Digitalisasi Dorong Generasi Muda Terjun ke Sektor Pertanian
Semua pihak harus mendorong generasi muda untuk terjun langsung ke bisnis pertanian atau menjadi petani. Sebab, keterlibatan generasi muda akan menghasilkan banyak inovasi dan sektor pertanian semakin maju.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai inovasi karya anak bangsa memungkinkan petani untuk memasok produknya langsung ke pasar modern. Petani bisa mendapat harga jual lebih tinggi, sementara konsumen mendapat kualitas produk yang lebih baik.
Diskusi ”Saatnya Anak Muda Jadi Pebisnis Pertanian” yang digelar Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), Selasa (6/4/2021), menghadirkan dua inovator di bisnis pertanian. Mereka adalah pemilik Mitra Tani Parahyangan, Sandi Octa Susila, dan head of sourcing aplikasi Sayurbox, Vincent Angga Gunawan.
Sandi memulai usahanya pada tahun 2014. Berstatus mahasiswa semester V di Institut Pertanian Bogor, salah satu yang terpikir oleh Sandi waktu itu adalah meningkatkan nilai tambah produksi petani agar bisa langsung diserap pasar tanpa harus melalui tengkulak.
Oleh sebab itu, dia merintis usaha dengan memfasilitasi petani di perdagangan tingkat pertama. Dia memahami betul bahwa panjangnya rantai pasok membuat keuntungan di tingkat petani jadi sangat tipis.
Maka, dia mengumpulkan hasil tani dan menarget pasar modern. Dia memilih pasar modern karena ada kepastian harga dan dilengkapi perjanjian bisnis berupa kontrak. Pilihan ini lebih aman dibandingkan dengan pasar tradisional yang, menurut Sandi, merupakan area gelap. ”Di pasar tradisional, harga baru diketahui setelah terjual dan remote bisnis diserahkan sepenuhnya ke tengkulak,” ujarnya.
Kepada petani, Sandi tak berjanji muluk-muluk. Dia hanya menawarkan harga yang lebih tinggi dengan syarat petani tersebut mau ikut aturan main dalam pengolahan produk, misalnya wortel harus dicuci dan dikemas dulu sebelum dilepas ke pasaran.
Kini, Mitra Tani Parahyangan sudah bekerja sama dengan lebih dari 300 petani di wilayah Jawa Barat. Mereka mengolah lahan seluas 94 hektar milik PT Perkebunan Nusantara VIII. Awalnya, lahan itu digarap petani secara ilegal. Secara perlahan, Sandi menjelaskan kepada petani bahwa apa yang mereka lakukan itu salah karena menempati lahan perusahaan.
Dia berjanji akan membeli produk petani dengan harga tinggi asalkan petani tersebut mau membuat produk sesuai dengan permintaan pasar modern. Melihat perkembangan itu, lanjut Sandi, PT Perkebunan Nusantara VIII pun membolehkan lahannya digarap asalkan petani tersebut sudah mendapat rekomendasi dari Mitra Tani Parahyangan. ”Sekarang ada data by name by adress petani yang menggarap lahan itu. Setiap tahun, datanya dievaluasi,” ujarnya.
Kepada konsumen, Sandi tak hanya menawarkan produk dengan kualitas terjamin. Dia beberapa kali juga mengajak konsumen untuk melihat langsung ke kebun. Ini untuk menumbuhkan kepercayaan di tingkat konsumen. Saat ini, Sandi memiliki 25 konsumen yang merupakan hotel dan supermarket di Jawa Barat.
Sementara itu, aplikasi Sayurbox yang diluncurkan pada 2017 berfungsi untuk menghubungkan petani ke konsumen akhir. Menurut Vincent Angga Gunawan, ini akan menguntungkan semua pihak. Petani mendapat harga yang lebih baik, sementara konsumen mendapat sayur dan buah yang lebih segar.
Untuk bekerja sama dengan Sayurbox, petani bisa memilih beberapa skema. Pertama, dia menjual langsung ke gudang Sayurbox yang berada di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Caranya cukup dengan mengirim contoh produk ke Sayurbox. Lalu, Sayurbox akan memeriksa kualitas produk. Kemudian, petani mengirimkan daftar produk sekaligus harga yang ditawarkan. Jika harga dan kualitas disetujui, Sayurbox akan memesan produk petani tersebut secara rutin. Ini disebut skema pemasok konvensional.
Selain skema konvensional itu, Sayurbox juga menawarkan skema program tanam dan program plasma. Melalui program tanam, Sayurbox menentukan komoditas yang akan ditanam. Harga ditentukan sejak awal.
Saat ini, Sayurbox sudah tersedia di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. ”Kami juga berencana untuk ekspansi ke beberapa wilayah lain yang potensial,” kata Vincent.
Selain akan memperluas jangkauan wilayah, Sayurbox juga ingin bekerja sama dengan lulusan perguruan tinggi yang ingin berkarya di kampung halaman. Bentuk kerja samanya antara lain membantu Sayurbox untuk mengidentifikasi sayur dan buah unggulan di daerahnya.
”Bisa juga dengan mengenalkan petani ke Sayurbox dan kami bisa menceritakan kebutuhan kami. Bisa juga dengan terjun langsung dengan menjadi petani dan bekerja sama dengan kami,” tambahnya.
Menurut Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala, masih minimnya jumlah generasi muda yang terlibat dalam bisnis pertanian harus menjadi catatan bersama. Profesi ini masih dirasa kurang menarik dan kurang menjanjikan secara finansial bagi generasi muda.
Oleh sebab itu, semua pihak harus mendorong generasi muda untuk terjun langsung ke bisnis pertanian atau menjadi petani. Sebab, keterlibatan generasi muda akan menghasilkan banyak inovasi dan sektor pertanian semakin maju.
”Dengan kecanggihan teknologi, sebenarnya semakin terbuka peluang bisnis pertanian bagi generasi muda. Misalnya saja dengan budidaya tanaman hidroponik, usaha tanaman hias, dan membuat pupuk organik. Kita harus terus mampu membaca peluang,” ujarnya.
Minat generasi muda bekerja di bidang pertanian cenderung menurun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2015 terdapat 25,78 persen anak muda yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Namun, pada 2017, porsinya turun menjadi 21,95 persen.