Era Kolaborasi Penyedia Layanan Pembayaran Semakin Dekat
Ekosistem perbankan tengah memasuki era transformasi. Kolaborasi kian jadi keniscayaan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekosistem sistem keuangan dan pembayaran di Tanah Air tengah bertransformasi menuju layanan yang inklusif. Kolaborasi antarpenyedia layanan semakin diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan digital yang berkelanjutan.
Ketua Perbanas sekaligus Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, ekosistem perbankan tengah bertransformasi dari layanan keuangan eksklusif (closed banking) menuju layanan inklusif (open banking). Hal ini mendorong keterbukaan kolaborasi digital dengan pelaku industri lain, termasuk teknologi finansial, perdagangan secara elektronik, dan layanan transportasi berbasis ride hailing.
Kondisi ini membuat visi cetak biru sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang dibentuk Bank Indonesia menjadi langkah strategis untuk membawa sistem pembayaran Indonesia menjadi lebih kompetitif di era digital.
”Inisiatif BSPI 2025 sangat diperlukan untuk mempercepat kolaborasi sistem pembayaran digital dalam mendukung berbagai sektor ekonomi,” ujarnya pada hari kedua Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2021 yang berlangsung virtual, Selasa (6/4/2021).
Inisiatif BSPI 2025 sangat diperlukan untuk mempercepat kolaborasi sistem pembayaran digital dalam mendukung berbagai sektor ekonomi.Ketua Perbanas Kartika Wirjoatmodjo
BSPI 2025 memiliki lima visi yakni mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional, mendukung digitalisasi perbankan, menjamin keterkaitan antara tekfin dan perbankan, menjamin keseimbangan antara inovasi dan perlindungan konsumen, serta menjaga persaingan usaha yang sehat demi kepentingan nasional.
Era transformasi digitalisasi perbankan yang semakin dekat tercermin dari pertumbuhan transaksi keuangan dan pembayaran digital. Nilai transaksi uang elektronik pada Desember 2020 tumbuh 30,44 persen secara tahunan menjadi Rp 22,1 triliun. Sementara volume transaksi digital perbankan pada Desember 2020 tumbuh 41,53 persen secara tahunan menjadi 531,7 juta transaksi.
Kartika menambahkan, transformasi digitalisasi perbankan juga ditopang reformasi regulasi untuk mendukung sistem ekonomi digital Indonesia. Ia mengapresiasi transformasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperkuat pengaturan melalui pendekatan berlandaskan prinsip.
”Kami berharap transformasi itu dapat menjadi payung antar lintas sektor untuk membangun ekosistem keuangan dan sistem digital Indonesia yang sehat, adaptif, dan produktif,” kata Kartika.
Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengatakan, tahun ini merupakan fase penting bagi BI untuk mendorong implementasi standar aplikasi pemrograman antarmuka (application programming interfaces/API) secara terbuka untuk pembayaran bagi para pelaku industri.
Implementasi API terbuka ditandai dengan pihak perbankan memberi kesempatan kepada perusahaan tekfin untuk melakukan integrasi sistem seperti melakukan transfer, informasi saldo, mutasi rekening, dan melihat lokasi ATM.
”Tahun 2021 penting untuk memulai implementasi standar open API menuju implementasi penuh di tahun 2022. Ini jadi target, kita keluarkan ketentuan yang bersifat mandatory (perintah) baik untuk bank maupun lembaga non-bank,” ujarnya.
Standardisasi API pada sistem pembayaran merupakan upaya BI untuk mendorong transformasi digital industri perbankan dan keterhubungan antara bank dan tekfin melalui perbankan terbuka. Standardisasi ini meliputi standar data, standar teknis dan keamanan, serta standar tata kelola.
Implementasi API, lanjut Doni, membutuhkan partisipasi, kolaborasi, dan komitmen seluruh pemangku kepentingan pada sistem pembayaran. Komitmen dibutuhkan untuk mewujudkan transformasi digital yang efektif dan berkelanjutan dalam menyediakan layanan pembayaran yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat di era digitalisasi.
”BI juga akan merilis situs pengembangan yang dilengkapi dengan sandbox untuk uji coba pengembangan API pembayaran guna mendukung dimulainya fase pengembangan serta piloting sebagai persiapan menuju implementasi penuh di 2022,” kata Doni.
Sementara itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan, terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang perlu menjadi perhatian para pemangku kebijakan sistem pembayaran dalam menyikapi perubahan perilaku masyarakat ke digital.
Regulator perlu mempercepat peroses perizinan bank digital untuk mencegah tindakan yang merugikan nasabah. ”Memang hal tersebut sedang dirumuskan OJK dan BI tapi sampai saat ini izin khusus untuk bank digital belum ada,” katanya.
Regulator perlu mempercepat peroses perizinan bank digital untuk mencegah tindakan yang merugikan nasabah
Aviliani mengatakan, kecepatan regulasi sangat penting agar jangan sampai pelaku usaha lebih cepat daripada regulasi. Dengan jumlah transaksi digital yang tinggi, keamanan juga sangat penting. Selain itu, sistem pengamanan juga perlu diperhatikan untuk kepentingan perilaku pasar demi kepercayaan nasabah jangka panjang.