Kendati dikembalikan ke tujuan awal sebagai program pelatihan, Kartu Prakerja idealnya mendahulukan pekerja rentan sebagai peserta. Apalagi di tengah ketimpangan sosial dan keterampilan yang melebar akibat pandemi.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah mengembalikan Kartu Prakerja pada fungsi awalnya sebagai program pelatihan dinilai tetap harus mendahulukan pekerja rentan sebagai peserta. Program yang lebih banyak disalurkan kepada pekerja berpendapatan menengah ke atas tidak akan efektif menjawab masalah ketimpangan keterampilan angkatan kerja.
Jika mekanisme seleksi dan penyaluran Kartu Prakerja tidak dibenahi, program tersebut justru dikhawatirkan akan mempertajam ketimpangan sosial yang saat ini semakin parah akibat Covid-19.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban, Selasa (30/3/2021), mengatakan, selama ini masih banyak buruh yang kesulitan mengakses program Kartu Prakerja. Salah satu alasannya, pendaftaran dan penyelenggaraan program secara digital membuat pekerja kesulitan mendaftar dan mengikuti kelas pelatihan daring.
Meski rata-rata buruh di perkotaan sudah cakap menggunakan gawai, belum semuanya mampu membeli kuota internet secara rutin untuk menuntaskan sesi pelatihan daring. Selain itu, banyak pula buruh yang harus membagi penggunaan gawai dan kuota internetnya dengan keperluan sekolah anaknya. Kondisi ini paling banyak ditemukan pada buruh perempuan.
Menurut Elly, pekerja saat ini memang membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Namun, jika Kartu Prakerja tidak disalurkan secara tepat sasaran, manfaatnya akan sia-sia. Pihak yang mendapat akses pelatihan seharusnya adalah pekerja yang terdampak pandemi karena mereka yang akan segera kembali berjibaku di pasar kerja.
”Banyak buruh padat karya yang tertarik, tetapi tidak bisa mengakses Kartu Prakerja. Padahal, mereka yang paling banyak di-PHK saat pandemi,” kata Elly saat dihubungi di Jakarta.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas peserta Kartu Prakerja bukan pekerja yang pemasukannya terdampak Covid-19.
BPS mencatat, sebanyak 66,47 persen peserta Kartu Prakerja berstatus masih bekerja, 22,24 persen peserta berstatus pengangguran, dan 11,29 persen termasuk golongan bukan angkatan kerja. Dari kelompok yang masih berstatus bekerja itu, 63 persen peserta masih bekerja penuh. Hanya 36 persen yang berstatus setengah pengangguran.
Data yang sama menunjukkan, Kartu Prakerja lebih banyak dinikmati pekerja berpendapatan menengah. Bahkan, 14 persen penerimanya berlatar belakang masyarakat berpendapatan tinggi. Menurut data yang sama, hanya 23 persen penerima Kartu Prakerja yang betul-betul mengalami penurunan pendapatan. Sementara pendapatan 77 persen peserta tidak turun.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSPBI) Dian Septi. Menurut dia, pemerintah perlu menyelenggarakan program peningkatan kapasitas yang lebih ramah terhadap masyarakat kelas menengah-bawah. Misalnya, lewat pelatihan yang menggabungkan antara daring dan luring.
Pemerintah juga harus proaktif mendampingi pekerja rentan untuk mengikuti kelas-kelas pelatihan di Kartu Prakerja. ”Artinya, kelompok yang paling sulit mengakses bantuan itu yang seharusnya dijangkau. Dibutuhkan kepekaan dari pemerintah untuk memastikan bahwa program ini tepat sasaran,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengubah skema program Kartu Prakerja pada semester II tahun 2021. Kartu Prakerja tidak akan menjadi program semibansos lagi, tetapi fokus pada peningkatan kapasitas pekerja, sebagaimana fungsi awalnya. Dampaknya, ke depan, bobot anggaran akan lebih berat pada kelas pelatihan, bukan lagi insentif bansos bagi pekerja (Kompas, 29/3/2021).
Menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Media Wahyudi Askar, di tengah peningkatan ketimpangan sosial yang semakin signifikan akibat pandemi, program-program pemerintah seharusnya lebih berpihak pada kelompok masyarakat rentan.
Data Sakernas 2020 menggambarkan, mayoritas angkatan kerja yang menganggur selama pandemi adalah masyarakat berkategori miskin dengan pendapatan rendah (54 persen). Jumlah itu lebih banyak daripada masyarakat kategori menengah (39 persen) dan masyarakat kelas atas berpendapatan tinggi (7 persen).
Selama pandemi, pekerja dengan pendapatan rendah juga harus mencari pekerjaan sampingan untuk bertahan hidup (45,09 persen). Hal serupa dihadapi masyarakat kelas menengah (40,51 persen). Hanya 14 persen masyarakat kelas atas yang harus mencari pekerjaan sampingan.
Kartu Prakerja yang lebih banyak diterima oleh masyarakat kelas menengah-atas tidak akan menjawab persoalan ketimpangan angkatan kerja yang terampil dan tidak terampil. Program itu justru akan memperparah ketimpangan yang sudah tajam saat ini.
”Program ini tidak tepat sasaran. Dari sisi ide sebenarnya baik, tetapi pemerintah harus hati-hati meninjau efektivitasnya serta mengevaluasinya dari waktu ke waktu,” katanya.
Dirasakan semua
Terkait ini, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, misi Kartu Prakerja untuk meningkatkan keterampilan tetap relevan, baik di tengah pandemi maupun tidak. Sebab, ke depan, kebutuhan dunia kerja akan berubah signifikan.
Menurut dia, dampak perubahan pasar kerja akan dirasakan semua angkatan kerja, bukan hanya pekerja yang saat ini terdampak pandemi. Oleh karena itu, sejauh ini, mekanisme seleksi dan penyaluran Kartu Prakerja tetap akan bersifat terbuka bagi pekerja mana pun yang mendaftarkan diri sesuai syarat dan kriteria peserta.
”Tujuan program ini adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja kita, yang terdiri dari pengangguran dan non-pengangguran. Tidak masuk akal jika program ini hanya melihat pada mereka yang menganggur,” kata Denni.
Denni mengatakan, program Kartu Prakerja harus visioner mempertimbangkan kondisi secara jangka panjang. ”Yang namanya pekerja, bukan berarti kalau sekarang ini sudah bekerja, maka pekerjaan rumahnya sudah selesai. Mereka tetap harus keep up dengan tantangan dan dinamika pasar kerja juga,” katanya.