Saat berlibur ke Manggarai Barat, ada baiknya menikmati kolam alami di Gua Rangko di Desa Rangko, Kecamatan Boleng. Bahkan, bisa menjadi pembuka sebelum menjajal eloknya alam di destinasi super prioritas Labuan Bajo.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·6 menit baca
Daya tarik Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, tak hanya kawasan pesisir dan perbukitan ataupun komodo. Kabupaten yang kini memiliki destinasi superprioritas Labuan Bajo itu juga menyimpan banyak pesona lain yang wajib dikunjungi. Salah satunya Goa Rangko dengan kolam alami serta stalagmit dan stalaktit di dalamnya.
Suara deru mesin terdengar ketika kapal berpenumpang kurang dari 20 orang bergerak meninggalkan dermaga Desa Rangko, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Kamis (25/3/2021), sekitar pukul 15.20 Wita. Dua juru mudi, Haji Diraja (45) yang ada di bagian depan dan Samsi (39) di belakang kapal, kompak memastikan kapal berada di jalurnya.
Hal itu membuat semua penumpang tenang. Mereka bisa menikmati perjalanan ke arah timur dengan pemandangan lanskap hamparan laut berpadu barisan bukit hijau.
Setelah sekitar 5 menit berada di atas perairan dangkal, kapal memasuki perairan laut dalam. Empasan gelombang terasa saat menyentuh kapal. Angin laut membelai wajah para penumpang yang tak sabar untuk segera berlabuh.
Sekitar pukul 15.40 Wita, sebuah dermaga kayu terlihat. Juru mudi mengarahkan kapal ke sana. Beberapa kapal lain tampak berlabuh di perairan yang tenang dan sebening kaca sehingga karang-karang terlihat.
Para penumpang kapal kemudian turun satu per satu. Begitu berada di dermaga, mereka bergegas masuk. Beberapa berhenti sebentar, mengeluarkan ponsel pintar atau kamera, lalu mengabadikan momen berjalan di dermaga kayu.
Setelah puas berfoto, mereka menuju area registrasi dan membayar Rp 20.000 per orang. Selanjutnya mereka memasuki hutan pantai dan berjalan melewati jalur setapak ke arah barat dermaga.
Sekitar 5 menit kemudian, mereka tiba di tujuan, yakni Goa Rangko. Goa di kaki bukit itu lebar dan tinggi mulutnya sekitar 3 meter. Di bawahnya telah tersedia tangga dari susunan bebatuan. Di sisi kanan tangga dipasang papan untuk pegangan dan pengaman.
Di dalam goa tidak ada penerang khusus. Hanya sinar matahari yang menerobos masuk dari mulut goa hingga beberapa sisinya terlihat remang-remang. Di situlah keunikan goa tersebut. Sinar matahari yang masuk tersebut tidak hanya memudahkan pengunjung melihat pijakan dan dasar goa.
Stalagmit berada di berbagai sisi di dasar goa. Tingginya beragam, dari yang hanya setengah meter hingga lebih dari 1 meter. Warnanya coklat. Beberapa ditutupi lumut hijau.
Di bagian langit-langit goa terlihat stalaktit dengan berbagai ukuran. Warnanya sama dengan stalagmit. Hanya saja, jumlahnya lebih banyak, memenuhi hampir semua langit-langit goa.
Keindahan Goa Rangko tak hanya dua karya alam dari endapan kapur itu, tetapi juga apa yang tersaji di dasar goa. Di sana, sekitar 10 meter dari pintu goa, menanti kolam berair biru dan tenang.
Panjangnya sekitar 20 meter. Sementara lebarnya mulai dari 5 meter di ujung kiri kanan, kemudian bertambah hingga 10 meter di bagian tengah. ”Kami sudah ukur. Kedalamannya sekitar 7 meter,” kata Diraja.
Keindahan Goa Rangko tak hanya dua karya alam dari endapan kapur itu, tetapi juga apa yang tersaji di dasar goa. Di sana, sekitar 10 meter dari pintu goa menanti kolam berair biru dan tenang.
Setelah puas berfoto dengan latar stalagmit dan stalaktit, para pengunjung langsung menjajal kolam yang airnya cukup dingin itu. Mereka melompat dari atas bebatuan. Suara cipratan air kolam terdengar saat mereka menceburkan diri.
Tidak hanya berendam, pengunjung juga bergerak ke sana kemari. Itu menciptakan riak kecil. Agar aman, mereka bisa menggunakan jaket pengaman yang disediakan kapal penyeberangan.
”Air kolam ini dari air laut yang masuk dari celah-celah bebatuan. Tidak pernah kering. Kalau air laut surut, paling berkurang beberapa sentimeter,” kata Diraja.
Beberapa tahun
Menurut Diraja, Goa Rangko sebenarnya telah lama ditemukan oleh orangtua mereka. Namun, dalam perjalanannya, informasi tentang keberadaan goa itu terputus. Baru sekitar empat atau lima tahun lalu ditemukan kembali.
”Ada seseorang yang menemukannya kembali. Kemudian mengunggahnya ke media sosial. Sejak saat itu, Goa Rangko ramai dikunjungi wisatawan,” kata Diraja.
Menurut Yohanes Aurison dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat, yang menjaga loket tiket Goa Rangko, saat ini rata-rata kunjungan harian ke sana sekitar 20 orang. Secara jumlah, memang turun dibandingkan dengan sebelum pandemi yang mencapai 100 orang per hari.
”Dulu, sehari kapal saya bisa bolak-balik sampai tujuh kali. Sekarang, sejak pandemi, paling sering sekali,” kata Diraja.
Bagi yang ingin ke Goa Rangko, terlebih dulu harus ke Dermaga Rangko, sekitar 15 kilometer timur Labuan Bajo atau 13 kilometer timur Bandara Internasional Komodo. Akses jalan menuju dermaga sudah bagus, melewati jalur perbukitan dengan pemandangan hutan dan laut lepas.
”Namun, transportasi ke dermaga susah. Tidak ada kendaraan umum. Tadi kami pakai travel dari bandara,” kata Nur Alfianto (25), asal Jakarta, yang datang dengan empat rekannya.
Selain itu, belum tersedia hotel atau penginapan di Rangko. Wisatawan yang datang ke Goa Rangko sebaiknya menginap di Labuan Bajo. Di sana wisatawan bisa mencari kendaraan menuju Rangko.
Menurut Fidelis Daor dari Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Pramuwisata Indonesia (DPC HPI) Manggarai Barat, yang siang itu menjadi pemandu salah satu rombongan, belum ada angkutan umum dari Labuan Bajo ke Rangko.
Fidelis mengatakan, pilihan bagi wisatawan adalah menyewa mobil atau motor dari Labuan Bajo. Untuk motor, harganya Rp 200.000 bolak-balik. Sementara untuk sewa mobil sampai selesai perjalanan, ongkosnya Rp 500.000-Rp 600.000, tergantung dari jenis mobil yang dipakai.
Begitu sampai di dermaga, kapal-kapal telah menunggu. Harga sewa kapal antara Rp 300.000 dan Rp 350.000. Bisa perorangan atau rombongan. Namun, menurut Diraja, harga itu bisa kurang. Bergantung pada kepandaian menawar kepada pemilik kapal.
Dari dermaga butuh waktu sekitar 20 menit ke Goa Rangko. Saat ini, pengelolaan Goa Rangko telah berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat.
Menurut Yohanes, untuk warga setempat, tiketnya Rp 10.000 per orang, sedangkan wisatawan Nusantara Rp 20.000 dan mancanegara Rp 50.000.
Kunjungan ke Goa Rangko dibuka dari pagi sampai sore. Waktu yang ideal untuk mengunjungi Goa Rangko antara pukul 15.00 dan 17.00.
”Goa menghadap ke barat sehingga bagusnya sore hari saat posisi matahari berada di barat sehingga sinar matahari masuk ke goa. Kalau pagi hingga siang belum dapat cahaya matahari sehingga agak gelap,” kata Fidelis.
Jam itu juga yang dipilih Nur Alfianto dan kawan-kawan, juga wisatawan lain, seperti Flo dan Joshua asal Medan, Sumatera Utara.
Goa menghadap ke barat sehingga bagusnya sore hari saat posisi matahari berada di barat sehingga sinar matahari masuk ke goa. Kalau pagi hingga siang belum dapat cahaya matahari sehingga agak gelap.
”Goanya bagus. Tidak hanya karena bebatuan (stalagmit dan stalaktit), tetapi kolam alaminya juga bagus,” kata Joshua yang datang ke Goa Rangko untuk kedua kali.
Nur Alfianto juga menyatakan akan ke Goa Rangko lagi pada liburan ke Labuan Bajo berikutnya. ”Jadi, salah satu destinasi wajib sebelum sailing (berlayar) dengan pinisi di Labuan Bajo,” kata Nur.
Saat ini, setelah setahun lebih didera pandemi, kegiatan pariwisata di sejumlah daerah di Indonesia kembali bergerak. Jika ingin berlibur, tentu harus dengan tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Jika pilihannya Labuan Bajo, ada baiknya menengok lebih dulu indahnya Goa Rangko.