Penyaluran Kredit Diyakini Membaik, Bank Diminta Jangan Ragu
Pertumbuhan kredit pada Februari 2021 dibandingkan dengan Januari 2021 mulai positif. Kondisi ini diharapkan berlanjut seiring pemulihan kondisi ekonomi di Tanah Air.
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meyakini penyaluran kredit perbankan pada tahun ini akan terus tumbuh. Meskipun secara tahunan masih terkontraksi, geliat kinerja kredit perbankan mulai tampak secara bulanan.
Perbankan diminta tidak ragu mempercepat penyaluran kredit bagi nasabahnya dan membantu menggerakkan perekonomian.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit perbankan masih terkontraksi 2,15 persen secara tahunan, Februari 2021 terhadap Februari 2020, menjadi Rp 5.419,1 triliun. Namun, secara bulanan, Februari 2021 terhadap Januari 2021, kredit perbankan tumbuh 0,41 persen atau meningkat Rp 22 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, pertumbuhan kredit diyakini terus berlanjut. Ia berharap, pertumbuhan kredit akan terlihat lebih signifikan pada triwulan II-2021.
”Dapat dilihat, walaupun secara tahunan menurun, secara bulanan mulai positif. Artinya, berbagai orkestrasi yang dilakukan lintas kementerian/lembaga ini mulai menunjukkan hasilnya,” kata Heru dalam acara Temu Stakeholders untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional yang diselenggarakan Bank Indonesia secara hibrid, yakni secara dalam jaringan dan luar jaringan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/4/2021).
Pertumbuhan kredit diyakini terus berlanjut.
Heru mengatakan, OJK berupaya menyeimbangkan kepentingan perbankan dengan kepentingan sektor riil. Berbagai stimulus diberikan kepada perbankan, di antaranya menurunkan bobot risiko ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko), seperti ATMR kredit untuk kendaraan bermotor, rumah tinggal, serta berbagai kredit konsumsi dan produksi.
”Stimulus itu kita berikan supaya perbankan punya kesempatan dan ruang gerak untuk mengucurkan kredit dan menolong nasabahnya yang terdampak pandemi. Harapan kami, sektor riil bisa terbantu dan bertumbuh, banknya juga tetap sehat,” katanya.
Meski demikian, penyaluran kredit tetap harus berhati-hati. OJK mencatat, rasio kredit bermasalah (NPL) per Februari 2021 sebesar 3,21 persen (bruto) dan 1,04 persen (neto). Rasio kredit bermasalah pada Februari itu lebih tinggi dari Januari 2021 yang sebesar 3,17 persen (bruto) dan 1,03 persen (neto). Namun, NPL dinilai masih terkendali.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, dengan kondisi likuiditas bank yang saat ini cukup baik, fungsi intermediasi perbankan seharusnya dapat berjalan lebih gesit. Situasi likuiditas perbankan, menurut dia, cukup mengejutkan. Sebab, pada awal pandemi, yakni Februari 2020, pemerintah sempat khawatir bank akan kekeringan likuiditas.
”Ternyata, sekarang, satu tahun kemudian, likuiditasnya masih ample (cukup). Dengan kondisi itu, bank harus bersedia mengucurkan kredit. Kalau bank ragu, pemerintah akan menjamin kreditnya, kita sediakan skemanya, termasuk melalui penempatan dana pemerintah di bank-bank,” kata Suahasil.
Sejak Januari 2020, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Reverse Repo Rate hingga 150 basis poin. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 Februari 2021 kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,5 persen. Posisi itu tercatat sebagai suku bunga acuan terendah selama ini.
Dengan kondisi likuiditas bank yang saat ini cukup baik, fungsi intermediasi perbankan seharusnya dapat berjalan lebih gesit.
Suku bunga acuan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, secara fundamental, dengan kondisi struktur ekonomi RI saat ini di tengah pandemi, ruang penurunan suku bunga acuan masih sangat terbuka.
”Kita lihat, ruang inflasi masih relatif rendah, stabilitas eksternal kita juga masih baik, ekspor cukup baik, defisit transaksi berjalan juga terkendali, dan likuiditas perbankan masih ample,” katanya.
Ia mengatakan, posisi suku bunga acuan yang rendah memberi ruang agar perbankan menurunkan juga suku bunga kredit. Menyambut penurunan suku bunga acuan, beberapa bank kini mulai menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK).
”Ini yang sebenarnya diharapkan bisa diteruskan sektor perbankan dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi mengingat biaya bunganya jadi lebih murah,” kata Destry.
Suahasil meyakini, RI memiliki pijakan yang stabil untuk memulihkan ekonomi pada 2021. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa berkisar 4,3-5,5 persen. (AGE)