Sebagian Pencari Kerja Masih Kesulitan Mendaftar Kartu Prakerja
Masalah teknis saat mendaftar Kartu Prakerja masih terjadi dari satu gelombang pendaftaran ke gelombang pendaftaran berikutnya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pencari kerja mengalami masalah teknis ketika mendaftar Kartu Prakerja, baik karena jaringan internet terputus maupun gagal login. Masalah teknis ini memupuskan peluang mereka memperoleh bantuan dan manfaat dari kartu tersebut di tengah kesulitan ekonomi imbas pandemi Covid-19.
Maria Khatarina (27), pencari kerja dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, sudah dua kali gagal mendaftar Kartu Prakerja. Kegagalan pertama terjadi ketika mendaftar pada gelombang pertama. Saat itu gangguan jaringan internet membuat pendaftaran putus di tengah jalan.
”Tidak bisa lanjutkan pendaftaran (gelombang satu) karena gagal login (masuk) ke akun,” ujar Maria, Rabu (31/3/2021).
Tidak menyerah, ia mencoba lagi peruntungan dengan mendaftarkan diri pada gelombang ke-14. Namun, muncul pemberitahuan bahwa pendaftaran yang ia ajukan ditolak karena nomor induk kependudukan miliknya sudah terdaftar di gelombang kesatu.
”Tidak bisa (daftar) karena NIK sudah terdaftar di gelombang satu. Mau bagaimana lagi, belum rezeki,” katanya.
Kartu Prakerja merupakan program pemerintah untuk mengembangkan kompetensi kerja dan kewirausahaan. Sasarannya para pencari kerja, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Selama pandemi Covid-19 ini Kartu Prakerja ini juga menjadi program semi-bansos. Bentuknya berupa pemberian bantuan biaya kelas pelatihan dalam jaringan Rp 1 juta dan insentif Rp 600.000 per bulan selama empat bulan.
”Saya kurang dapatkan informasi cara mendaftar Kartu Prakerja, jadinya begitu menjawab (sekenanya) tanpa banyak berpikir. (Padahal) kalau lolos pendaftaran lumayan bisa pakai insentifnya untuk bertahan hidup di Jakarta,” ucap Echy.
Echy (27), pencari kerja dari Sunter, Jakarta Utara, ini pun sangat mengharapkan bisa memperoleh kartu itu. Insentif dari kartu itu sangat ia butuhkan untuk bertahan hidup di Jakarta.
Namun, ia mengaku kurang memahami rangkaian pendaftaran Kartu Prakerja. Hasilnya, ia bingung saat mengisi daftar pertanyaan pada gelombang keenam Kartu Prakerja. Ia pun asal-asalan mengisi pertanyaan yang muncul di layar. Tak pelak namanya tidak ada dalam daftar peserta yang lolos seleksi.
”Saya kurang dapatkan informasi cara mendaftar Kartu Prakerja, jadinya begitu menjawab (sekenanya) tanpa banyak berpikir. (Padahal) kalau lolos pendaftaran lumayan bisa pakai insentifnya untuk bertahan hidup di Jakarta,” ucap Echy.
Kegagalan di gelombang keenam itu membuatnya tak lagi mencari informasi tentang Kartu Prakerja. Ia pun terkejut ketika tahu pendaftaran saat ini sudah sampai gelombang ke-16.
Sementara itu, Ignatya Evelin (22), pedagang daring dari Kota Bekasi, Jawa Barat, masih menanti hasil seleksi Kartu Prakerja gelombang ke-16. Ia mengaku sudah berkali-kali mendaftar, tetapi selalu gagal. Ia menduga itu karena status pekerjaannya di KTP masih mahasiswa/pelajar.
Walaupun ia mengetahui beberapa temannya yang lolos memperoleh kartu itu pun ada yang masih tercatat sebagai pelajar di KTP. ”Beberapa orang aku lihat (masih tercatat pelajar di KTP) dapat (Kartu Prakerja), kok. Makanya aku coba terus. Kalau dapat lumayan untuk tambah modal usaha,” kata Ignatya.
Dalam laporan manajemen pelaksana program Kartu Prakerja tahun 2020, tercatat 5,5 juta orang sebagai penerima Kartu Prakerja. Adapun program Kartu Prakerja memasuki gelombang terakhir pada semester I-2021 dengan kuota peserta 2,7 juta orang.
Manajemen dalam laporannya juga menyebutkan sepanjang tahun pertama harus melayani sambil melakukan perbaikan. Semua dilakukan secepat mungkin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Manajemen pelaksana berjanji melakukan berbagai perbaikan, baik pada aspek operasional maupun penguatan ekosistem, agar Kartu Prakerja menjadi produk yang relevan dan dicintai.
Ubah skema
Menurut rencana, perubahan skema program Kartu Prakerja akan dilakukan pada semester II-2021. Kartu Prakerja tak akan jadi program semi-bansos lagi, tetapi fokus pada peningkatan kapasitas pekerja. Dampaknya, bobot anggaran akan lebih berat pada kelas pelatihan, bukan insentif bansos (Kompas, 29/3/2021).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Senin (29/3/2021), menilai, Kartu Prakerja perlu difokuskan pada fungsi awalnya. Sifat program yang selama ini setengah-setengah antara pelatihan dan bansos membuat kedua fungsi itu tidak maksimal.
Kelas pelatihan daring hanya jadi formalitas sebagai syarat mendapatkan insentif uang saku. Sementara insentif bansos tidak mengalir ke tangan yang tepat.
Badan Pusat Statistik dalam Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2020 mencatat, 66,47 persen peserta Kartu Prakerja masih berstatus bekerja, 22,24 persen peserta penganggur, dan 11,29 persen tergolong bukan angkatan kerja. Dari kelompok yang berstatus bekerja, 63 persen masih bekerja penuh, sementara 36 persen lain berstatus setengah penganggur.
Data yang sama menunjukkan, Kartu Prakerja lebih banyak dinikmati pekerja berpendapatan menengah. Bahkan, 14 persen penerimanya berlatar belakang masyarakat berpendapatan tinggi. Menurut data yang sama, hanya 23 persen penerima Kartu Prakerja yang betul-betul mengalami penurunan pendapatan. Sementara pendapatan 77 persen peserta tidak turun.