Proyeksi Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Tumbuh 4,4 Persen Tahun Ini
Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,4 persen tahun 2021. Geliat perdagangan global menjadi salah satu pengungkitnya. Namun, penanganan Covid-19 tetap perlu jadi prioritas pemerintah.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kembali menggeliatnya perdagangan global akan menjadi salah satu faktor pengungkit pemulihan ekonomi Indonesia tahun ini. Namun, upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 tetap perlu ditingkatkan agar proses pemulihan yang berlangsung dapat lebih optimal.
Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia di sepanjang 2021 akan mencapai 4,4 persen setelah tahun sebelumnya terkontraksi 2,1 persen. Pertumbuhan akan berlanjut di dua tahun berikutnya, yakni mencapai 5 persen pada 2022 dan 5,1 persen tahun 2023.
Dalam pernyataan kepada media secara virtual, Jumat (26/3/2021) pagi, Chief Economist Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo, menyampaikan, pemulihan ekonomi bergantung pada efektivitas program pengendalian Covid-19 dan kemampuan pemerintah dalam memanfaatkan momentum kebangkitan perdagangan global.
Meski tidak dapat memproyeksikan secara detail pada triwulan ke berapa tahun ini ekonomi Indonesia akan mulai pulih, Mattoo mengingatkan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan ditopang oleh dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang pro terhadap pemulihan aktivitas ekonomi masyarakat.
Pemulihan ekonomi Indonesia akan ditopang oleh dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang pro terhadap pemulihan aktivitas ekonomi masyarakat.
”Sementara dari sisi perdagangan global, Indonesia bukanlah negara yang bisa memanfaatkan perdagangan manufaktur global. Oleh karena itu, yang akan mengangkat peningkatan ekspor Indonesia tahun ini adalah kebangkitan harga komoditas,” ujarnya.
Meski tidak akan mendapatkan penerimaan yang signifikan dari pertumbuhan industri manufaktur global, Indonesia tetap akan menikmati kenaikan harga komoditas. Selain itu, penyederhanaan regulasi melalui omnibus law juga memperbaiki iklim investasi dan memberikan dorongan bagi negara industri untuk melakukan penanaman modal asing (PMA) di Indonesia.
”Ini (omnibus law) adalah reformasi besar. Selain reformasi investasi, sebenarnya saya juga berharap pemerintah lebih banyak lagi melakukan reformasi perdagangan. Reformasi inilah yang menjadi alasan optimisme global turut menjalar hingga Indonesia,” kata Mattoo.
Meski memproyeksikan perekonomian Indonesia akan pulih tahun ini, Bank Dunia masih meragukan kemampuan Indonesia dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Mattoo menilai, desentralisasi sistem kesehatan di Indonesia masih sangat timpang antara daerah satu dan daerah lainnya.
”Pemerintah harus benar-benar dapat memastikan vaksinasi efektif untuk meredam angka penularan Covid-19 yang saat ini masih tinggi di Indonesia. Pemerintah juga harus berusaha lebih keras untuk meningkatkan pengujian, pelacakan, dan isolasi untuk mengurangi angka penularan,” ujarnya.
Dalam proyeksi yang dirilis Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) pada Maret 2021, prospek ekonomi di sejumlah negara yang ekonominya runtuh akibat pandemi akan lebih baik didukung oleh program vaksinasi yang serentak dilakukan di sejumlah negara.
Namun, OECD mengingatkan prospek pertumbuhan ekonomi akan sangat bervariasi antarnegara, bergantung pada perkembangan vaksinasi, dan respons kebijakan di setiap negara. Lembaga ini pun juga mengerek proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari sebelumnya 4 persen menjadi 4,9 persen sejalan dengan meningkatnya perdagangan global.
Menanggapi proyeksi tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 tahun ini, pemerintah melonggarkan kebijakan fiskal dan moneter, salah satunya dengan melebarkan defisit anggaran hingga 6,09 persen terhadap PDB pada 2020.
Belanja pemerintah tahun ini akan difokuskan untuk menangani pandemi, terutama sisi kesehatan, perlindungan sosial, dan menjaga kelangsungan dunia usaha. Dengan respons pemerintah yang cepat dan tepat, tingkat kemiskinan Indonesia mampu bertahan di sekitar 10,4 persen lebih rendah dari prediksi Bank Dunia, yakni di atas 11,4 persen.
”Sekarang kami benar-benar perlu fokus pada bagaimana memastikan bahwa proses pemulihan akan dilanjutkan. Pada saat yang sama, kami juga akan mempercepat pemulihan ini dan mengamati area yang membutuhkan lebih banyak dukungan kebijakan,” ujarnya.
Sementara itu, dalam acara diskusi panel ekonomi Kompas pekan lalu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, defisit anggaran pasti terjadi saat anggaran belanja pemerintah naik di tengah perlambatan konsumsi masyarakat.
”Pengentasan masalah kesehatan menjadi faktor penting dalam penyelesaian masalah ekonomi. APBN dan PEN akan menjadi bemper untuk mengungkit kembali kegiatan konsumsi dan investasi masyarakat,” ujarnya.