Menanti di Tengah Pandemi
Ibu kota negara baru di Kalimantan Timur dirancang menjadi suatu ekosistem baru yang bisa menciptakan iklim investasi yang sangat kondusif untuk para investor.
Pandemi Covid-19 merebak saat pemerintah telah menyusun anggaran pemindahan ibu kota negara dan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Mau tak mau, fokus belanja negara beralih pada program dan stimulus untuk pemulihan kesehatan dan ekonomi.
Dalam wawancara virtual dengan Kompas pada akhir Maret 2021, Deputi Bidang Pengembangan Regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan, anggaran pemindahan ibu kota negara diperkirakan Rp 500 triliun atau lebih tinggi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, anggaran pemindahan ibu kota negara dalam rentang waktu itu direncanakan Rp 466 triliun. Dari nilai itu, rencana alokasi penggunaan dana dari APBN Rp 90 triliun. Sementara sisanya dipenuhi dari berbagai skema investasi di luar APBN, seperti kerja sama pemerintah dan badan usaha.
”Dulu kita punya rencana untuk memulai groundbreaking pada 2020. Tapi, kemudian karena pandemi Covid-19, groundbreaking diundur ke pertengahan 2021. Oleh karena itu, butuh penyesuaian yang otomatis juga akan mengubah strategi penganggarannya,” ujar Rudy.
Meski demikian, pemerintah memastikan perubahan strategi penganggaran tidak akan membuat porsi alokasi APBN dalam pembiayaan ibu kota negara baru membengkak. Porsi APBN akan ditekan seminimal mungkin, yakni di bawah Rp 90 triliun. Pertimbangannya, antara lain, tujuan awal pemindahan ibu kota salah satunya memicu pertumbuhan investasi swasta.
Porsi APBN akan ditekan seminimal mungkin, yakni di bawah Rp 90 triliun.
Saat ini, anggaran tersebut masih terpecah di beberapa mata anggaran kementerian dan lembaga, di antaranya Bappenas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
”Idealnya, alokasi berada di satu mata anggaran. Tetapi, sampai sekarang belum ada badan otoritas yang secara khusus menangani ibu kota baru. Otoritas baru bisa ada jika RUU (Rancangan Undang-Undang) Ibu Kota Negara sudah disahkan. Jadi, sementara ini anggarannya masih tersebar,” kata Rudy.
Telusuri lebih lanjut tentang edisi khusus ini
- Menakar Asa Ibu Kota Baru
- Mencermati Dampak Pemindahan Ibu Kota
- Pesan Presiden, Tolong Dihitung Benar
- Melihat Pesona Ibu Kota Baru Mesir
- Kawal Implementasi Pindah Ibu Kota Negara
Fokus pembangunan
Dalam RUU tersebut, lanjut Rudy, dijelaskan juga pembiayaan dan pendanaan mulai dari persiapan, pembangunan, dan pembangunan ibu kota negara bersumber dari APBN, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), pendanaan swasta, kerja sama pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (KPBU), hingga sumber lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setelah peletakan batu pertama, pembangunan akan difokuskan pada wilayah seluas 5.600 hektar yang menjadi kawasan inti istana negara, kantor lembaga negara, kebun botani, kompleks diplomatik, serta markas besar TNI dan Polri. Ada juga hunian bagi pejabat negara mulai presiden-wakil presiden, menteri, pimpinan lembaga, hingga pejabat eselon I dan II.
Kawasan inti berada di dalam kawasan ibu kota negara seluas 40.000 hektar. Di luar kawasan inti, tetapi masih di dalam kawasan ibu kota negara, akan dibangun permukiman aparatur sipil negara/TNI/Polri, sarana-prasana dasar, taman budaya, perguruan tinggi, science techno park, pusat olahraga, museum, pusat perbelanjaan, pusat riset dan pengembangan, serta pangkalan militer.
Baca juga: Pemerataan Ekonomi tertahan Pandemi Covid-19
Saat ini, lanjut Rudy, terdapat sejumlah proyek pembangunan fisik infrastruktur penunjang ibu kota baru yang sedang berlangsung. Proyek-proyek fisik ini akan tetap berlangsung dengan atau tanpa ibu kota baru. Proyek tersebut, antara lain, Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara, serta ruas jalan tol Balikpapan-Samarinda yang rencananya terintegrasi ke wilayah ibu kota negara dan Kutai Kartanegara.
”Sempat ada yang mempertanyakan beberapa proyek daerah dikabarkan ditarik pusat. Sebenarnya dari dulu sudah proyek kerja sama pusat dan daerah. Jalan nasional memang proyeknya pemerintah pusat, tetapi pendekatannya melalui pemerintah daerah,” kata Rudy.
Rudy mengatakan belum bisa mengelaborasi lebih jauh alokasi anggaran yang akan digunakan per tahun hingga 2024. Sebab, hal itu bergantung pada perkembangan kota dan perpindahan penduduk secara organik. Namun, yang pasti, groundbreaking istana negara dapat dilakukan tidak lama setelah RUU disahkan.
”Penggunaan anggaran pasti naik-turun, sesuai kebutuhan saat itu dan seperti apa kesiapan investor. Saya tidak bisa menentukan di 2021 apa saja yang akan dibangun, di tahun 2022 apa saja yang akan dibangun, tidak bisa ditentukan atau direncanakan tiap tahunnya,” ujarnya.
Baca juga: Tahun Ini Peletakan Batu Pertama Istana Presiden di Kaltim
Daya tarik
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan, proyek pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara adalah proyek pemerintah sehingga kemungkinan proyek ini gagal sangat bisa diminimalisasi.
Potensi gagal yang kecil diyakini turut meningkatkan selera investor asing dan domestik berpartisipasi. Apalagi, proyek ini akan menjadi kesempatan sekali seumur hidup bagi investor untuk membangun citra.
”Kalau sekadar membangun jalan tol di Pulau Jawa, apa istimewanya. Tapi, kalau yang dibangun ibu kota negara Indonesia yang baru, dengan konsep hijau dan berkelanjutan, nama investor yang terlibat pasti akan terangkat dan bermanfaat untuk proyek mereka ke depan,” kata Amalia.
Proyek pemindahan ibu kota yang berlanjut, tambah Amalia, mampu menopang pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Investasi yang masuk akan jadi pemicu untuk menggerakkan sektor-sektor terkait, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga menciptakan efek domino bagi industri yang terdampak pandemi.
”Industri-industri yang erat kaitannya dengan proyek-proyek infrastruktur akan bergerak karena mendapat pesanan. Hal ini akan menjadi salah satu wahana kita menopang pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi dan menjadi sarana mengakselerasi ekonomi kita,” ujarnya.
Proyek pemindahan ibu kota yang berlanjut mampu menopang pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Ibu kota negara dirancang menjadi suatu ekosistem baru yang bisa menciptakan iklim investasi yang sangat kondusif untuk para investor, meningkatkan kemudahan berusaha, serta sistem insentifnya juga mungkin bisa berbeda dari yang ada sebelumnya.
”Jadi ini akan menjadi laboratorium bagi pemerintah. Nantinya, kalau ini sukses bisa direplikasi ke konsep pembangunan kota-kota lain di indonesia,” ujar Amalia.
Rudy mengakui, pandemi Covid-19 turut memengaruhi perkembangan kesepakatan kerja sama antara pemerintah dan swasta. Akibatnya, belum ada investor yang secara resmi menjalin kerja sama dengan pemerintah dalam proyek ini.
Meski demikian, ia memastikan, kesepakatan akan terjalin seiring pengesahan UU Ibu Kota Negara dan terbentuknya badan otoritas pembangunan ibu kota negara. ”Indikasi-indikasi kuatnya sudah banyak, ada beberapa investor. Tapi, kami belum bisa memastikan waktunya. Tunggu begitu nanti RUU disahkan,” ujarnya.
Kementerian Keuangan belum menanggapi soal anggaran, selagi RUU Pembangunan Ibu Kota Negara masih dalam program legislasi nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum bersedia menjelaskan skema pembiayaan pemindahan ibu kota negara yang paling mutakhir.
Roda ekonomi
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah berpendapat, pembangunan infrastruktur ibu kota negara dibutuhkan untuk menggerakkan roda ekonomi. Jika pemerintah melanjutkan proyek infrastruktur, bisnis sektor swasta akan turut bergeliat.
Baca juga: Dari Kota Satelit ke Ibu Kota Baru
Ia mengatakan, tantangan terbesar pemindahan ibu kota negara adalah masalah pembiayaan. Tantangan kian berat saat dunia mengalami krisis akibat pandemi Covid-19.
”Di tengah pandemi saat ini, justru pemerintah harus terus menginisiasi berbagai proyek untuk menggerakkan ekonomi. Ketika pemerintah melanjutkan proyek ibu kota baru, sektor swasta yang terkait secara otomatis akan terlibat di dalamnya,” kata Piter.
Di tengah pandemi saat ini, justru pemerintah harus terus menginisiasi berbagai proyek untuk menggerakkan ekonomi.
Ia juga menekankan langkah pemerintah untuk memacu tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Selain itu, pemindahan ibu kota negara dapat menjadi upaya menyeimbangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi indonesia, sekaligus menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Keberadaan ibu kota baru akan memacu Kalimantan menjadi tak lagi bergantung pada komoditas mentah, seperti batu bara dan kelapa sawit.
Pada 2020, kontribusi Kalimantan terhadap produk domestik bruto Indonesia sebesar 7,94 persen dengan pertumbuhan minus 2,27 persen.