Skema Kartu Prakerja akan Berubah, Seimbangkan dengan Subsidi Upah
Program Kartu Prakerja dinilai perlu fokus pada fungsi awal sebagai program pelatihan. Namun, bantuan sosial bagi pekerja tetap harus beriringan karena pada saat yang sama kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rencana pemerintah mengembalikan Kartu Prakerja sesuai fungsi awalnya harus diseimbangkan dengan program bantuan subsidi upah yang lebih terarah bagi pekerja yang terdampak Covid-19. Peningkatan keterampilan dan bantuan sosial bagi pekerja tetap harus berjalan beriringan karena kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya.
Perubahan skema program Kartu Prakerja rencananya akan dilakukan pada semester II tahun 2021. Kartu Prakerja tidak akan menjadi program semibantuan sosial lagi, tetapi fokus pada peningkatan kapasitas pekerja. Dampaknya, bobot anggaran akan lebih berat pada kelas pelatihan, bukan lagi insentif bantuan sosial (bansos) bagi pekerja (Kompas, 29/3/2021).
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Timboel Siregar, Senin (29/3/2021) menilai, program Kartu Prakerja memang perlu difokuskan pada fungsi awalnya. Sifat program yang selama ini setengah-setengah antara pelatihan dan bansos membuat kedua fungsi itu tidak berjalan maksimal.
Kelas-kelas pelatihan daring hanya menjadi formalitas belaka untuk syarat mendapatkan insentif uang saku. Sementara insentif bansos pun tidak mengalir ke tangan yang tepat. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas peserta Kartu Prakerja bukan pekerja yang pemasukannya terdampak Covid-19.
BPS mencatat, 66,47 persen peserta Kartu Prakerja berstatus masih bekerja, 22,24 persen peserta berstatus pengangguran, dan 11,29 persen termasuk golongan bukan angkatan kerja. Dari kelompok yang masih berstatus bekerja itu, 63 persen peserta masih bekerja penuh. Hanya 36 persen yang berstatus setengah pengangguran.
Data yang sama menunjukkan, Kartu Prakerja lebih banyak dinikmati pekerja berpendapatan menengah. Bahkan, 14 persen penerimanya berlatar belakang masyarakat berpendapatan tinggi. Menurut data yang sama, hanya 23 persen penerima Kartu Prakerja yang betul-betul mengalami penurunan pendapatan. Sementara, pendapatan 77 persen peserta tidak turun.
“Program Kartu Prakerja selama ini tidak fokus dan output-nya pun tidak maksimal, baik pelatihan maupun penyaluran bansosnya,” kata Timboel saat dihubungi di Jakarta.
Lebih terarah
Akan tetapi, Timboel mengingatkan, pekerja yang terdampak tetap membutuhkan bantalan sosial. Bantuan itu tidak perlu disediakan oleh Kartu Prakerja, melainkan program lain. Ia mengusulkan, program Bantuan Subsidi Upah (BSU), yang sementara ini dihentikan pemerintah, kembali dihidupkan dengan fokus yang lebih terarah.
“Pandemi belum selesai, perusahaan masih banyak yang melakukan pemutusan hubungan kerja. Harus dirancang bagaimana bantuan subsidi upah tetap bisa membantu pekerja yang terdampak. Sebab, mereka bukan masyarakat miskin yang tersentuh program bansos umum,” katanya.
Program bantuan subsidi upah sebaiknya disalurkan khusus pada pekerja yang pemasukannya memang terdampak Covid-19. Pendaftaran hanya dibuka untuk perusahaan yang melakukan pemangkasan upah atau merumahkan pekerjanya tanpa upah. Dinas ketenagakerjaan di tiap daerah bisa ikut aktif mendata perusahaan yang terdampak itu.
“Kalau kemarin itu, bantuan diberikan tanpa melihat apakah penerimanya butuh atau tidak, perusahaannya terdampak atau tidak. Sekarang harus lebih terarah karena anggaran juga terbatas, kita tidak bisa lagi buang-buang uang untuk orang yang sebenarnya tidak membutuhkan,” katanya.
Deputi Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin mengatakan, seiring dengan kembalinya Kartu Prakerja pada fungsi awal itu, pemerintah akan memperbaiki program bansos yang sudah ada sekarang agar lebih baik dan terarah.
Terkait bansos khusus untuk pekerja, Rudy mengatakan, pemerintah akan mengandalkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). “Kita kembali pada JKP saja, seharusnya kan sudah bisa segera diterapkan karena peraturan pemerintahnya sudah keluar. Pekerja bisa mendapat uang tunai, pelatihan, dan informasi kerja sekaligus,” kata Rudy.
JKP sebagai program perlindungan sosial dalam BP Jamsostek diberikan kepada pekerja yang ter-PHK. Namun, manfaat program itu sebenarnya baru bisa efektif diterima pekerja pada awal tahun 2022. Manfaat itu juga tidak bisa didapatkan pekerja yang terkena PHK akibat dampak pandemi pada tahun 2020 dan 2021.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, pelatihan-pelatihan di Kartu Prakerja ke depan akan berdurasi lebih panjang, berupa hibrida antara pelatihan daring (online) dan luring (offline), serta kuota dan besaran insentif uang tunai yang akan lebih kecil.
“Kartu Prakerja ini nature-nya adalah memberdayakan dan memandirikan pekerja, bukan menyuapi dan meninabobokan pekerja. Apalagi kita lihat tren pekerjaan sudah berubah jauh dari beberapa tahun silam,” kata Denni.