pengembangan dalam proses industri dan bisnis serta menentukan prioritas implementasi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berpendapat, perubahan akibat pandemi Covid-19 menjadi momentum penguatan revolusi Industri 4.0. ”Era Industri 4.0 mengacu pada peningkatan otomatisasi, koneksi machine-to-machine, komunikasi human-to-machine, artificial intelligence, serta pengembangan teknologi berkelanjutan. Penerapan Industri 4.0 di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk,” tuturnya.
Tidak muluk-muluk, revolusi Industri 4.0 berbicara soal teknologi tepat guna yang justru meningkatkan kapasitas industri beserta SDM penggeraknya. Transformasi teknologi itu juga membuahkan manfaat yang dapat dinikmati oleh perusahaan dan tiap insan yang terlibat.