Sarjana yang Baru Lulus Dukung Program Kartu Prakerja Kembali ke Khitah
Peluang sarjana baru mengikuti program Kartu Prakerja menjadi lebih besar jika program tersebut dikembalikan ke tujuan awalnya.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sarjana yang baru lulus setuju Program Kartu Prakerja dikembalikan ke tujuan awalnya, yakni meningkatkan kapasitas pekerja. Dengan mengikuti pelatihan, mereka akan lebih percaya diri memasuki dunia kerja.
Kartu Prakerja merupakan program pemerintah untuk pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan. Program ditujukan kepada pencari kerja, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Selama pandemi Covid-19, program ini untuk sementara waktu diprioritaskan bagi pekerja/buruh yang dirumahkan serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak. Artinya, program ini menjadi semacam semi-bantuan sosial atau bansos.
Nur Hafizah (22), mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang baru menyelesaikan sidang skripsi bulan lalu, mendukung rencana pemerintah untuk mengembalikan Kartu Prekerja ke tujuan awal. ”Kalau fokus Kartu Prakerja kembali ke awal, artinya peluang angkatan kerja baru seperti kami tentu lebih besar,” ujarnya, Senin (29/3/2021).
Mahasiswa jurusan komunikasi ini ingin mengikuti Program Kartu Prakerja untuk memperkuat keterampilan jurnalistik. Ini karena dia sudah diterima sebagai penulis berita di salah satu lembaga swadaya masyarakat. Di lembaga itu, dia bertugas sebagai sukarelawan yang mendapat upah Rp 200.000 per hari. Dia bertugas menulis berita terkait program lembaga.
”Kalau teori, kan, sudah dipelajari di kampus. Tinggal memperdalam praktik penulisan beritanya. Pelatihan ini harapannya bisa diakses melalui Kartu Prakerja,” katanya.
Dia melanjutkan, program ini juga akan membantu masa transisi para sarjana. Sebab, tidak semua orang bisa langsung bekerja seperti dirinya. Di situs linkedIn, dia membaca banyak sekali curhatan dari para pencari kerja. ”Ada yang sudah melamar ke puluhan perusahaan, tetapi tak diterima. Dengan jadi peserta Kartu Prakerja, mereka bisa terus update keterampilan terbaru sembari menunggu lamaran diterima,” tambahnya.
Pemerintah ingin mengembalikan lagi Kartu Prakerja ke tujuan awal. Deputi Bidang Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin menjelaskan, perubahan skema Kartu Prakerja kemungkinan besar dimulai pada semester II-2021.
Pengembalian Kartu Prakerja ke fungsi awal sebagai peningkatan kapasitas pekerja akan membawa konsekuensi bobot program lebih berat pada kelas-kelas pelatihan, bukan lagi insentif bansos bagi pekerja (Kompas, 29/3/2021).
Menurut peserta Kartu Prakerja Gelombang 13, Sitti Nur Shabrina Khairunnisa (23), sebagian masyarakat masih memahami program ini sebagai bansos semata. ”Makanya, banyak yang kaget ketika diharuskan ikut pelatihan segala macam itu,” katanya.
Lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIP) Jakarta itu meminta pemerintah memfokuskan program Kartu Prakerja pada angkatan kerja. Selain untuk memperbesar peluang mereka mengakses program ini, dia menilai pengembalian Kartu Prakerja ke khitah akan mengurangi kecurangan.
”Kalau masih begini sistemnya, gampang sekali berbuat curang. Orang yang sudah menerima Kartu Prakerja bisa mendaftar lagi dengan menggunakan KTP keluarganya yang lain,” tambahnya.
Di akun Instagram Kartu Prakerja, belum ada syarat khusus angkatan kerja seperti apa yang bisa mengakses program Kartu Prakerja. Selama berusia di atas 18 tahun dan tidak sedang sekolah atau kuliah, orang tersebut bisa ikut seleksi.
Michael Jarda (27), lulusan salah satu perguruan tinggi di Sumatera Barat yang baru mendapat kerja Februari lalu, berpendapat, sebaiknya verifikasi data calon peserta program Kartu Prakerja diperketat. Ini untuk mencegah program itu dinikmati oleh orang yang tidak berhak.
Dari sisi sasaran program, dia meminta Kartu Prakerja fokus kepada pekerja yang terdampak pandemi Covid-19 dan para pencari kerja. Pekerja yang terdampak pandemi akan tertolong dengan insentif yang diberikan.
Sementara bagi para pencari kerja, program ini bisa memperluas keterampilan mereka di luar jurusan saat kuliah. Hal ini dibutuhkan karena lapangan kerja yang tersedia di tengah pandemi tak selalu sesuai dengan jurusan kuliah. Jarda, contohnya. Dia merupakan sarjana pendidikan sejarah. Sementara saat ini dia bekerja di salah satu lembaga finansial swasta di Sumatera Barat.
Longgarnya syarat seleksi Kartu Prakerja juga menjadi perhatian Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2020 yang diolah Indef Institute, Kartu Prakerja lebih banyak dinikmati pekerja berpendapatan menengah. Bahkan, 14 persen penerima Kartu Prakerja berlatar belakang masyarakat berpendapatan tinggi.
Menurut data yang sama, hanya 23 persen penerima Kartu Prakerja yang betul-betul mengalami penurunan pendapatan. Sementara pendapatan 77 persen peserta tidak turun.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menyatakan, jika pemerintah mau mengembalikan Kartu Prakerja menjadi program peningkatan kapasitas pekerja, program harus menyasar pekerja terdampak yang kehilangan pekerjaan dan pendapatannya berkurang. Sebab, mereka ini yang akan kembali terjun ke pasar kerja atau merintis usaha baru.