Perbaikan belanja di awal tahun belum stabil. Belanja masyarakat menengah-atas masih tertahan. Mereka harus diyakinkan bahwa kondisi aman agar bersedia berbelanja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ada indikasi perbaikan belanja masyarakat pada awal tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, peningkatan konsumsi masih dibayangi pandemi Covid-19 yang belum terkendali.
Perbaikan konsumsi nasional ditentukan belanja masyarakat menengah-atas, yang sampai sekarang masih menahan belanja akibat ketidakpastian pandemi.
Data Mandiri Spending Index yang dikembangkan Mandiri Institute pada 2020 hingga awal 2021 menunjukkan peningkatan belanja masyarakat hingga awal Maret 2021. Peningkatan belanja terlihat dari frekuensi belanja yang naik 16,7 persen ke level 116,7 dibandingkan dengan periode Januari 2020. Perbaikan juga terlihat dari nilai belanja atau nilai transaksi yang naik 4,6 persen ke level 104,6. Kenaikan ini sejalan dengan data mobilitas yang direkam Google Mobility Index.
Meski demikian, ada kesenjangan yang melebar antara indeks frekuensi belanja dan indeks nilai belanja. Artinya, masyarakat berbelanja lebih sering, tetapi dengan nilai transaksi lebih rendah. Nilai transaksi yang lebih rendah ini, antara lain, disebabkan belanja kelompok masyarakat menengah-atas yang masih tertahan.
Indeks nilai belanja seluruh kelompok penghasilan cenderung meningkat, tetapi konsumsi masyarakat kelas menengah-atas yang berpenghasilan tinggi masih di bawah level prapandemi. Padahal, pola belanja kelompok masyarakat ini menentukan perbaikan konsumsi rumah tangga nasional.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, perlu waktu lama untuk meyakinkan kelompok masyarakat menengah-atas berbelanja. Program vaksinasi secara cepat dan agresif belum tentu mendorong konsumsi kelompok tersebut.
Perlu waktu lama untuk meyakinkan kelompok masyarakat menengah-atas berbelanja.
”Perilaku konsumsi masyarakat menengah-atas berbeda. Mereka butuh waktu sampai betul-betul yakin kondisi sudah aman, baru mau bepergian atau mengeluarkan uang untuk berbelanja besar-besaran,” kata Faisal saat dihubungi di Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga berkontribusi 55-57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sebanyak 80 persen di antaranya merupakan kontribusi belanja kelompok masyarakat menengah-atas.
Namun, masyarakat masih memilih menabung daripada berbelanja. Menurut data Lembaga Penjamin Simpanan, jumlah rekening simpanan pada Januari 2021 tumbuh 16,4 persen dibandingkan dengan Januari 2020, yaitu dari 303.132.916 rekening menjadi 352.728.934 rekening. Adapun nilai simpanan masyarakat pada Januari 2021 naik 10 persen secara tahunan, dari Rp 6.035 triliun menjadi Rp 6.639 triliun.
Faisal menambahkan, sikap skeptis masyarakat menengah-atas untuk berbelanja mesti direspons pemerintah dengan kesungguhan menjalankan program penanganan pandemi. Penanganan Covid-19 tersebut mulai dari pengujian, pelacakan, perawatan yang lebih masif, sampai dengan program vaksinasi yang cepat dan tepat sasaran.
Sikap skeptis masyarakat menengah-atas untuk berbelanja mesti direspons pemerintah dengan kesungguhan menjalankan program penanganan pandemi.
Stimulus
Kebijakan stimulus untuk sektor tertentu juga bisa mendorong belanja masyarakat menengah-atas. Stimulus itu, antara lain, pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil yang dimulai pada Maret.
Namun, Faisal menilai, dampak pembebasan PPnBM kendaraan bermotor hanya sesaat karena tren perlambatan penjualan otomotif sudah terjadi sebelum pandemi. Saat ini, konsumsi masyarakat menengah-atas masih rendah karena komponen pengeluaran terbesar, yakni hiburan dan pariwisata, masih ditahan.
Sebaliknya, belanja masyarakat kelompok ini mulai bergeser ke produk lain yang berbasis hobi atau belanja barang elektronik.
”Kebijakan stimulus perlu memperhatikan pergeseran konsumsi. Meski nilainya tidak sebanding dengan berlibur ke luar negeri, tren itu bisa berlanjut, bahkan setelah pandemi terkendali,” ujarnya.
Untuk mendorong belanja yang lebih besar, Faisal mengusulkan, setelah vaksinasi bagi kelompok prioritas tuntas, pemerintah dapat menaruh perhatian pada sektor terdampak di ranah hiburan dan rekreasi. Misalnya, dengan cara melaksanakan vaksinasi berdasarkan wilayah dan sektor, seperti daerah pariwisata yang terdampak pandemi, sektor hiburan, dan transportasi udara, yang dapat mendorong kepercayaan masyarakat menengah-atas kembali bepergian dan berekreasi dengan aman.
Kepala Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, pemulihan belanja masyarakat masih belum stabil akibat kelompok menengah-atas masih menahan belanja untuk kategori tertentu.
Meski secara keseluruhan ada peningkatan belanja pada awal tahun ini, pengendalian Covid-19 yang agresif serta distribusi vaksin yang cepat tetap menjadi kunci untuk mengembalikan keyakinan masyarakat, khususnya menengah-atas, dan menggerakkan kembali konsumsi rumah tangga.
”Di samping itu, memastikan mobilitas masyarakat dapat kembali meningkat dengan aman sangat penting untuk menahan pelemahan belanja di wilayah yang sangat bergantung pada tingkat kunjungan masyarakat, seperti Bali dan DI Yogyakarta,” kata Yudo.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, strategi utama pemerintah untuk mendorong belanja masyarakat menengah-atas adalah mempercepat program vaksinasi. Tanpa pandemi yang terkendali, kondisi perekonomian tidak akan pulih.
Strategi utama pemerintah untuk mendorong belanja masyarakat menengah-atas adalah mempercepat program vaksinasi.
Program bantuan sosial juga tetap disalurkan untuk menahan daya beli dan kemampuan belanja masyarakat berpendapatan rendah.