Pengembangan aplikasi digital untuk nelayan dapat menjadi terobosan mendorong produktivitas nelayan. Namun, sosialisasi belum optimal menyentuh nelayan, terutama nelayan kecil.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menggulirkan aplikasi digital perikanan tangkap untuk mengefisienkan penangkapan ikan. Upaya itu dinilai sebagai salah satu solusi nelayan menghadapi cuaca ekstrem perairan dan dampak perubahan iklim.
Namun, penggunaan aplikasi tersebut belum menyentuh nelayan kecil.
Aplikasi ”Laut Nusantara” yang dikembangkan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertujuan membantu nelayan dalam merencanakan kegiatan penangkapan ikan. Aplikasi menampilkan pemetaan citra satelit sebaran ikan dan potensi titik berkumpul ikan jenis tertentu, seperti lemuru, tuna, dan cakalang.
Perangkat teknologi informasi tersebut juga dapat mengalkulasi kebutuhan bahan bakar minyak kapal nelayan berdasarkan jenis mesin, kecepatan, dan jarak tempuh. Aplikasi juga menampilkan fitur pencatatan hasil tangkapan nelayan serta estimasi harga jual ikan di beberapa pelabuhan perikanan.
Ketua Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana mengatakan, dampak perubahan iklim membuat nelayan kecil semakin sulit mendapatkan ikan. Musim tangkapan ikan semakin sulit ditebak.
Dampak perubahan iklim membuat nelayan kecil semakin sulit mendapatkan ikan.
Aplikasi Laut Nusantara yang diharapkan memudahkan nelayan menangkap ikan belum ditopang sosialisasi dan pemahaman nelayan. Sebagian nelayan kecil juga masih kesulitan mencatat hasil tangkapan.
”Aplikasi sangat membantu, tetapi belum ada sosialiasi. Proses sosialisasi harus tepat sasaran, siapa yang dijangkau dan siapa yang bertanggung jawab dalam pencatatan. Kelompok nelayan perlu dilibatkan,” katanya, Selasa (30/3/2021).
Budi menambahkan, selama puluhan tahun, nelayan kecil terbiasa mengandalkan faktor alam dalam menentukan lokasi tangkapan ikan dan tidak terbiasa mencatat hasil tangkapan. Ikan tangkapan langsung diserahkan kepada pengepul. Nelayan hanya fokus pada nilai jual ikan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Di sisi lain, sebagian nelayan belum melek digital kendati memiliki perangkat telepon genggam. Apalagi masih banyak kampung nelayan yang belum mendapatkan akses jaringan komunikasi seluler.
Berdasarkan data KKP, aplikasi Laut Nusantara diunduh 52.000 pengguna. Jumlah nelayan di Indonesia 2 juta orang.
Sekretaris Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Wilayah Jakarta Muhammad Bilahmar menyampaikan, kesahihan data terkini untuk pemetaan sebaran ikan perlu dibuktikan. ”Jangan sampai biaya operasional terbuang percuma karena salah informasi,” katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, akhir pekan lalu, menyampaikan harapan agar aplikasi itu dapat menjadi motor penggerak transformasi budaya nelayan dari mencari ikan menjadi menangkap ikan melalui pemanfaatan teknologi informasi. Digitalisasi bertujuan meningkatkan keselamatan nelayan saat melaut hingga memperkuat pendataan hasil produksi. Oleh karena itu, perlu didukung sosialisasi.
Digitalisasi bertujuan meningkatkan keselamatan nelayan saat melaut hingga memperkuat pendataan hasil produksi.
Menurut Kepala Pusat Riset Kelautan BRSDM I Nyoman Radiarta, aplikasi itu terus diperbarui dan telah mencapai versi kelima, bersinergi dengan PT XL Axiata Tbk. (LKT)