Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan penyiapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) aspal di Buton, Sulawesi Tenggara, segera dituntaskan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan penyiapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) aspal di Buton, Sulawesi Tenggara, segera dituntaskan. Hal itu seiring upaya pemenuhan penggunaan aspal dalam negeri untuk program pemerintah. Produksi akan terus dikembangkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Pembahasan KEK aspal di Buton Utara sedang dalam pembahasan tim ekonomi. Kami juga telah laporkan ini ke Menteri Koordinator terkait hingga Presiden,” kata Bahlil, selepas menghadiri Rapat Kerja Daerah I Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulawesi Tenggara, di Kendari, Selasa (30/3/2021).
Saat ini, terang Bahlil, persiapan KEK masih dalam tahap administrasi. Meski begitu, ia berjanji, dalam dua bulan, teknis administrasi bisa dirampungkan. Pencanangan kawasan khusus aspal dimaksudkan untuk menggalakkan investasi di sektor aspal, peningkatan lapangan kerja, sekaligus kesejahteraan masyarakat.
Seiring dengan itu, ucap Bahlil, pihaknya juga telah memastikan penggunaan aspal buton untuk program pemerintah. Semua hasil perusahaan akan diserap dan digunakan dalam pembangunan jalan di wilayah Indonesia.
“Sejak kunjungan kami ke wilayah Buton satu bulan lalu, sudah ditindaklanjuti oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan mengeluarkan keputusan menteri. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait penggunaan aspal buton ini. Jadi, ke depannya, semua produksi aspal akan digunakan untuk program pemerintah,” tambahnya.
Di salah satu perusahaan, ucap Bahlil, sebanyak 100.000 ton produksi aspal buton akan diserap pemerintah dalam tahap pertama. Penggunaan aspal ini ditujukan untuk pembangunan jalan di semua daerah yang akan berjalan.
Produksi aspal dengan kapasitas sebanyak 100.000 ton dilakukan oleh PT Kartika Prima Abadi di Buton, sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA). Dalam kunjungannya ke perusahaan tersebut akhir Februari lalu, Bahlil turut menyerahkan langsung pemberian insentif investasi dalam bentuk tax holiday kepada perusahaan ini.
Pada tahap pertama, perusahaan itu telah melakukan investasi sebesar Rp 358 miliar. Perusahaan ini mengolah bahan baku aspal buton yang dikenal dengan nama “asbuton”. “Dalam beberapa tahun mendatang, produksi akan ditingkatkan hingga 500.000 ton. Sekarang feasibility study sedang berjalan,” kata Bahlil.
Penggunaan aspal dalam negeri, tambah Bahlil, akan terus dilakukan untuk menekan impor aspal yang mencapai 1,2 juta ton dalam setahun. Impor aspal menguras anggaran hingga Rp 50 triliun dalam setahunnya.
Aspal buton telah dikenal sejak dulu di Indonesia. Penggunaan aspal dari wilayah ini bahkan dimulai sejak masa pendudukan Belanda melalui perusahaan Buton Asphalt atau yang dikenal dengan nama Butas. Cadangan aspal di wilayah ini diperkirakan mencapai 667 juta ton.
Sementara itu, Gubernur Sultra Ali Mazi menyambut baik upaya peningkatan produksi aspal di wilayah ini. Hal itu untuk mendukung penggunaan aspal produksi dalam negeri dalam program pembangunan. “Kami juga sudah ke Jakarta bertemu Kementerian PUPR, Kemenhub, Menko Kemaritiman Pak Luhut, dan lainnya," ujarnya.
Terkait persiapan KEK, tutur Ali Mazi, hal itu sedang dalam proses dan diharapkan segera tuntas. Terlebih lagi, di lapangan telah ada pabrik aspal dan telah melakukan produksi.
Pihak Pemerintah Kabupaten Buton sebelumnya telah memastikan lokasi kawasan industri di Lasalimu. Di wilayah ini, sebanyak 1.000 hektar dicanangkan menjadi kawasan industri, khususnya aspal.
Dihubungi terpisah, Kepala Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Syamsir menjabarkan, selama ini, aspal di Sultra memang belum terkelola dengan baik. Dengan cadangan melimpah, aspal di wilayah Buton seharusnya menjadi sumber utama penggunaan aspal dalam negeri atau untuk pasar ekspor.
Dengan KEK aspal, tambah Syamsir, bisa menjadi katalisator baru yang mengakselerasi pembangunan dan pengembangan aspal. Akan tetapi, hal tersebut harus didukung sejumlah hal, utamanya penyiapan infrastruktur dan sumber daya manusia.
“Selain lahan, infrastruktur dan SDM ini sangat vital. Kita belum punya pelabuhan skala internasional, misalnya, yang bisa mewadahi pasar ekspor. Terlebih, terkait sumber daya manusia yang belum maksimal. Jangan sampai warga nantinya hanya menjadi penonton di kawasan tersebut,” kata Syamsir.
Oleh sebab itu, ia menambahkan, penyiapan SDM dengan kemampuan khusus harus dilakukan sejak dini. Hal ini beriringan dengan penyiapan teknis dan administrasi kawasan tersebut. Dengan begitu, warga bisa merasakan langsung dampak kawasan industri sekaligus berperan penting dalam pengolahan teknologi skala besar.